Menjadi Manusia Seutuhnya dengan Mengelola Emosi Negatif

unsplash-image-yw1y-alKGrg.jpg

Setiap manusia diberkahi dengan sejumlah emosi. Kita lebih terbiasa menggolongkan emosi menjadi emosi positif dan emosi negatif. Emosi merupakan suatu keadaan perasaan kompleks yang menghasilkan perubahan fisik dan psikologi yang dapat memengaruhi pikiran dan perilaku seseorang. 

 ***

Ketika emosi negatif datang seperti marah, sedih, takut, cemas hingga putus asa, kita seringkali mengabaikan emosi-emosi tersebut dan lebih suka menyambut emosi positif yang cenderung membuat kita merasa nyaman. Padahal diri kita tidak dirancang demikian. Kita sebagai manusia membutuhkan kedua emosi baik emosi positif maupun negatif. Hal ini karena emosi-emosi tersebut ditujukan untuk sarana evaluasi diri akan hal-hal yang telah kita alami. Apabila kita terus menekan atau mengabaikan emosi-emosi negatif yang datang, tidak jarang akhirnya kita terjebak dalam lingkaran “kepura-puraan” atau istilah populer sekarang ini: toxic positivity. Hal ini membuat kita menjadi acuh, takut dan tidak terampil dalam mengelola emosi negatif yang muncul.

Di era dimana tekanan datang dari berbagai arah dan tuntutan adalah hal yang kita hadapi sehari-hari sebagai manusia, emosi negatif sangatlah wajar muncul bahkan berkali-kali. Namun, mengabaikan atau menekannya tentu bukanlah hal yang bijak. Akan ada sesuatu yang hilang, hampa, kosong apabila kita terbiasa mengabaikan emosi-emosi yang muncul dalam diri kita. Sebuah nilai untuk menjadi manusiawi terasa begitu sulit ketika tuntutan dari luar menuntut kita untuk selalu tampil dalam kondisi prima termasuk dalam sisi psikologisnya.

  1. Kita tidak harus melarikan diri dari emosi yang kita rasakan

    Seringkali alih-alih menerima emosi negatif yang muncul dalam diri, kita justru lari atau menutupinya dengan hal-hal yang bisa meredakan perasaan tersebut. Kita memilih kabur dari apa yang sebenarnya harus kita hadapi, yaitu emosi yang ada dalam diri kita sendiri. Namun, kebanyakan orang hal ini masih saja dilakukan dan “berhasil”. Seakan-akan ia “berhasil” menghadapi badai emosinya sendiri, tapi keberhasilan semu itu hanya akan menumpuk emosi-emosi yang tidak ia kelola dengan baik.

    Kita bisa saja melupakan segala macam hal-hal yang membuat kita merasa tidak nyaman, tapi itu hanya sementara bukan selamanya. Karena ketidaknyamanan dalam hal ini emosi negatif adalah salah satu “alarm” bahwa diri kita sedang tidak baik-baik saja, saatnya kita kembali pada diri sendiri dan melihat apa yang sedang terjadi.

  2. Berhenti untuk berusaha terlihat baik-baik saja dan cobalah untuk menjadi manusia seutuhnya

    Seiring bertambahnya usia dan meningkatnya tanggung jawab kita bisa menjadi pemicu timbulnya rasa sedih serta emosi negatif lainnya. Terlalu banyak hal yang harus kita pikirkan, terlalu banyak hal yang mesti kita jaga dan terlalu banyak hal yang menuntut kita untuk menjadi “normal” dan terlihat baik-baik saja. Namun kembali lagi, kita sebagai manusia memiliki peran untuk mengelola emosi kita dengan baik, entah itu emosi negatif dan emosi positif. 

    Menjadi manusia seutuhnya tidak diartikan dengan menyingkirkan emosi-emosi negatif yang muncul. Justru dengan adanya emosi tersebut kita belajar untuk meresapi bahwa kita adalah manusia biasa yang tidak hanya bisa merasakan emosi positif saja, dan hal tersebut bukanlah sebuah keburukan yang harus ditutupi.

  3. Menyikapi Emosi Negatif dengan Memberikan Umpan Balik Positif

    Emosi negatif biasanya sulit diekspresikan karena kita terbiasa untuk melenyapkannya atau merasa takut maupun malu terhadap emosi negatif yang cenderung dianggap sebuah kekurangan. Memberikan sebuah umpan balik yang positif untuk diri sendiri maupun orang lain bisa menjadi salah satu cara untuk mengekspresikan emosi negatif yang muncul.

    Perlu diingat bahwa emosi yang hadir dalam diri kita bukan hanya sebagai bentuk bagaimana kita merasakan sebuah emosi, tapi juga bagaimana kita mengalami sebuah pengalaman suatu emosi serta memberikan nilai atau makna terhadap segala hal yang terjadi dalam kehidupan kita.

***

Tidak ada salahnya untuk merasa sedih, marah, kecewa, takut maupun malu. Emosi-emosi yang kita kira membawa dampak buruk bagi kita bisa jadi merupakan tanda bahwa ada yang belum selesai dalam diri kita. Kita masih menyimpan isu-isu lama yang belum kita tuntaskan sehingga muncul emosi-emosi yang kita anggap negatif. Yang kita perlu lakukan adalah mengelola emosi-emosi tersebut hingga kita bisa menerimanya dan melepaskannya dengan baik.

Mari pikirkan kembali apakah kita sudah mengelola emosi kita dengan baik? Apakah emosi-emosi yang selama ini muncul telah kita terima dan lepaskan? Apakah emosi-emosi yang kita kira negatif memang benar-benar negatif? Apakah anggapan itu memang benar atau kah sebenanrnya kita takut menghadapi diri kita sendiri?

Kartika Dewi

I = Movement ≠ Moment. Kartika dapat dihubungi melalui e-mail kartikadewi319@gmail.com atau kunjungi akun instagramnya @fromkeydee

Previous
Previous

CURHAT: Saya Takut Memiliki Anak Karena Saya Tidak Ingin Menyakitinya Seperti Ibu Saya Menyakiti Diri Saya

Next
Next

CURHAT : Saya Selalu Merasa Tidak Cukup Baik untuk Bisa Berteman dengan Orang Lain