Menjadi Mudah Marah Kepada Orang atau Benda di Sekitar, Kenapa ya?

unsplash-image-BxHnbYyNfTg.jpg

“Saya tidak marah, saya hanya menggunakan meja ini untuk menggantikan kemarahan saya”

Anda mungkin pernah mengalami hal serupa:

Pada pagi hari, A dimarahi oleh dosen killer karena tugas yang ia kerjakan hasilnya sangat buruk, padahal ia sudah mengerjakannya semaksimal mungkin. Sepulang kuliah, A merasa menjadi sangat mudah marah kepada anggota keluarganya, padahal biasanya A jarang marah. Entah mengapa, ketika adiknya A meminta sedikit bantuan mengenai PR di sekolah seperti biasanya kepadanya, rasanya sangat mengesalkan. Si adik kemudian menanyakan apa yang salah, namun A juga merasa bingung karena hanya perasaan kesal saja yang dirasakan. Dan jika dipikir-pikir, adiknya sudah biasa meminta bantuan tersebut, namun biasanya A tidak marah/kesal.

Mengapa demikian?

Menurut Freud (seorang tokoh psikologi bidang psikoanalisis), seringkali keinginan atau dorongan dalam diri individu berlawanan dengan norma-norma, peraturan, maupun budaya. Hal tersebut dapat memunculkan defense mechanism atau mekanisme pertahanan diri. Defense mechanism biasanya digunakan individu untuk melindungi diri dari perasaan cemas atau bersalah, yang seringkali muncul akibat adanya keinginan dalam diri yang tidak sesuai dengan norma, budaya, atau peraturan yang berlaku. Terdapat beberapa jenis defense mechanism, salah satunya yang akan dibahas pada artikel ini yaitu displacement.

Apa itu displacement?

Displacement adalah pengalihan keinginan/dorongan yang tidak dapat diterima (biasanya berupa perilaku agresif) kepada individu atau objek lain yang tidak ada hubungannya dan lebih ‘lemah’, sehingga dorongan yang asli menjadi tersamarkan.

Pada ilustrasi di atas, A sebenarnya merasa kesal dan ingin membentak kepada dosen tersebut karena tugas yang telah ia kerjakan semaksimal mungkin, justru mendapatkan umpan balik yang negatif. Namun dalam hal ini, A tidak dapat mengungkapkan kemarahannya kepada dosen tersebut karena beliau termasuk dosen killer dan membentak dosen merupakan perilaku yang tidak sopan, bahkan dapat menyebabkan dirinya tidak lulus mata kuliah tersebut. Maka dari itu, rasa kesal ini ia pendam saja dan dilampiaskan kepada sang adik ketika di rumah.

Pemilihan “kambing hitam” sebagai pelampiasan emosi negatif (kemarahan) ini biasanya ditujukan kepada individu/hewan/objek yang dirasa tidak berdaya atau lebih lemah darinya. Pada kasus di atas, A mengalihkan kemarahannya kepada sang adik karena ia merasa adiknya tidak akan berani untuk melawan dirinya. Contoh lain yang biasanya dijadikan pelampiasan, yaitu istri, anak, hewan peliharaan,  pintu (membanting pintu), melempar/menghancurkan barang.

Yuk, kita lihat contoh lainnya:

Kemarin, B putus dengan sang kekasih karena disangka berselingkuh. Ia sudah berusaha menjelaskan kepada kekasihnya tersebut bahwa hal tersebut tidaklah benar. Akan tetapi, kekasih B tersebut tetap tidak percaya dan malah membentaknya. Melihat respon dari kekasihnya tersebut, B merasa kesal sekaligus kecewa, sehingga ia memutuskan hubungan mereka. Kejadian ini menyebabkan B menjadi individu yang mudah marah terhadap teman-teman dan adiknya, serta ia juga merobek-robek beberapa foto kenangan mereka berdua.

Singkatnya, pada kasus di atas, B mengalihkan emosi negatifnya kepada adik, teman, dan foto kenangan mereka. Dengan melakukan hal tersebut, perasaan B dapat sedikit lebih tenang karena emosinya sudah tersalurkan, meskipun tidak langsung kepada penyebab utama, yaitu kekasihnya.

Namun, perlu diingat bahwa hal yang dialihkan ini tidak hanya yang berkaitan dengan emosi negatif saja, loh! Stres, kecemasan, maupun fobia juga dapat dialihkan demi tercapainya kesejahteraan individu (secara emosional).

Displacement ini mudah dan umum (wajar) dilakukan oleh individu untuk menghilangkan stres dan rasa bersalahnya. Akan tetapi, menjadi tidak wajar jika individu menggunakan displacement ini secara terus-menerus. Misalnya ia tidak pernah berani untuk mengungkapkan emosi negatifnya, bahkan kepada teman sendiri dan lebih memilih untuk mengalihkan emosi negatif tersebut kepada hewan peliharaan. Jika hal ini terjadi, ia akan menjadi individu yang terkesan tidak berdaya dan dianggap sebelah mata oleh lingkungannya.

Sekarang, sudah lebih mengerti ‘kan, apa itu displacement? Ingat, jangan lakukan displacement secara terus-menerus, ya!

—-

Sumber data tulisan:

1 Lebih lengkapnya dapat dibaca pada artikel Defense Mechanism (http://www.simplypsychology.org/defense-mechanisms.html)

2 Feist, Jess & Gregory J. Feist. (2008). Theories of Personality, Seventh edition. New York:        McGraw-Hill.

3 Lebih lengkapnya dapat dibaca pada artikel Displacement (http://changingminds.org/explanations/behaviors/coping/displacement.htm)

Sumber lain:

Displacement-defense mechanism (https://www.youtube.com/watch?v=WMWNNJNT–I)

Jesslyn Antoinette Justine

Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Previous
Previous

Ketahui Dampak dan Cara Menghadapi Anak yang Mengalami Trauma Pelecehan Seksual

Next
Next

Fiksasi : Ketika Perkembangan Emosional Tidak Terpenuhi dengan Baik