Cinta tanpa Syarat untuk Individu dengan Down Syndrome

When you focus on someone’s disability you’ll overlook their abilities, beauty and uniqueness. Once you learn to accept and love them for who they are, you subconsciously learn to love yourself unconditionally.”

– Yvonne Pierre, The Day My Soul Cried: A Memoir.

Tiap individu dilahirkan ke dunia ini dengan membawa keistimewaan masing-masing. Demikian pula dengan orang-orang yang mengalami Down syndrome. Sejatinya, merekapun berhak atas masa depan yang cerah. Sebagian orang melabel  individu dengan Down syndrome sebagai orang yang bodoh atau kurang cerdas. Faktanya mereka juga dapat memiliki kemampuan yang istimewa dalam bidang-bidang tertentu seperti menggambar, menyanyi, bermain musik, dan sebagainya. Lalu, apakah sebenarnya Down syndrome itu?

Pada mulanya, Down syndrome disebut sebagai gangguan idiotic, yaitu gangguan yang berhubungan dengan kecerdasan seseorang.

Sekitar tahun 1866, John Langdon Down melakukan penelitian mengenai gangguan perkembangan tersebut secara lebih spesifik. Ia menggunakan istilah “Mongolism” untuk menjabarkan secara lebih lanjut. Seiring berjalannya waktu, istilah “Mongolism”  lebih dikenal dengan sebutan Down syndrome1.

Down syndrome terjadi karena adanya tambahan kromosom ke-21 atau trisomi 21 yang berdampak pada terhambatnya perkembangan fisik dan intelektual seseorang2. Dilihat dari penyebabnya secara genetis, terdapat tiga jenis Down syndrome: Trisomi 21, Down syndrome Translocation, dan Down syndrome Mosaic3. Perbedaan diantara ketiganya tidak terlihat secara fisik karena terjadi di dalam sel-sel tubuh.

Sekitar tahun 1983, usia harapan hidup bagi orang dengan Down syndrome hanya sampai 20 tahun. Namun saat ini, mereka bisa bertahan hidup hingga usia ke-604.  Selain itu, seseorang yang mengalami gangguan ini berisiko tinggi memiliki kelainan jantung, masalah pencernaan, gangguan pendengaran, dan kanker darah (leukemia). Beberapa bukti juga menunjukkan bahwa individu Down syndrome akan lebih rentan terhadap penyakit alzheimer, yaitu penyakit degeneratif otak yang menyebabkan hilangnya memori, penilaian, dan kemampuan untuk berfungsi secara bertahap5.

Rasio kemunculan Down syndrome yaitu satu dari 830 orang bayi yang baru lahir6

Umumnya, perempuan yang berusia antara 16 hingga 34 tahun akan memiliki kemungkinan lebih kecil untuk melahirkan anak dengan Down syndrome dibandingkan dengan perempuan yang lebih muda atau lebih tua7. Namun tak perlu risau, saat ini telah tersedia tes yang bisa mendiagnosis Down syndrome sejak dalam kandungan. Salah satunya adalah tes darah Ibu untuk mengetahui tingkat Alpha Fetoprotein (AFP), human Chrionic Gonadotropin (hCG), dan Unconjugated Estriol (uE3). Kadar yang tidak normal dari cairan darah tersebut  dianggap bisa memprediksi Down syndrome. Sementara itu, diagnosis lebih lanjut dapat dilakukan dengan amniocentesis dan analisis kromosom janin yang secara langsung dapat memeriksa keadaan kromosom dari janin8.

Bagaimana cara mengenali individu dengan Down syndrome?

Selain beberapa karakteristik biologis yang kasat mata, seseorang dengan  Down syndrome  memiliki beberapa karakteristik fisik. Mereka dapat kita kenali melalui beberapa hal berikut :

  • Wajah yang terlihat pipih, terutama bagian hidung.

  • Mata berbentuk miring ke atas dengan ukuran seperti kacang Almond.

  • Memiliki leher yang pendek.

  • Ukuran telinga kecil.

  • Lidah yang cenderung keluar dari mulut.

  • Bintik-bintik putih kecil pada iris (bagian berwarna) dari mata.

  • Memiliki tangan dan kaki yang kecil.

  • Ada lipatan di telapak tangan.

  • Jari kelingking kecil yang kadang-kadang melengkung ke arah ibu jari.

  • Otot dan sendi yang longgar.

  • Tubuhnya lebih pendek dibandingkan orang-orang seusianya.

Down syndrome merupakan salah satu penyebab dari retardasi mental9

Secara khusus, Down syndrome sering disebut se­bagai retardasi mental organis. Pada awal dikenalnya gangguan ini, orang-orang masih menganggap Down syndrome sebagai suatu penyakit yang harus segera disembuhkan. Ketika mengetahui ada orang terdekat yang memiliki ciri-ciri Down syndrome, mereka akan membawanya ke Asylum atau rumah sakit agar mendapat penanganan khusus11.  Pada perkembangannya, individu dengan  Down syndrome lebih diberi kesempatan untuk belajar. Mereka diajari keterampilan teknis dan hasilnya mereka mampu bekerja dengan baik.  Oleh karena itu, pendidikan bagi individu dengan Down syndrome berfokus pada pelatihan untuk membuat mereka lebih mandiri, produktif, dan bisa berperan dalam keluarga dan masyarakat pada umumnya12.

Seringkali, mengetahui kenyataan bahwa orang terdekat kita mengalami Down syndrome adalah hal paling sulit untuk diterima. Sebagaimana manusia pada umumnya, individu dengan Down syndrome memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan dan kasih sayang. Orang-orang dengan Down syndrome juga memiliki hak untuk mencapai potensi terbaik mereka, sama seperti yang lainnya. Salah satu cara terbaik untuk membantu  adalah dengan memberikan cinta tanpa syarat apapun bagi mereka. Pemahaman yang menyeluruh mengenai Down syndrome  dan identifikasi potensi juga diperlukan untuk membantu mereka mengembangkan diri. Jadi, sudahkah anda mengenali seluk-beluk  Down syndrome secara lebih dekat?


Sumber data tulisan

 1&11 Wright, D. (2011). DOWNS, The History of Disability. New York: Oxford University Press.

2 Diambil dari website resmi Ikatan Sindroma Down Indonesia (ISDI). http://www.isdi-online.org/en/information/about-down-syndrome.html

3&9  Dipublikasikan oleh Center for Disease Control and Prevention pada Oktober 2014. http://www.cdc.gov/ncbddd/birthdefects/DownSyndrome.html

4 Seperti yang dipublikasi dalam website National Down Syndrome Society (NDSS) pada 2012.  http://www.ndss.org/Down-Syndrome/Down-Syndrome-Facts/

5 Parker, J. N., & Parker, P. M. (2007). Down Syndrome: A Bibliography and Dictionary for Physicians, Patients, and Genome Researchers. San Diego: ICON Group International, Inc.

6 Seperti yang ditulis pada halaman Genetics Home Reference pada Juni 2012. http://ghr.nlm.nih.gov/condition/down-syndrome

7 Santrock, J. W. (2012). A Topical Approach to Life Span Development. New York: Mc Graw Hill.

8 Gould, D. J. (2008). Down Syndrome. In S. J. Loue, & M. Sajatovic, Encyclopedia of Aging and Public Health (pp. 292-293). Springer US.

10 Slavin, R. E. (2011). Educational Psychology: Theory and Practice, 10 Edition. New York: Pearson.

12 Diambil dari Website Down Syndrome Australia.  http://www.downsyndrome.org.au/what_is_down_syndrome.html

By: Nisrina Putri Utami

Image Header Credit: www.freelargeimage.com

Pijar Psikologi

Pijar Psikologi adalah media non-profit yang menyediakan informasi kesehatan mental di Indonesia.

Previous
Previous

Autisme dan Terapi Berkuda

Next
Next

Autisme: Malaikat Juga Tahu – Ketulusan Cinta Seorang Autis