Apakah Saya Jahat Karena Membenci Ayah Tiri dan Kakak Laki-laki Saya?

Curhat

Halo Pijar Psikologi!

Akhir-akhir ini saya rindu dengan orang-orang terdekat. Saya juga merasa insecure sekaligus kesepian jika saya tidak bertemu teman atau pacar saya dalam jangka waktu lama. Saya juga merasa sedang berada dalam kondisi yang sangat emosional. saya menangis hanya karena belum bisa bertemu pacar saya. Saya sering merasa insecure dengan keadaan keluarga saya yang broken. Saya merasa kesepian ketika tidak sedang beraktivitas atau sedang sendirian terlebih sebelum tidur. Saya sebenarnya ingin sekali bisa lebih terbuka dan bisa menjadi pribadi yang lebih menyenangkan serta membantu banyak orang.

Semua ini berawal dari keluarga dan pacar saya. Saya tumbuh dari keluarga yang bercerai. Ayah dan ibu kandung saya bercerai dan keduanya masing-masing menikah kembali. Saya tinggal dengan ibu kandung dan ayah tiri. Ayah tiri saya seorang pelatih fitness dan hubungan saya dengan beliau sangat  tidak baik. Saya merasa ayah tiri saya tidak berguna karena secara finansial dan mental menurut saya beliau belum stabil. Ayah tiri saya berusia lebih muda dari ibu saya. Saya tidak pernah berkomunikasi dengan beliau. Seringkali saya tidak ingin ada beliau di dalam rumah, tetapi ibu saya selalu membelanya dan tidak peduli apapun kondisinya.

Saya punya kakak laki-laki berumur 30 tahun tapi perilakunya tidak sesuai dengan umurnya yang terbilang cukup dewasa. Dari segi pendidikan, ia tidak berhasil. Karir dan pekerjaan juga ia tidak punya. Saya merasa ada yang salah dengannya. Namun, kami jarang berkomunikasi, ia bahkan tidak punya kegiatan apa apa. Hal itu membuat saya merasa dua laki laki dalam rumah ini tidak berguna. Saya tidak peduli dan dengan senang hati jika mereka tidak berada di rumah saya.

Hingga saya punya pacar dan pacar saya juga tumbuh dari keluarga yang broken. Namun, kondisi keluarganya jauh lebih baik dari keluarga saya. Mereka adalah keluarga yang sukses baik dalam segi pendidikan maupun karir. Hal itulah yang membuat saya merasa malu dengan kondisi keluarga saya yang terlihat timpang dengan keluarga pacar saya. Apakah saya salah jika saya merasa malu dengan latar belakang dan kondisi keluarga saya?

Saya memang sengaja tidak bercerita secara detail tentang keluarga saya pada pacar saya. Saya malu, sampai saya berbohong pada pacar ketika tidak sengaja mampir ke rumah dan melihat kakak laki-laki saya, kemudian saya bilang bahwa kakak laki-laki saya adalah pembantu di rumah saya. Saya melakukan itu karena malu dengan kondisi kakak laki-laki yang tidak berguna itu. Padahal, siapa yang mau dibohongi? pacar saya adalah orang yang sangat benci dengan pembohong, bahkan ia berkata bisa saja memutuskan saya jika saya ketahuan bohong padanya. Hal itu yang saya khawatirkan sekarang. Apakah saya jahat karena menganggap dua laki-laki (ayah dan kakak laki-laki saya) adalah orang yang tidak berguna? Apakah saya salah merasa malu dengan kondisi keluarga saya dan bagaimana saya harus menyikapi kondisi keluarga saya? Lalu, apa yang harus saya katakan pada pacar saya? Terima kasih saya harap Pijar Psikologi bisa membantu saya keluar dari pikiran-pikiran tersebut.

Gambaran: Perempuan. 22 Tahun. Pegawai Swasta.

 

Jawaban Pijar Psikologi

Halo kami mengucapkan terima kasih atas kesediaanmu untuk berbagi dengan Pijar Psikologi.

Dari apa yang kamu sampaikan, kami menangkap sepertinya saat ini banyak sekali pertanyaan tentang benar atau salah pada dirimu ya. Sepertinya banyak hal yang membingungkan. Di satu sisi perasaan itu memang ada padamu, namun di sisi lain sepertinya keberadaan perasaan itu tidak dapat dibenarkan secara norma. Sebelum kami menyampaikan lebih lanjut bahwa kami ingin menggarisbawahi satu hal. Terlepas dari salah atau benar perasaanmu saat ini, kemampuanmu untuk menyadari adanya permasalahan ini sendiri merupakan sebuah hal yang patut dihargai. Mengenali dan menerima bahwa ada dua sisi dalam diri yang memandang suatu hal secara berbeda merupakan sebuah “kebijaksanaan” tersendiri. Hal ini kami sebut sebagai “kebijaksanaan” karena kamu menerima bahwa ada dua alternatif dalam dirimu tanpa dengan terlalu keras membenarkan yang satu dan menyalahkan yang lain. Ini menjadi kekuatan tersendiri bagimu.

Sekarang, mari kita kembali pada pembicaraan kita terkait dengan kebenaran perasaan yang dirasakan. Perasaan apapun bentuknya adalah suatu hal yang memang benar kita rasakan, sehingga ketika kita merasakannya memang itulah yang kita rasakan. Perasaan itu sendiri merupakan tanda bagi kita sebagaimana insting bagi hewan. Kesepian muncul untuk memberitahu kita bahwa kita butuh untuk merasakan kasih sayang dan bertemu dengan orang yang kita nyaman bersamanya. Marah muncul sebagai tanda bahwa kita perlu membela diri atau hal-hal yang kita kaitkan dengan diri kita. Takut muncul sebagai tanda bahwa kita perlu menyelamatkan diri dari hal yang dirasa mengancam. Malu muncul untuk mendorong kita melakukan yang terbaik. Menilik pada hal ini maka pada dasarnya tidak ada emosi yang negatif atau salah. Bagaimana kita mengelola emosi itulah yang menentukan apakah perilaku kita tepat atau tidak. Rasa marah yang kemudian diekspresikan dalam perilaku agresif adalah tidak tepat. Sedih yang membuat kita sangat terlarut hingga mengabaikan tanggung jawab yang harus dilakukan adalah juga tidak tepat.

Meskipun pada dasarnya semua emosi adalah bentuk pertahanan diri, namun tidak dipungkiri bahwa ada emosi yang membuat tidak nyaman sehingga sebisa mungkin kita menghindarinya. Sebagaimana kamu berusaha untuk menghindari hal-hal yang membuatmu malu atau berharap hal-hal yang membuat marah atau jengkel hilang. Ini adalah hal yang wajar karena tentu kita terdorong untuk merasakan hal yang menyenangkan dan membuat kita nyaman. Menilik pada hal ini, apa yang kamu lakukan menjadi dapat dipahami.

Setiap diri kita tentu memiliki suatu sosok ideal atas diri kita. Sosok ideal adalah sosok yang kita gambarkan sebagai kita yang seharusnya. Kita terdorong untuk memenuhi semua kriteria yang ada pada sosok ideal kita. Namun, seringkali kita memiliki pengalaman atau bagian dari diri yang tidak sesuai dengan kriteria sosok ideal kita, sehingga seringkali muncul pikiran “seharusnya aku…”, “kenapa aku harus mengalaminya”, dsb. Pada dasarnya hal ini adalah hal yang baik karena mendorong kita untuk mencapai hal yang terbaik bagi kita. Akan tetapi, ketika dorongan ini menjadi kurang realistis dan justru menekan atau menghukum maka dorongan ini perlu dikaji kembali. Ada kalanya dalam diri kita ada yang kurang sempurna baik dari pengalaman yang kurang menyenangkan maupun kelemahan, kelemahan yang menetap dan sulit atau tidak mungkin diubah. Jika dorongan ini terus diikuti pada hal-hal yang demikian, maka hal ini menjadi tidak sehat. Ibaratnya punggung kita sudah menempel pada tembok tetapi kita terus ditekan dengan keras untuk berjalan mundur terus menerus. Hal ini menyakitkan dan juga melelahkan dan hal yang pada awalnya adalah bentuk cinta kita terhadap diri justru menjadi hal yang menyakiti diri.

Oleh karena itu, ada kalanya kita juga perlu memberikan maaf kepada diri kita sendiri ketika kita belum “sesempurna” yang kita inginkan. Ada kalanya kita perlu mengizinkan diri kita untuk memiliki pengalaman/masa lalu yang menyakitkan, memiliki kelemahan yang kita benci, berada pada situasi yang tidak diharapkan, dsb. Saat ini kamu tengah berada pada situasi yang tidak menyenangkan. Berada pada sebuah keluarga yang jauh berbeda dari yang kamu harapkan. Kakak laki-laki yang seharusnya bisa diandalkan justru menjadi sosok paling tidak bisa diandalkan. Ayah tiri yag seharusnya bisa mengayomi ibu justru berlaku sebaliknya. Ibu yang seharusnya bisa melihat kesalahan-kesalahan pada ayah tiri justru membelanya.

Kecewa.

Mungkin itu yang tengah kamu rasakan terhadap keluargamu. Kamu boleh merasa kecewa terhadap apapun termasuk kepada keluargamu sendiri. Meskipun demikian, mereka adalah tetaplah keluargamu yang telah membantu dan memberikan kasih sayangnya kepadamu dengan cara mereka masing-masing. Merasa kecewa bukan berarti kita perlu menyakiti mereka yang telah mengecewakan kita.

Keluarga adalah hal yang sangat lekat dengan kita. Meskipun demikian, kita juga adalah individu yang berdiri sendiri, yang berbeda dari yang lain. Jika saat ini ada orang lain di luar keluargamu yang mencintaimu, maka memang ada hal dari dirimu yang ia cintai dengan begitu dalam. Akan tetapi, bagaimana orang lain akan mencintai diri kita secara penuh jika masih ada hal dalam diri kita yang kita sembunyikan darinya?

Dalam menjalin hubungan salah satu hal yang menjadi pondasi penting di dalamnya adalah komunikasi. Tentunya komunikasi ini juga berkaitan dengan kesalingan untuk terbuka. Untuk dapat terbuka kita perlu mengakui bahwa ada hal-hal yang tidak sempurna yang ada dalam diri dan hidup kita dan lalu kita menerima bahwa hal itu memang melekat dengan sejarah hidup kita. Singkatnya adalah kita perlu menerima dan mencintai sisi kuat dan lemah kita terlebih dahulu sebelum “meminta” orang lain untuk menjadi bagian dari hidup kita.

Jika kamu merasa takut karena telah berbohong, sampaikanlah apa yang membuat dirimu takut sehingga kamu harus berbohong. Dalam komunikasi terdapat bentuk komunikasi asertif. Komunikasi asertif adalah bagaimana kita menyampaikan secara apa adanya dengan cara yang dapat diterima. Berikut ini adalah langkah sederhana yang dapat dilakukan untuk melatih berkomunikasi/bersikap asertif.

  1. Mulailah dari apa yang kamu rasakan atau pikirkan, misalnya “ada yang ingin aku

sampaikan, tetapi aku takut jika….”

2. Hindari menggunakan kalimat yang bersifat menghukum, misalnya “kamu yang memaksaku”, “kamu tidak pengertian”. Sebagai gantinya gunakan kalimat yangmenggunakan sudut pandang aku, misalnya “aku merasa tertekan dengan yang kamu

sampaikan”, “aku merasa tidak dimengerti”.

3. Hindari berbicara ketika emosi masih sangat intens. Beri waktu kepada diri untuk

lebih tenang, baru sampaikan yang ingin disampaikan.

Saat ini mungkin banyak hal yang belum seperti yang kamu inginkan. Meskipun demikan, pasti ada hal baik dalam dirimu yang jauh lebih banyak yang selama ini mungkin belum dikenali. Kamu pantas untuk mendapatkan cinta sebagaimanapun latar belakangmu. Mungkin ini saja yang bisa kami sampaikan. Semoga apa yang kami sampaikan bisa menjadi manfaat bagimu.

Terima kasih telah berbagi.

Salam,

Pijar Psikologi

Catatan: Curhat adalah sesi konsultasi yang disetujui oleh klien untuk dibagikan kepada pembaca agar siapapun yang mengalami masalah serupa dapat belajar dari kisahnya.

Pijar Psikologi

Pijar Psikologi adalah media non-profit yang menyediakan informasi kesehatan mental di Indonesia.

Previous
Previous

CURHAT: Saya Merasakan Terlalu Banyak Emosi dan Ini Membingungkan

Next
Next

CURHAT: Saya Tertekan Karena Setiap Hari Dituntut untuk Memiliki Ide Kreatif