Bagaimana Posisi Penggunaan Internet dalam Kesehatan Mental? Simak Artikel Berikut Ini!

“Kita masih berada di awal penggunaan internet. Mari gunakan dengan bijak”

– Jimmy Wales[1]

Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini internet merupakan salah satu perantara penting penunjang kehidupan masyarakat dunia, mulai dari anak-anak hingga dewasa. Fitur-fitur internet yang semakin beragam serta didukung oleh kemunculan berbagai macam gadget yang ramah pengguna membuat penggunaan internet meningkat. Menurut data Bank Dunia yang diperbaharui tanggal 2 Juni 2016, pada tahun 2013 14.94% dari populasi masyarakat Indonesia merupakan pengguna aktif internet. Di tahun berikutnya terjadi peningkatan menjadi 17.14%[2]. Isu-isu yang bermunculan seiring dengan peningkatan ini antara lain adalah penggunaan yang berlebihan untuk bermain atau internet gaming, salah satunya dari sisi kesehatan dan pendidikan. Lalu bagaimana ilmu psikologi memandang penggunaan internet, khususnya internet gaming atau penggunaan internet untuk media bermain game?

Dalam menentukan gangguan mental, ilmuwan maupun praktisi psikologi berpedoman pada DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders) yang dibuat dan dipublikasikan oleh APA (American Psychiatric Association). Dalam edisi terbarunya yaitu edisi kelima, internet gaming masuk dalam salah satu gangguan mental dengan nama Internet Gaming Disorder. Gangguan ini juga disebut dengan Internet Use Disorder, Internet Addiction, atau gaming addiction[3]Meskipun demikian, gangguan ini belum dikategorikan sebagai gangguan formal sehingga masih harus dilakukan penelitian lebih mendalam[4].

Karakteristik Internet Gaming Disorder adalah penggunaan internet dalam waktu yang lama dan meninggalkan pekerjaan lain. Secara umum, waktu yang dihabiskan sekitar 8-10 jam sehari atau minimal 30 jam perminggu. Permainan yang dikerjakan dapat dilakukan bersama orang lain yang tidak jarang berasal dari negara lain. Gangguan ini juga ditunjukkan dengan adanya gejala penarikan diri ketika permainan diambil alih oleh orang lain atau dijauhkan dari pemain. Penarikan diri ini dapat ditunjukkan dengan perilaku lekas marah, kecemasan, atau kesedihan. Selain itu, orang yang terkena gangguan internet gaming mengalami toleransi yaitu kebutuhan untuk meningkatkan waktu dalam bermain[3].

Internet Gaming Disorder dapat dibedakan menjadi beberapa kategori berdasarkan aktivitas normal yang terganggu dan waktu penggunaan internet. Kategori tersebut yaitu ringan, sedang, dan berat. Orang yang terkena gangguan lebih ringan akan mengalami gejala dan gangguan terhadap aktivitas lain lebih sedikit. Sebaliknya, orang yang mengalami gangguan lebih berat akan menghabiskan waktu dan mengalami gangguan fungsi kerja lebih banyak. Meskipun demikian, kategori ini tidak dapat dipisahkan dengan jelas[3].

Berdasarkan penelitian, angka Internet Gaming Disorder terbesar di Asia, khususnya Cina dan Korea Selatan, dan remaja laki-laki berusia 12 – 20 tahun. Kemunculan Internet Gaming Disorder dapat didorong oleh ketersediaan peralatan seperti komputer dan koneksi internet serta tentunya tidak adanya kontrol diri dan luar seseorang. Biasanya orang yang terkena gangguan ini mengatakan bahwa mereka menggunakan internet untuuk mengurangi kebosanan, bukan untuk mencari informasi yang penting. Seperti gangguan psikologis lainnya, Internet Gaming Disorder dapat menimbulkan efek negatif pada fungsi kerja seseorang. Kehilangan pekerjaan, hubungan sosial, pendidikan, atau kesempatan karir adalah kerugian yang dapat ditimbulkan[3]. Padahal aspek-aspek tersebut penting dalam hidup kita, bukan?

Kita semua sudah tahu bahwa internet memang salah satu sarana serbaguna yang mempermudah pekerjaan. Meskipun demikian, sebaiknya kita sendiri yang memiliki kontrol atas akses internet yang kita miliki, bukan internet yang mengontrol hidup kita. Lalu apa yang dapat kita lakukan untuk menghindari ketergantungan terhadap internet? Tentunya kita juga tidak ingin fungsi-fungsi kerja lingkungan dan orang-orang yang penting bagi kita terganggu karena penggunaan internet yang berlebihan. Oleh karena itu, jangan lupa perhatikan juga orang-orang di sekitar kita ya! Sudah sepatutnya kita menyebarkan kebaikan dari apa yang kita tahu. Yuk biasakan penggunaan internet yang bijak mulai sekarang!


Annisa Ayuningtyas

Mahasiswa Fakultas Psikologi UGM

Previous
Previous

I’m Not Stupid Too : Tidak Ada Anak yang Tidak Berguna

Next
Next

Everybody’s Fine: Kisah Seorang Ayah yang Tanpa Sengaja Mengetahui Kebenaran Tentang Anak-anaknya