Mencintai Diri Sendiri Tidak (Selalu) Menjadikan Anda Seorang Narsistik!

unsplash-image-dvXGnwnYweM.jpg

“Banyak pendidikan tinggi di dunia ini untuk banyak hal. Tapi tidak ada satupun yang mengajarkan tentang pentingnya mencintai diri sendiri.”

“Badannya bagus ya, langsing. Badanku jelek.”

“Dia pintar banget ya? Lulus kuliahnya cepat. Nggak kayak aku.”

“Senang ya pasti jadi dia. Pintar, cantik lagi.”

Seberapa sering Anda mendengar hal-hal sejenis kalimat diatas diucapkan orang di sekitar Anda? Atau seberapa sering diri Anda sendiri mengucapkan hal ini? Banyak orang ingin mudah dicintai dan dihargai orang lain, tapi terkadang lupa bahwa semua harus dimulai dari diri sendiri terlebih dahulu.

“Mencintai diri sendiri? Narsis dong? Narsis ‘kan gangguan mental?”

Istilah narsis mungkin kian familiar saat ini, mengingat sudah banyak orang yang sering menggunakan kata ini. Bagi orang awam, narsis seringkali dikaitkan dengan seseorang yang terlalu membanggakan dirinya sendiri atau terlalu mencintai dirinya sendiri. Perilaku yang sering dikatakan narsis merujuk pada perilaku selfie, atau membanggakan ego sendiri di hadapan orang lain. Namun, apakah memang demikian yang dikatakan sebagai perilaku narsis?

Narsis, atau Narcisstic Personality Disorder memang tercantum dalam buku Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM). Buku ini merupakan buku panduan yang digunakan psikolog atau praktisi di bidang psikologi untuk mendiagnosa gangguan mental seseorang. Di dalam buku yang diterbitkan American Psychology Association dan diakui di seluruh dunia ini, narsis memang dikategorikan sebagai gangguan kepribadian. Pengertian gangguan kepribadian narsistik yang tercantum dalam terbitan terbaru buku ini di tahun 20131 adalah: 

Gangguan fungsi kepribadian (baik diri dan hubungan interpersonal) dan ditandai dengan keberadaan sifat patologis dari kepribadian.

Gangguan kepribadian narsistik dijelaskan lebih lanjut sebagai suatu penyimpangan dalam fungsi pribadi. Hal ini ditandai dengan beberapa ciri-ciri berikut:

  • Referensi berlebih terhadap orang lain akan identitas diri.

  • Penghargaan berlebihan terhadap diri sendiri.

  • Penetapan tujuan hidup berdasarkan ekspektasi orang lain.

  • Standar pribadi yang terlalu tinggi dengan tujuan untuk bisa melebihi orang lain.

  • Kurang mampu untuk mengenali dan mengidentifikasi perasaan dan kebutuhan orang lain.

  • Hubungan yang dibangun dengan orang lain bertujuan untuk meningkatkan kualitas diri sendiri.

Kriteria di atas hanya sebagian dari banyak kriteria lain yang harus dipenuhi untuk  mendiagnosa diri seseorang sebagai seorang dengan kepribadian narsistik. Namun dari beberapa kriteria di atas, dapatkah Anda menarik sebuah kesimpulan penting tentang kepribadian narsistik? 

Pribadi narsistik cenderung mencintai dirinya sendiri secara berlebihan hanya untuk dipandang baik oleh orang lain.

Demikian. Sadarkah Anda ada berapa banyak orang yang mungkin memiliki kepribadian narsistik di dunia ini? Lalu, mengapa di judul artikel ini, Anda diminta untuk mencintai diri sendiri?

Jangan jalani hidupmu, untuk membahagiakan orang lain

Kalimat di atas diucapkan oleh Anne Hathaway, seorang aktris Amerika. Setiap orang memiliki pemikirannya sendiri tentang apa yang dikatakan baik. Jika Anda ingin menuruti semua pemikiran mereka, bisa jadi Anda kehilangan makna hidup Anda sendiri. Mencintai diri sendiri tidak pernah menjadi suatu yang buruk selama Anda tahu bagaimana melakukannya dengan cara yang baik dan tidak berlebihan. Seorang praktisi psikologi, Margaret Paul Ph.D mendefinisikan mencintai diri sendiri sebagai perilaku memahami nilai sebenarnya dalam diri, tentang apa yang sebenarnya ada di dalam diri Anda, bukan menilai diri berdasarkan penampilan fisik atau performa diri2. Mencintai diri sendiri adalah perihal menghargai diri Anda sendiri, tentang kelebihan dan kekurangan yang Anda miliki.

Tidak akan ada yang sempurna di dunia ini, sebaik apapun Anda menilai seseorang atau sesuatu. Orang paling cantik yang pernah Anda temui saja mungkin memiliki kekurangan yang tidak Anda ketahui. Orang yang Anda anggap paling pintar juga mungkin memiliki ketidakmampuan melakukan sesuatu. Setiap orang pasti memiliki kekurangan. Bagaimana Anda mampu menghargai kekurangan yang Anda miliki, akan membuat Anda mampu menghargai kekurangan yang dimiliki orang lain.

Cintai diri sendiri dengan lakukan apa yang membuat Anda bahagia. Meskipun mungkin hal yang membuat Anda bahagia membuat Anda terlihat konyol, semakin gemuk dan sebagainya. Hal yang akan membuat Anda berbeda dengan seorang narsistik adalah Anda mencintai dan menghargai diri sendiri untuk kebahagiaan Anda, bukan untuk memuaskan pandangan orang lain terhadap Anda. Kurangi perilaku memberikan “hukuman” pada diri Anda sendiri dengan menilai semua kekurangan Anda secara berlebih lalu menghakimi diri Anda. Pahami bahwa kekurangan adalah bagian dari nilai diri yang Anda punya. Semua kekurangan akan didampingi dengan kelebihan. Beri perhatian yang sama dengan kelebihan diri Anda. Sadari, ada orang di luar sana yang mungkin menghargai kelebihan yang Anda miliki.

Berawal dari mencintai diri sendiri dengan baik, membuat kita menjadi pribadi yang lebih rendah hati dalam menilai orang lain. Jika setiap orang mampu menghargai kekurangan dan kelebihan dirinya sendiri dengan baik, ia akan mudah untuk menghargai  kekurangan dan kelebihan orang lain. Dengan demikian, bukankah dunia akan lebih menyenangkan?


Sumber Data Tulisan

1Definisi dan kriteria gangguan kepribadian narsistik diambil dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM) V (terbitan terbaru).

2Margaret Paul, Ph.D, definisi mencintai diri sendiri diambil dari artikel yang ditulisnya di website Huffington Post. Margaret adalah seorang praktisi psikologi, dan ahli dalam bidang hubungan antar manusia. Ia juga seorang penulis 8 buku best-seller dan pernah tampil di Oprah.

Artikel Margaret bisa dibaca selengkapnya di http://www.huffingtonpost.com/margaret-paul-phd/how-to-love-yourself_b_3639075.html

Featured Image Credit: michaelthornley.com

Koes Ayunda Zikrina Putri

I write and read about psychology but i talk about football (a lot). Sometimes you may hear me on the radio. Enjoying life as Chief Creative Officer Pijar Psikologi.

Previous
Previous

Music is My Soul : Siapapun Berhak Sehat Melalui Musik

Next
Next

Kenali Keluhan Fisik Anda : Penyakit Biasa atau Psikosomatis?