Apa Kabar Anak Down Syndrome di Indonesia?

“Menjadi Down Syndrome sama seperti lahir dengan kondisi normal. Aku seperti kamu dan kamu seperti aku. Kita terlahir dengan cara yang berbeda. Itulah mengapa aku bisa menjelaskannya dengan caraku sendiri. Aku mempunyai kehidupan yang normal.” – Chrish Burke

Selamat Hari Down Syndrome sedunia! Tahukah Anda jika hari ini, tanggal 21 Maret diperingati sebagai hari Down Syndrome di dunia?

Down Syndrome terdapat pada 1 diantara 700 kelahiran hidup atau satu diantara 800 – 1000 kelahiran bayi. Saat ini diperkirakan terdapat empat juta orang dengan Down Syndrome di seluruh dunia. Sedangkan di Indonesia sendiri terdapat 300 ribu orang dengan Down Syndrome. Analisis baru menunjukkan bahwa dewasa ini lebih banyak bayi dilahirkan dengan Down Syndrome dibanding 15 tahun lalu.1

Kehidupan orang dengan Down Syndrome di Indonesia masih rentan terhadap perlakuan yang diskriminatif akibat kurangnya pengetahuan mengenai Down Syndrome dan kurangnya akses publik untuk anak-anak yang mengalami Down Syndrome. Hal ini mengakibatkan anak-anak dengan Down Syndrome berpotensi tidak mendapatkan perawatan yang tepat. Di sisi lain, lapangan kerja untuk orang dengan kebutuhan khusus juga masih kurang. Berkaca dari fenomena di atas, eksistensi anak dengan Down Syndrome harus diberi kesempatan untuk berkembang bukan hanya sekedar dikasihani apalagi diisolasi dari masyarakat.

Berdasarkan data tahun 2005/2006, jumlah SLB (sekolah luar biasa) di Indonesia di bawah 1%. Hanya terdapat 1.312 sekolah luar biasa dari 170.891 sekolah biasa. Itu pun mayoritas di Jawa dan ibu kota provinsi maupun kabupaten. Selain itu, penyelenggaraan pendidikan inklusif masih belum dilakukan secara maksimal karena banyak sekolah inklusi yang belum menyediakan guru pendamping untuk anak berkebutuhan khusus.2

Dalam konvensi ILO (Serikat Pekerja Internasional) mengenai diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan, diskriminasi kerja menghambat banyak perempuan dan laki-laki, termasuk orang yang mengalami disabilitas, untuk berpartisipasi dalam pasar kerja dan mencapai potensi penuh mereka. Pada tahun 2010, dari 24 juta orang yang menyandang disabilitas di Indonesia, baru 11 juta diantaranya yang memiliki pekerjaan. Padahal kewajiban tiap perusahaan baik pemerintah maupun swasta untuk menyerap sebanyak 1% pekerja disabilitas telah diatur pada Undang-Undang No. 4 tahun 1997 pada pasal 4.3

 

Cara penanganan anak dengan Down Syndrome

Di sekolah inklusi, anak berkebutuhan khusus dan anak normal berada dalam satu kelas yang sama. Ada banyak keuntungan yang bisa didapatkan anak dengan Down Syndrome dengan berkegiatan di lingkungan bersama anak-anak normal. Di lingkungan seperti ini, mereka diajarkan bahwa menjadi beda itu bukan masalah4. Namun demikian, beberapa hambatan bisa saja muncul. Misalnya, komunikasi yang terjalin akan mengalami hambatan karena terdapat perbedaan di antara mereka. Begitu juga pesan dan respon yang diterima akan mengalami gangguan. Oleh sebab itu, diperlukan sistem belajar yang lebih mendalam dengan menggunakan berbagai media atau alat bantu untuk membantu anak berkebutuhan khusus dalam mempelajari materi yang diajarkan.3

Peran dan sikap keluarga sangat penting dalam membantu pertumbuhan dan perkembangan anak dengan Down Syndrome. Keluarga yang telah memberikan dukungan pada anak dengan Down Syndrome dapat menerima keadaan anak tersebut apa adanya. Seluruh anggota keluarga membesarkan, merawat, dan memberikan rangsangan kepada anak dengan Down Syndrome untuk tumbuh dan belajar. Hal ini berdampak pada perkembangan anak dengan Down Syndrome yang dapat berjalan baik seperti anak normal pada umumnya.


Referensi:
1.Dilansir dari Jurnal Pediatri pada tahun 2016 dengan judul Down Syndrome: Deteksi Dini, Pencegahan dan Penatalaksanaan. Tulisan dapat dilihat di https://jurnalpediatri.com/2016/06/11/down-syndrome-deteksi-dini-pencegahan-dan-penatalaksanaan/
2.Dilansir dari International Labour Organization (ILO) dengan judul Inklusi Penyandang Disabilitas di Indonesia. Tulisan dapat dilihat di http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/—asia/—ro-bangkok/—ilo-jakarta/documents/publication/wcms_233426.pdf
3.Namira, O.R., Zubair, F., Subekti, P. (2012). Komunikasi Instruksional Guru dengan Anak Down Syndrome di Sekolah Inklusi. Ejurnal Mahasiswa Universitas Padjajaran Vol 1., No. 1
4.http://www.pbs.org/parents/education/learning-disabilities/inclusive-education/the-benefits-of-inclusive-education/

Previous
Previous

Down Syndrome Sama dengan Autis? Benarkah?

Next
Next

Kepribadian Ekstrover : Mengenal Sosok-Sosok Kepribadian yang Mendapatkan Energi dari Hubungan Sosial