Autisme? Mari Kenali Lebih Dekat!

“Yang mereka butuhkan hanyalah tangan yang senantiasa mau mengenggam. Yang mereka harapkan hanyalah mata yang mau memandang dengan semestinya. Autisme semestinya tak jadi  penghalang  untuk meraih asa yang telah digantungkan.“

Apa yang muncul di benak anda ketika mendengar kata Autisme? Banyak persepsi dan spekulasi awam mengenai pengertian atau konsepsi autisme yang kini berkembang. Seringkali anggapan mengenai autisme justru berujung pada sebuah stigma. Saat ini, sekitar 112 ribu penduduk yang berusia 5 hingga 19 tahun di Indonesia menyandang autisme1. Hal penting yang harus diingat yaitu mereka juga memiliki hak yang sama dalam menjalani kehidupan dan menggapai apapun yang mereka cita-citakan. Namun kenyataannya individu dengan autisme kerap kali mendapatkan perlakuan yang cenderung tidak layak2. Sekitar 40 % anak yang menyandang autisme menjadi korban bullying di bangku sekolah. Mirisnya lagi dari kalangan autisme hanya sejumlah 15 % dari mereka yang dapat bekerja secara penuh dalam sebuah perusahaan. Tidak hanya itu, fakta yang ditemukan dilapangan menujukkan bahwa hingga 50 % anak-anak autis malah tidak mendapat dukungan secara emosional dari orang tua mereka. Fenomena tersebut tentu sangat mencengangkan, bukan? Polemik pemenuhan hak para penyandang autisme hingga saat ini masih tetap bergulir.

Lalu, sebenarnya apakah autisme itu?

Autisme merupakan sebuah gangguan perkembangan yang bersifat pervasif atau menetap. Autisme bukan merupakan suatu gangguan kejiwaan tapi lebih kepada gangguan yang terjadi pada otak. Oleh karena itu, otak tidak dapat berfungsi secara normal. Untuk melakukan diagnosis terhadap autisme psikolog klinis berpedoman pada DSM IV. Saat ini tengah berkembang penelitian-penelitian yang khusus mengkaji autisme. Dapat diketahui bahwa komponen autistik tergolong dalam spektrum yang luas. Setiap anak yang menyandang autistik adalah unik. Dengan demikian orangtua dan profesional perlu menyadari pentingnya penanganan yang meliputi ranah medis, psikologis, dan pendidikan. Penanganan tersebut akan membuat anak lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan dan melatih kemampuan kognitifnya3.

Bagaimana cara mengenali karakteristik individu yang mengalami autisme?

Gangguan  spektrum  autistik meliputi kurangnya kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan luar, tidak adanya kontak mata, cenderung  melakukan gerakan stereotip, berulang,  mengulang-ulang suara atau kata (ekolalia), serta menarik diri dari lingkungan sosial. Hal-hal tersebut secara umum akan menimbulkan dalam melakukan interaksi sosial orang-orang di sekitarnya. Misalnya tidak dapat bermain dengan teman sebaya, memiliki kemampuan empati yang rendah, dan kurangnya respon emosional saat berhadapan dengan orang lain. Sedangkan perilaku kompulsif atau pengulangan juga akan memiliki beberapa dampak tersendiri. Diantaranya adalah cara bermain yang cenderung kurang variatif karena berfokus pada hal-hal tertentu dan kemampuan verbal yang terhambat. Kemudian, kemampuan komunikasinya juga akan menjadi rendah karena ketidakmampuan untuk mengutarakan dengan tepat dan cenderung kaku atau kurang ekspresif4.

Secara umum apa yang harus kita lakukan untuk menanganinya?

            Tak perlu bingung untuk menangani anak atau individu yang menyandang autisme. Ingat bahwa peran dan dukungan dari orang sekitar sangat dibutuhkan dalam memfasilitasi mereka. Salah satu agen yang paling signifikan dalam hidup individu  yang menyandang autisme adalah orang tua. Tahukah anda, peran orangtua dinilai sangat penting karena orang tua merupakan pihak yang seharusnya memahami apa yang diinginkan, bagaimana keadaan dan kebutuhan anak. Orangtua akan memiliki peran yang dominan dalam mendampingi individu yang menyandang autisme. Pengetahuan seputar autisme akan sangat membantu dalam mengupayakan kesembuhan anak-anak dengan autisme. Bahkan profesionalpun tidak dapat memberikan intervensi secara efektif apabila tidak didukung dengan keterlibatan orang tua5. Meskipun begitu tidak perlu terlalu khawatir, simak beberapa alternatif yang mungkin dapat dilakukan6 :

  • Hapuskan pandangan negatif mengenai anak. Perlu dipahami bahwa orang tua adalah kunci dalam setiap perkembangan anak. Perlu adanya kasih dan sayang dalam mendampingi anak dengan autisme. Jadi jangan pernah pesimis, ya!

  • Kurangi sederet tuntutan dan aturan yang dapat mengekang anak. Ketahuilah apa yang sesungguhnya diinginkan oleh anak kemudian berupaya untuk memfasilitasinya. Selamat mencoba untuk lebih demokratis!

  • Kondisikan atau ciptakan lingkungan yang baik untuk mendukung potensi dan perkembangan anak. Amati perilaku anak, cegah hal-hal yang mungkin membuatnya merasa kesulitan dalam menghadapi sesuatu. Tak perlu takut dan khawatir dengan omongan orang lain. Tetaplah berupaya untuk melatih kemampuan anak.

  • Orang tua harus mahir dalam mengalihkan perhatian anak mereka. Seperti yang diketahui bahwa anak dengan autisme memiliki gangguan untuk mengalihkan perhatian. Jadi, siapkan cara untuk dapat menkondisikan anak mereka.

  • Lakukan berbagai kegiatan yang dapat dinikmati bersama. Ajak anak untuk dapat belajar dan berbagi meskipun hal tersebut akan sedikit sulit untuk dilakukan. Jangan lupa luangkan banyak waktu untuk bersama.

           Pada dasarnya memberikan pendampingan terhadap anak dengan autisme diperlukan untuk dapat mencapai sebuah kemandirian. Ya, belajar mandiri merupakan hal yang penting bagi anak. Perlu disadari bahwa anak autisme memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk dapat mencapai apa yang mereka cita-citakan. Oleh karena itu jangan pernah menyerah dan kehilangan rasa sabar untuk berada di samping mereka. Suatu saat anda akan melihat bahwa mereka bisa!


1  Statistik mengenai jumlah penyandang autis  berdasarkan data BPS. Baca juga artikel yang dilansir dihttp://www.tempo.co/read/news/2013/04/09/174472198/Anak-Autis-Ada-di-Sekeliling-Kita

2 Data-data mengenai fakta dan statistik autisme bersumber dari www.autisme.org.uk yang juga dilegitimasi oleh The National Autistic  Society of UK.

3 Sumber kajian pentingnya pemberian perhatian mengenai autisme dirujuk dari  jurnal “Makara, Sosial Humaniora, VOL. 11, NO. 2, Desember 2007. Berfokus tentang upaya memahami spektrum autistik secara holistik yang disusun oleh Adriana Soekandar Ginanjar.

4 Kriteria yang disebutkan mengacu pada DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 4th. Edition) yang berisi mengenai kriteria terstandar mengenai simtom autisme.

5 Gambaran mengenai penerimaan dan peran orang tua secara lebih lanjut dapat ditinjau dalam jurnal : www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/…/Artikel_10501269.pdf

6 Kiat menghadapi anak  autis diuraikan secara lengkap dalam  www.autism.about.com

By: Anggrelika Putri K.

Pijar Psikologi

Pijar Psikologi adalah media non-profit yang menyediakan informasi kesehatan mental di Indonesia.

Previous
Previous

John Forbes Nash, Jr. : Peraih Nobel dengan Gangguan Skizofenia

Next
Next

Kehilangan Koneksi dengan Dunia Nyata karena Skizofrenia