CURHAT: Saya Terjebak dalam Hubungan yang Membuat Saya Gagal Menjaga Kehormatan Sebagai Perempuan. Apa yang Harus Saya Lakukan?

Curhat

Saya adalah seorang mahasiswi yang sedang menempuh studi di sebuah perguruan tinggi di Jawa Barat. Saya tinggal di sebuah kamar kos yang tidak jauh dari kampus. Awalnya, saya menjalin hubungan dengan seorang laki-laki yang kebetulan menjadi pacar pertama saya waktu itu. Laki-laki itu adalah kakak tingkat saya di kampus. Jarak usia kami berdua adalah 5 tahun, saya berumur 19 tahun dan pacar saya berumur 24 tahun. Selama 1 tahun saya menjalin hubungan dengannya, saya merasa  tertekan karena kepribadian dan sikapnya yang sangat acuh, cuek dan pecicilan. Namun, terlepas dari itu semua, pacar saya sangat menjaga kehormatan saya sebagai perempuan.

Cerita hidup saya menjadi berubah drastis ketika hubungan kami berdua sangat renggang dan tidak harmonis. Ketika itu, datanglah seorang laki-laki lain dalam hidup saya yang awalnya menghubungi saya lewat facebook. Laki-laki baru ini meninggalkan pesan di facebook yang kemudian baru saya ketahui bahwa dia adalah tetangga satu desa di kampung halaman saya. Saya merasa ada kedekatan diantara kami. Dari situ, saya mulai intens berhubungan via pesan WA dengan lelaki baru itu. Ditambah lagi, hubungan saya dengan pacar sedang renggang, maka hubungan baru ini terasa sangat menenangkan dan membahagiakan bagi saya ketika itu. Lelaki itu bercerita banyak sekali tentang dia, kehidupannya, keluarganya, hingga membuat saya merasa tertarik dengannya dan begitu pula sebaliknya. Akhirnya, sayapun merasa nyaman untuk menceritakan kisah percintaan saya dengan pacar saya yang kurang harmonis, hingga lelaki itupun menyarankan saya untuk putus. Dan singkat cerita sayapun akhirnya memutuskan pacar saya walaupun pacar saya tidak setuju dengan keputusan tersebut. Saya hanya berpikir simpel waktu itu, karena sudah cukup lelah dengan hubungan yang tidak harmonis, saya merasa sudah cukup. Mungkin karena perbedaan usia antara saya dan pacar saya yang terpaut jauh sehingga pemikiran kamipun akhirnya berbeda. Pacar saya (mungkin) punya rencana menikah sementara target saya untuk menikah masih jauh.

Setelah saya memutuskan hubungan dengan pacar saya, akhirnya saya dengan lelaki yang baru berencana untuk bertemu. Dia berjanji untuk datang ke kosan saya. Waktu itu kami berdua terpaut jarak yang cukup jauh karena saya dan lelaki itu tinggal di kota yang berbeda di Jawa Barat. Perjalanan yang ditempuhnya cukup jauh sehingga ketika ia sampai dikosan saya, dia meminta ijin untuk numpang mandi dan beristirahat di kamar saya. Waktu itu saya mengiyakan saja kemauannya, hingga saya diminta untuk menemaninya beristirahat. Namun, bodohnya saya membiarkan dia melakukan hal-hal yang tidak seharusnya dilakukan pada tubuh saya. Awalnya saya menolak karena saya tidak nyaman, tetapi dia terus saja memaksa saya. Saya benar-benar merasa bodoh.

Kami berdua tinggal di kota yang berbeda sehingga kami banyak menghabiskan waktu untuk ngobrol via teks maupun sambungan telpon. Dari situ, pelan-pelan dia mengajak saya untuk melakukan hubungan suami istri. Alasannya karena ketika dua orang sudah melakukan hubungan suami istri maka, keduanya memiliki ikatan yang kuat dan sama-sama bertanggung jawab terhadap hubungan ini. Dia akan bertanggung jawab untuk menikahi saya kelak, dan saya bertanggung jawab untuk menjaga hubungan ini sampai saat menikah nanti. Intinya adalah ketika sudah berhubungan maka tidak ada lagi kata putus, begitu katanya. Saya tetap saja tidak setuju dengan perkataan dan pernyataannya tersebut. Saya terus saja menolak. Saya sudah menginjak usia 20 tahun waktu itu dan pasangan saya memasuki usia 24 tahun. Saya merasa setiap hari obrolan kami berdua mengarah ke ajakan untuk berhubungan suami istri. Namun, lagi-lagi saya tetap menolaknya hingga pada suatu hari di pertemuan kedua kami, hal itu terjadi. Dia mengantarkan saya pulang ke kos setelah kami makan berdua. Waktu itu hujan lebat dan listrik mati. Disitulah hal itu terjadi. Kami melakukan hubungan suami istri pertama kalinya, walaupun awalnya saya sangat menolak ajakannya itu, tapi akhirnya kami melakukannya lagi dan lagi setiap kali ia datang ke kos saya. Hal itu terjadi hingga hubungan kami berjalan selama 6 bulan. Setelah itu, dia mulai sering membicarakan pernikahan. Saya sudah mengatakan bahwa saya belum terpikir untuk menikah karena saya merasa saya belum siap. Saya masih harus menyelesaikan kuliah, untuk itu saya menolak ajakannya untuk menikah. Namun, saya takut penolakan saya ini menjadi pemicu dia meninggalkan saya. Saya takut apabila keinginannya menikah tidak saya penuhi maka ia akan meninggalkan saya yang sudah tidak perawan ini dan menikah dengan orang lain yang telah siap. Ditambah lagi, sikapnya yang mulai berubah menjadi lebih keras dan seringkali merendahkan saya membuat saya semakin tertekan. Tidak jarang perkataannya melukai hati saya, tetapi lagi-lagi saya hanya bisa diam, mengalah dan hanya menangis sendiri meratapi kebodohan ini. Saya lelah dan ingin pergi, akan tetapi saya tidak bisa karena saya sudah hina dan tidak pantas untuk laki-laki lain.

Saya sangat menyesal terlebih ketika saya mengingat kenangan saya meninggalkan pacar pertama saya dulu. Saya menyesal telah memutuskannya dan terkadang saya ingin kembali lagi bersamanya, tapi apa daya semua sudah tidak sama lagi. Kembali dengannya adalah hal yang mustahil walaupun sampai sekarang dia masih sering menghubungi saya lewat media sosial. Namun, saya merasa sudah tidak pantas lagi dengannya karena saya sudah tidak lagi perawan. Disatu sisi, saya sudah tidak sanggup lagi menjalani hubungan dengan pacar saya yang sekarang. Saya kerap diperlakukan tidak baik dan direndahkan olehnya. Saya benar-benar merasa tertekan. Ditambah lagi, ajakannya untuk segera menikah padahal saya belum siap untuk menikah menambah tekanan batin bagi saya setiap harinya. Saya merasa terjebak dalam hubungan ini dan saya amat menyesal sudah melakukan hal yang tidak seharusnya saya lakukan. Apa yang harus saya lakukan?

Gambaran: Perempuan, 20 Tahun, Mahasiswi


Jawaban Pijar Psikologi

Terima kasih atas kepercayaanmu untuk bercerita di Pijar Psikologi. Semoga ketika membaca ini, kamu dalam keadaan dan perasaan yang jauh lebih baik.

Kami sangat memahami perasaan yang kamu rasakan saat ini. Sepertinya kamu tengah dihadapkan pada kebingungan akan hubunganmu dengan pasangan. Ketakutan akan ditinggalkan, penyesalan atas apa yang sudah terjadi, dan komunikasi yang buruk nampaknya membuat kamu merasa sedih, kecewa, dan tertekan. Rasa takut akan ditinggalkan pasangan sepertinya bukan hal yang mudah untuk diabaikan begitu saja, apalagi dalam hubungan tersebut banyak hal yang sudah dilalui bersama. Ditambah lagi, saat ini sikap dan komunikasi dalam hubungan yang kamu jalani tidak hangat seperti sebelumnya. Kamu tentu telah berusaha untuk menjalani kehidupanmu seperti biasanya, tetapi nampaknya permasalahan yang kamu alami telah menguras emosi, pikiran, dan energimu. Kami memahami kondisi dan perasaan yang kamu rasakan. Sungguh tidak mudah untuk melewati ini semua.

Terlepas dari semua hal yang terjadi padamu, kami ingin mengapresiasi usahamu mencari bantuan di Pijar Psikologi dengan mencoba terbuka terhadap masalah yang sedang kamu hadapi saat ini. Hal ini menunjukkan bahwa kamu telah menyadari bahwa masalah ini sudah mengganggu keseharianmu dan butuh untuk diselesaikan. Kamu sungguh hebat karena mampu menyadari hal tersebut, sementara masih banyak orang diluar sana yang memilih untuk menyimpan masalah, bahkan membiarkan dirinya berjuang seorang diri untuk menyelesaikan masalahnya. Kesadaran dan usaha yang kamu tunjukkan saat ini membuktikan bahwa kamu tidak ingin terus terjebak dalam ketidaknyamanan ini dan ingin menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Kami sangat mengapresiasi usahamu untuk memahami dan mengalah dengan sikap pasangan yang mungkin sebenarnya membuatmu merasa tidak nyaman. Kami mengerti bahwa semua itu kamu lakukan semata-mata untuk mempertahankan hubungan tersebut.

Menerima Diri Seutuhnya Adalah Cara untuk Berdamai dengan Diri Sendiri

Tidak ada satupun manusia yang tidak memiliki masalah di dunia ini. Namun, kenyataannya kita seringkali menyalahkan diri atas masalah yang tengah dihadapi. Tidak ada satupun manusia yang tidak pernah melakukan kesalahan, tetapi kenyataannya kita seringkali menyalahkan diri atas kesalahan yang telah kita lakukan. Pada prinsipnya, tidak ada satupun manusia yang tidak memiliki kekurangan. Kenyataannya, kita seringkali menyalahkan diri atas kekurangan yang dimiliki. Betapa lelahnya berkutat dalam pola seperti itu.

Kita tahu jelas tentang ketidaksempurnaan yang dimiliki pada setiap orang. Akan tetapi, kita terus saja sibuk menyalahkan diri sendiri hingga terkadang lupa menerima ketidaksempurnaan yang sudah lama ada dalam diri. Kita terkadang lupa untuk merangkul ketidaksempurnaan tersebut sebagai bagian dari diri kita. Kita terkadang lupa bahwa dibalik ketidaksempurnaan yang kita miliki tersimpan kelebihan dan kebaikan yang mungkin tidak dimiliki oleh orang lain. Terkadang, kita pun lupa untuk menerima kelebihan dan kebaikan yang ada pada diri. Terlebih, beberapa orang justru salah mengartikan kelebihan dan kebaikan tersebut sebagai kekurangan. Maka dalam kesempatan ini, kami ingin mengajakmu untuk belajar menerima semua hal yang terjadi pada diri tanpa membandingkannya dengan orang lain. 

Baca juga: Sudahkan Anda Menerima Diri Anda di sini.  

Memaafkan Diri Sendiri Sebagai Awal Kebahagiaan

Ada kalanya kita terlalu sibuk menyalahkan diri hingga tanpa sadar membuat kita larut dalam kekecewaan dan rasa bersalah. Padahal, terus-menerus berada dalam kondisi seperti ini dapat semakin membuat kita terjebak dalam perasaan tertekan dan tidak nyaman. Bukanlah suatu kesalahan apabila kita kecewa dan merasa bersalah pada diri sendiri. Namun, hal tersebut dapat menjadi pelajaran berharga untuk kita semakin bertumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Hanya saja, kita seringkali lupa akan pentingnya memaafkan kesalahan, kekurangan dan masalah yang terjadi dalam hidup. Padahal, memaafkan diri bisa menjadi salah satu cara untuk membuka ruang bahagia bagi diri sendiri. Memaafkan membantu kita menerima dan berpikir lebih baik untuk melanjutkan hidup dengan perasaan yang lebih positif, tentang diri sendiri maupun orang lain. ​

Baca juga: Mengobati Luka Batin dengan Memaafkan Diri Sendiri di sini.

Hal yang ingin kami tegaskan pada penjelasan sebelumnya adalah tentang bagaimana kita memperlakukan diri terlebih dahulu saat berbagai masalah datang.Kita seringkali berpikir tentang ketakutan, kekurangan, dan kesalahan masa lalu yang pernah dilakukan dan cenderung terfokus pada hal-hal negatif yang ada dalam diri. Hal ini menyebabkan kita tidak berani melangkah maju. Ketakutan, kekurangan, dan kesalahan yang ada pada diri bukan berarti membuat diri kita tidak berharga. Sebelum orang lain mampu menghargai kita, penting bagi kita untuk lebih dulu menghargai diri sendiri bukan? Maka dari itu, mulailah dengan belajar menerima apapun yang terjadi dalam hidup kita. Menerima segala perasaan yang dirasakan, menjadikannya pelajaran hidup untuk menjadi pribadi yang lebih baik, lalu berdamai dengan cara memaafkan semua hal.

Apa yang kamu pikirkan tentang dirimu itu jauh lebih penting daripada apa yang orang pikirkan tentangmu” – Marcus Annaus Seneca.

Berkaitan tentang hubungan dengan pasangan yang sepertinya berjalan kurang baik, mungkin evaluasi bersama menjadi salah satu langkah yang bisa dipertimbangkan. Beberapa pertanyaan di bawah ini bersifat reflektif untuk membangun suasana evaluasi diri lebih efektif. Kamu boleh mencoba atau mengembangkan pertanyaan tersebut sesuai kebutuhanmu.

Apakah hubungan seperti ini yang saya harapkan?​

Jika tidak, hubungan seperti apa yang sebenarnya saya harapkan?

“Apa yang bisa saya lakukan untuk memperbaiki hubungan saya?

Mari saling memahami bahwa tugas ‘merubah’ seseorang itu bukan hal yang mudah. Kita tahu bahwa tidak bijak jika terus memaksakan diri untuk membuat orang lain berubah sementara orang tersebut tidak menginginkannya. Hal yang mungkin lebih bisa dijangkau adalah diri kita sendiri. Kita sangat mungkin untuk mempelajari perilaku-perilaku, pikiran, atau perasaan baru sehingga perubahan dapat terjadi.

Salah satu hal yang bisa kita ubah dari diri kita adalah tentang bagaimana penerimaan kita terhadap pasangan. Seperti yang sudah kita pahami bahwa kita memiliki ketidaksempurnaan, begitu pula halnya dengan orang lain. Namun baik diri kita ataupun orang lain tentunya memiliki kelebihan atau sisi positif yang mungkin tidak dimiliki orang lain. Sama halnya dengan bagaimana kita belajar menerima diri, begitu pula kita belajar menerima orang lain termasuk pasangan. Ada perlakuan dari pasangan seperti perkataan yang sering membuat sakit hati, sikap keras dan perlakuannya yang cenderung merendahkan, mungkin membuat kamu merasa tidak nyaman dan terasa sulit untuk kamu ubah. Namun, pertanyaan yang kemudian timbul adalah, “Apakah aku bisa menerima sikap atau perlakuan itu dari pasanganku? Apa yang akan aku lakukan jika memutuskan untuk menerimanya?” Bisa jadi, momen-momen ini justru memberikanmu kesempatan untuk lebih mengenal dan memahami pasanganmu. Dalam kesempatan ini kamu akan mendapat gambaran tentang sikap-sikap pasangan yang selama ini mungkin belum banyak kamu ketahui, baik positif maupun negatifnya.

Banyak hal tentu akan kita dapatkan ketika kita mulai merefleksikan diri dan belajar memahami diri sendiri juga orang lain. Ketika pemahamanmu semakin mendalam bisa jadi akan menambah penerimaanmu terhadap sikap-sikap yang dimiliki pasangan. Jika kamu masih merasa ragu dengan apa yang kamu rasakan, mungkin kamu dapat menanyakan hal ini kepada dirimu… “Apakah sikap pasangan yang seperti ini masih bisa aku toleransi?, Bagaimana ya caraku untuk menghadapi perlakuannya yang tidak mudah aku terima?

Kamu tentu diperbolehkan untuk mengembangkan pertanyaan-pertanyaan reflektif tersebut sesuai dengan kebutuhanmu. Kami berharap pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat membantumu mengambil sebuah keputusan, karena sesungguhnya kamu yang lebih mengetahui apa yang kamu inginkan dari hubunganmu dengan pasangan.

Apabila kamu merasa dapat menerima dan bertahan dari sifat atau sikap yang ada pada pasanganmu, maka mungkin saatnya kamu mencari cara untuk memperbaiki hubunganmu dan pasangan. Namun, apabila kamu merasa tidak dapat menerima dan bertahan dari sifat atau sikap yang ada pada pasanganmu, maka mungkin kamu bisa memikirkan penyelesaian lain untuk hubunganmu.

Baca juga: Toxic Relationship: Ketika Sebuah Hubungan Tidak Lagi Menghubungkan di sini.

Satu hal yang perlu diingat, apapun keputusan yang kamu ambil tentu memiliki konsekuensi-konsekuensi yang harus dihadapi. Untuk itu, ketika nanti kamu mengambil sebuah keputusan, usahakan untuk memandang jauh atas konsekuensi yang akan kamu hadapi setelahnya. Konsekuensi tersebut bukan untuk membuatmu takut melangkah dari pilihan yang kamu ambil, tetapi menjadikanmu lebih kuat dan siap dengan apapun pilihan tersebut. Sekali lagi, pilihan bertahan atau berpisah kembali ada pada dirimu. Dirimulah yang lebih tahu apa yang menjadi keinginanmu. ​

Baca juga: Unconditional Love: Tentang Mencintai Tanpa Karena di sini.

Berkaitan dengan konsekuensi dari sebuah keputusan, nampaknya kamu sudah mulai memikirkannya. Ada rasa takut yang kamu rasakan saat kamu berpisah dengan pasangan. Kami sangat memahami posisimu sebagai wanita. Namun satu hal yang perlu kami tekankan adalah terus percaya dan yakinlah bahwa kamu tetap berharga. Kamu berhak melanjutkan hidup dan menggapai cita-citamu. Kamu tentu memiliki kemampuan dan cita-cita besar yang ingin kamu wujudkan. Cita-cita besarmu bisa terwujud apabila kamu membebaskan diri dari ketakutan yang ada. Tidak perlu terburu-buru untuk membebaskan diri, kami tahu itu proses yang tidak mudah. Pelan-pelan carilah alternatif pikiran positif tentang dirimu untuk menghadapi ketakutan yang ada. Hal sederhana yang dapat dilakukan adalah menulis sebanyak mungkin potensi atau hal positif apa yang ada pada dirimu dan bisa dikembangkan. Dengan begitu, kamu akan menumbuhkan pikiran positif tentang dirimu yang mungkin selama ini tersisihkan dengan ketakutanmu. Tanamkan pada diri untuk tetap selektif pada pikiran-pikiran yang muncul dan memberi prioritas pada pikiran yang dapat membuat perasaanmu lebih tenang dan nyaman. Dengan begitu, kamu lebih mudah memfokuskan diri untuk mengembangkan potensi demi mewujudkan cita-citamu.

Hal di atas bukanlah hal yang mudah dilakukan, tetapi bukan tidak mungkin juga untuk dilakukan. Hanya saja perlu kesabaran, waktu, dan usaha agar pada akhirnya semua berjalan lebih baik lagi. Saya percaya bahwa setiap orang memiliki kemampuan untuk bertumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Begitu pula denganmu. Kami percaya bahwa kamu adalah pribadi yang hebat dan mampu bertumbuh menjadi pribadi yang luar biasa.

Semoga apa yang telah kami sampaikan dapat bermanfaat. Tetap semangat dan teruslah yakin dengan kemampuan yang kamu miliki ya!

 

Terima kasih telah berbagi.

Salam,

Pijar Psikologi

Pijar Psikologi

Pijar Psikologi adalah media non-profit yang menyediakan informasi kesehatan mental di Indonesia.

Previous
Previous

Benarkah Bullying Merugikan Bagi Korban dan Pelaku?

Next
Next

CURHAT: Saya Ingin Resign dari Pekerjaan Karena Berkonflik dengan Rekan Kerja Hingga Membuat Saya Tertekan