CURHAT: Saya Sering Menyakiti Diri Sendiri Ketika Berselisih dengan Pasangan

Curhat

Halo Pijar Psikologi!

Saya ingin bercerita terkait hubungan asmara dengan pasangan saya. Saya sedang menjalin hubungan dengan pacar saya hampir 3 tahun lamanya. Ketika kami bertengkar, saya selalu mencari pelarian. Pelarian itu bisa berakhir dengan saya jalan-jalan sendirian, hang out dengan teman-teman, sampai terkadang saya memukuli diri sendiri. Pelarian terakhir itulah yang akhir-akhir ini sering saya lakukan ketika kami bertengkar. Tidak jarang pula saya memukuli dan menyakiti diri hingga berdarah.

Akar penyebab kami bertengkar adalah tuduhannya terhadap saya bahwa saya hang out atau menjalin komunikasi dengan orang lain dan dia tidak suka. Padahal, apa yang dituduhkannya itu tidak saya lakukan atau pernah saya lakukan, tetapi sudah lewat dan tidak perlu dibahas dan dibesar-besarkan lagi. Namun, pacar saya terus-terusan menuduh saya atas alasan yang sama.

Sebenarnya, saya ingin sekali berubah ketika terjadi konflik diantara kami berdua. Saya ingin diri saya berhenti untuk memukuli diri sendiri. Saya ingin membuang jauh-jauh pemikiran untuk menyakiti diri sendiri. Saya ingin lebih bisa mengontrol emosi dan tidak lagi melakukan kebiasaan buruk saya untuk menyakiti diri sendiri.

Gambaran: Perempuan, 21 Tahun, Pegawai Swasta


Jawaban Pijar Psikologi

Terima kasih atas kepercayaanmu untuk bercerita di Pijar Psikologi.

Pasti rasanya tidak nyaman sekali menjalani hubungan dengan seseorang, tetapi belum mendapatkan kepercayaan penuh. Bahkan, kamu masih sering dituduh melakukan hal-hal yang sebenarnya tidak kamu lakukan. Rasanya pasti campur aduk sekali. Ada perasaan sedih, kecewa, mungkin juga kesal tetapi bingung bagaimana cara mengekspresikannya. Padahal sudah mencoba jalan-jalan sendiri atau jalan keluar dengan orang lain, tetapi rasanya sulit untuk mengatasi perasaan yang tidak nyaman tersebut. Hal itu sampai membuatmu terpikir untuk memukuli diri sendiri. Meski cara-cara yang kamu lakukan belum berhasil, tetapi kami sangat mengapresiasi usahamu yang sudah mencoba dan memilih untuk memperbaiki keadaan. Untuk perilaku memukul diri sendiri, tidak apa-apa, setidaknya saat ini sudah menyadari kalau perilaku memukul diri sendiri itu tidak sehat. Kami juga mengapresiasi keinginanmu untuk memperbaiki diri dengan mengurangi pikiran negatif dan bisa lebih baik dalam mengontrol emosi.

Seperti yang telah kamu ceritakan, akhir-akhir ini kamu lebih sering memilih cara untuk memukul diri sendiri ketika sedang berkonflik dengan pasangan, dibanding cara-cara alternatif yang lain yang sudah pernah kamu lakukan. Dalam psikologi, perilaku memukul diri sendiri merupakan salah satu bentuk self harm. Self-harm adalah perilaku dimana seseorang menyakiti diri sendiri sebagai cara untuk mengatasi, mengungkapkan, atau bertahan dari keadaan yang sangat sulit. Menyakiti diri dapat dilakukan secara fisik seperti, menyayat, mencakar, memukul, menggigit, membenturkan kepala ke dinding, menarik rambut, menelan sesuatu yang berbahaya, atau overdosis zat tertentu. Selain menyakiti diri secara fisik, menyakiti diri juga dapat dilakukan melalui non-fisik seperti, tidak memerhatikan kondisi fisik, tidak memedulikan kebutuhan emosional, atau menempatkan diri pada situasi yang berbahaya.

Mengapa seseorang melakukan tindakan self-harm memang banyak alasannya, salah satu alasan yang perlu kamu ketahui adalah merasa kesulitan mengekspresikan emosi. Tidak semua orang dapat memahami emosi yang sedang dirasakan dan mengeskpresikannya dengan baik. Self–harm menjadi pilihan ketika terlalu sulit mengungkapkan beban berat yang dirasakan melalui kata-kata. Selain itu, menyakiti diri dan luka yang diakibatkan karenanya kemudian dilihat orang lain juga menjadi cara untuk menunjukkan buruknya kondisi yang dirasakan, dan agar orang lain dapat memberi perhatian kepadanya.

Alasan lain seseorang menyakiti diri adalah sebagai bentuk pengalihan atas emosi-emosi tidak menyenangkan yang dirasakan ketika sedang merasa rendah diri atau sedang membenci diri sendiri. Menyakiti diri sendiri akan membuat perasaan seseorang lebih lega, karena telah mengalihkan emosi-emosi tersebut pada sakit fisik yang dirasakan. Selain itu, sebagian orang melakukan self-harm sebagai bentuk menghukum diri sendiri. Mereka meyakini bahwa mereka telah melakukan kesalahan (bahkan mungkin kesalahan itu belum dilakukan) dan mereka merasa pantas untuk menderita. Biasanya hal ini dikarenakan pengalaman pahit di waktu dulu, seperti mengalami kekerasan atau perundungan. Karena pengalaman itu, muncullah keyakinan bahwa mereka memang pantas untuk dirundung, pantas untuk diberi kekerasan dalam pikirannya.

Baca selanjutnya tentang Self-harm di sini. 

Hal yang bisa kamu lakukan untuk merubah kebiasaan menyakiti diri adalah belajar mengenali dan memahami emosi yang menjadi penyebab kamu melakukan self–harm tersebut. Belajar memahami emosi dapat dilakukan dengan menyadari bentuk perasaan yang muncul seperti kecewa, sedih, marah, bingung, tertekan, dan seterusnya ketika mengalami situasi yang tidak menyenangkan. Dengan mampu memahami emosi yang muncul, maka akan mudah menemukan penyebab melakukan self–harm. Dengan begitu kamu akan lebih mudah lagi menemukan solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Misalnya, perasaan yang kamu rasakan pada saat situasi sulit adalah tertekan, ternyata kamu sulit mengekspresikan emosi tertekan tersebut dengan kata-kata, maka cara yang bisa kamu lakukan adalah dengan menggunakan bantuan media. Misalnya, tulisan, gambar, mendengarkan musik atau cara-cara adaptif lainnya untuk menuangkan segala emosi yang dirasakan.

Selain itu, perlu dipahami juga antara pikiran, perasaan dan perilaku itu saling berhubungan. Maka dari itu, untuk belajar memperbaiki perilaku, pikiran dan perasaan juga perlu dibenahi. Pola pikir yang positif juga akan membantu mengurangi fokus kita pada hal-hal negatif yang dapat memicu diri melakukan hal-hal yang semakin buruk. Begitupun sebaliknya, sehingga salah satu hal yang perlu dibenahi juga adalah cara berpikir. Namun, untuk memudahkan diri berpikir secara positif, kondisi tubuh perlu dalam keadaan rileks. Relaksasi bisa membantu membuat kita lebih tenang ketika berada dalam kondisi cemas. Setiap kali berada di dalam situasi yang membuat cemas atau situasi apapun yang tidak menyenangkan, usahakan untuk mampu mengendalikan diri terlebih dahulu agar lebih stabil dengan mencoba melakukan relaksasi pernapasan. Caranya adalah tarik napas melalui hidung secara perlahan-lahan dalam beberapa hitungan lalu buang melalui mulut. Lakukan hal tersebut berulang kali hingga merasa sudah lebih tenang dan stabil.

Berikut kami sajikan contoh situasi yang dapat menjadi panduan untuk belajar menemukan pikiran-pikiran negatif yang selama ini menjadi sumber masalahmu, kemudian mencari alternatif pikiran yang lebih positif.

  • Situasi: Dituduh jalan bersama laki-laki lain oleh pasangan

  • Apa yang dipikirkan: “Kenapa sih aku salah terus di mata dia”

  • Apa yang dirasakan: Sedih, tertekan

  • Pikiran alternatif: “Aku tidak sepenuhnya salah kok. Mungkin memang dia yang sedang bermasalah juga sehingga tidak mampu memahami dan melihat kenyataan dengan baik “

Selain itu, ada baiknya memahami bahwa hubungan sehat itu membutuhkan komitmen dua pihak untuk menghilangkan ego demi kepentingan bersama. Hubungan sehat itu adalah hubungan yang bisa membuat pasangan saling bertumbuh dan menjadi lebih baik. Ketika yang terjadi malah sebaliknya seperti merasa tertekan, tidak dihargai bahkan mengalami kekerasan, kemungkinan hal tersebut menandakan bahwa kamu sedang berada dalam hubungan yang tidak  sehat.

Hubungan tidak sehat atau yang sering disebut dengan toxic relationship merupakan hubungan yang tidak menyenangkan bagi diri sendiri atau orang lain. Hubungan ini dapat membuat seseorang merasa lebih buruk. Ciri-ciri toxic relationship antara lain merasa tidak aman, ada kecemburuan, keegoisan, ketidakjujuran, merasa terpaksa, sikap merendahkan, memberi komentar negatif, mengkritik, dsb. Nah, dari sini coba dilihat kembali hubungan yang sedang kamu jalani, apakah sudah sehat atau malah sudah tidak sehat? Coba ajak kembali pasangan untuk mengkomunikasikan tentang hubungan kalian dan mencari solusi yang bisa dilakukan untuk kebaikan bersama. Ketika usaha tersebut sudah dilakukan tetapi tidak membuahkan hasil, kamu berhak mengambil keputusan untuk keluar dari situasi tersebut. Sadari bahwa kamu berhak bahagia dengan tidak menjalin hubungan yang tidak sehat. Memang akan sulit, terlebih kamu sudah menjalani hubungan yang lama dan masih mencintainya. Akan tetapi, kesehatan diri kamu jauh lebih penting dengan atau tanpa dirinya.

Baca selanjutnya tentang Toxic Relationship di sini.

Semoga informasi tersebut dapat bermanfaat dan membantu untuk mengurangi masalah yang sedang kamu alami saat ini. Semangat! Kamu sudah melakukan yang terbaik hingga saat ini.

Terima kasih telah berbagi.

Salam,

Pijar Psikologi.


Catatan: Curhat adalah sesi konsultasi yang disetujui oleh klien untuk dibagikan kepada pembaca agar siapapun yang mengalami masalah serupa dapat belajar dari kisahnya.

Pijar Psikologi

Pijar Psikologi adalah media non-profit yang menyediakan informasi kesehatan mental di Indonesia.

Previous
Previous

Fakta dan Mitos Seputar Anak Tunggal

Next
Next

Menjadi Pribadi yang Sehat Mental dengan Gaya Hidup Minimalis