Menembus Batas-Batas Pertemanan

unsplash-image-AZMmUy2qL6A.jpg

Kita semua adalah makhluk sosial yang pada hakikatnya membutuhkan orang lain. Teman adalah cerminan jiwa kita selain orang tua dan kekasih. Namun tidak jarang dalam pencarian lingkup pertemanan kita sering kali mendengar kata-kata ini.

“Temenan sama …… ? Idih kan dia anak orang miskin.”

“Aku sih maunya temenan sama anak-anak pintar aja” 

“Gak usah ajak si …… Norak penampilannya”

“Cari temen tuh yang gak malu-maluin dong” 

Apakah kita familiar dengan ungkapan seperti itu?

Bahkan dalam pertemanan pun kita sering kali menetapkan standar. Bukankah kita semua adalah manusia yang memiliki perbedaan ?

Perbedaan Menjadi Tembok Pertemanan

Dalam lingkup pertemanan masih sering kita berjumpa dengan orang-orang yang memiliki batasan pertemanan. Banyak dari kita yang masih memilih teman berdasarkan kesamaan. Kesamaan status sosial, agama, keadaan finansial, latar belakang budaya, dan sebagainya. Bahkan ada yang memilih teman hanya berdasarkan “manfaat” yang didapatkan. Namun, apakah pertemanan yang tidak sehat seperti itu layak untuk dipertahankan?

Memang ada baiknya untuk membatasi pergaulan agar tidak terjerumus ke arah yang salah. Tetapi terkadang hal tersebut menjadi tabir untuk menjadikan sebuah pertemanan memiliki syarat.

Pertemanan itu sejatinya adalah kesamaan frekuensi, bukan kesamaan latar belakang budaya, agama, ras, suku, ideologi, bahkan paham tertentu. Frekuensi yang mendekatkan manusia sehingga bisa saling mengasihi dalam lingkup pertemanan.

Bahkan ketika suatu saat mereka tidak lagi seperti yang kita kenal pada awal bertemu, kita akan tetap dengan tulus mengasihinya, mencintainya dalam keadaan apapun.

Berilah Cinta yang Tak Bersyarat

Apakah ada hal di dunia ini yang masih tak bersyarat? Ketika pencarian teman sudah tidak lagi berdasarkan kesamaan status, ketika stigma dan stereotip sudah hancur, maka tembok-tembok pembatas pertemanan mulai runtuh. Seperti itulah cerminan pertemanan ideal yang sepatutnya dibangun dan dipertahankan.

“Layaknya cinta yang semestinya tak bersyarat, pertemanan yang sehat semestinya tak bersyarat.”

Terkadang juga kita kesal terhadap teman yang “memanfaatkan” kebaikan kita. Teman yang datang dan pergi sesukahatinya saat dia butuh. Kita tidak dapat menghindari hal-hal buruk apa yang akan terjadi dalam pertemanan. Selayaknya cinta, sebuah pertemanan juga dapat bertahan lama jika dibangun dengan komitmen. Komitmen untuk ada dan hadir bagi satu sama lain. Mendapatkan teman yang baik memang sulit, tapi lebih sulit lagi untuk menjadi teman yang baik. Akan lebih baik jika kamu memberikan cinta yang tak bersyarat dibandingkan mengharapkannya.

Jangan Ada Ekspektasi di Antara Kita

Pertemanan tanpa syarat juga berarti tanpa pamrih dan tanpa ekspektasi berlebihan. Sejak awal membangun komitmen dengan teman, bangunlah itu dengan kejujuran, kepercayaan, dan kesetiaan. Jangan pernah berekspektasi akan kebahagiaan yang abadi terhadap jalinan pertemananmu. Jangan pernah berpikir bahwa tak ada hal yang mengecewakan dari temanmu. Semua hal yang terjadi dalam pertemanan adalah proses yang harus kamu hargai. Proses itu yang akan mempererat hubungan pertemanan kalian ke depannya.

Berilah bantuan semampumu di saat kapanpun seorang teman meminta bantuan. Ketika ada sesuatu yang tidak biasa di raut wajahnya, temani dia untuk menenangkannya. Bersedia hadir bagi teman dalam kondisi apapun baik suka maupun duka. Berilah semangat saat kegagalan dan kesedihan menghampirinya.

Melakukan hal-hal tersebut dan tanpa berekspektasi dia akan melakukan hal yang sama adalah sebuah pertemanan yang tak bersyarat.

Baca juga artikel ini untuk meningkatkan level pertemanan Anda.

***

Terkadang kita terlalu sibuk untuk mencari teman yang memberikan cinta tak bersyarat, tetapi kita lupa untuk menjadi sosok teman yang memberi cinta tak bersyarat.

“A friend is someone who knows all about you and still loves you.”
― 
Elbert Hubbard

Febryan KM

Actions speak louder than words. I make it to the loudest with my action to spread good words.

Previous
Previous

LGBT juga Manusia

Next
Next

Bulan Cinta: Sudahkah Menyayangi Diri Sendiri?