Hati-hati Berkepribadian Ganda di Dunia Maya

“Di media sosial kita begitu senang ketika ada yang mengikuti (akun kita), tetapi nyatanya jika hal itu terjadi dunia, kita lari ketakutan”

Pernahkah Anda melihat orang yang sungguh jauh berbeda perilakunya antara dunia maya dan dunia nyata? Pernahkah pula, Anda melihat seseorang yang dalam dunia maya terlihat sangat cerewet dan terbuka. Tetapi, ketika di dunia nyata ia ternyata lebih pendiam daripada yang terlihat di dunia maya. Atau banyak orang yang terlihat agressif dan suka menyerang orang lain tetapi ia sebenarnya seorang yang pemalu pada sehari-harinya.

Fenomena ini sejatinya semakin banyak kita temui dalam era digital seperti ini.

Dalam pembahasan psikologi internet, dikenal sebuah istilah disinhibition effect. Disinhibition effect merupakan yang menggambarkan ketidakmampuan seseorang dalam mengontrol (inhibit) perilaku, pikiran dan perasaan di dunia maya. Salah satu fakta yang sering kita temui adalah banyak orang yang berkomunikasi dengan cara-cara yang tidak biasa dilakukan secara offline. Contohnya adalah banyak orang lebih mudah memaki dan menghina di dunia maya daripada di dunia nyata, padahal jika di dunia nyata ia tidak berani mengungkapkan. Misal lainnya adalah kita banyak menemui orang yang terlihat cerewet di dunia maya tetapi pada kenyataanya ia bahkan tidak berani menyapa orang di sekitarnya.

Karakter lainnya yang lekat dengan fenomena adalah adanya kecenderungan untuk membuka diri ekstrim di dunia maya tetapi tidak di dunia nyata (self-disclosure). Selain itu, adanya pengungkapan emosi yang berlebihan dalam dunia maya tetapi tida pula dilakukan pada kehidupan nyatanya (self revelation).

Hm, mengapa bisa terjadi hal-hal yang demikian? Apa sebenarnya yang membuat orang-orang banyak menjadi ‘berbeda’. Hal ini kemudian menarik perhatian Suller, seorang ahli psikologi internet. Ia menyoroti enam alasan mengapa seseorang memperluas ekspresi emosi ketika sedang online:

1. Anonimitas

Benar, internet memberikan kesempatan untuk menjadi seseorang yang anonym alias tidak bernama. Anonimitas disini bukan berarti ia tidak memiliki nama dalam akun media sosial yang ia buat, tetapi sekalipun akun seseorang tersebut bernama namun ia mempunyai kesempatan untuk menjadi orang yang tidak dikenal. Bisa saja nama akunnya akan berbeda dengan mana asli di kehidupan sehari-harinya. Anonimitas yang disuguhkan didunia maya membuat orang lebih mudah menjadi seseorang yang berbeda. Kesempatan ini lah yang secara psikologis mendorong orang untuk menjadi orang lain.

2. Tidak terlihat (invisibility)

Selain kita bisa menjadi seseorang yang anonimus, di internet kita juga tidak perlu khawatir tentang bagaimana diri kita mengobrol secara online dengan orang lain. Sebab, dunia maya memberi kesempatan kepada kita untuk ‘tidak terlihat’ Anonimitas bisa jadi terlihat namun tidak diketahui siapa dan fitur internet tidak terlihat ini memberi celah lebih kepada seseorang untuk berperan menjadi orang lain kepribadian yang berbeda. Apalagi, dengan berbagai fitur internet yang mendukung. Contohnya anda pasti familiar dengan fitur incognito alias fitur tidak terlihat pada perangkat pencari (search engine) Google Anda. Hal ini juga dapat menyebabkan orang berani melakukan apa yang tidak berani ia lakukan di dunia nyata.

3. Asinkronisasi (asynchronicity)

Kemudian, fitur internet yang asinkron bermakna bahwa fitur internet bersifat tidak selalu terhubung. Contohnya adalah saat kita dapat mematikan internet kapan saja saat kita ingin (misal saat kita tidak ingin diganggu), padahal jika di kehidupan nyata kita tidak bisa lari begitu saja dari apa yang tidak kita sukai dan kebanyakan kita harus tetap menghadapinya. Selain contoh diatas, dapat pula fenomena dimana kita dapat langsung keluar dari chat atau grup yang kita tidak sukai pembicaraannya, sementara hal itu jarang bisa dilakukan saat bercakap-cakap secara langsung. Misal lainnya, jika kita ditegur melalui internet tinggal hapus saja atau blokir orang yang mengusik kenyamanan kita di dunia maya. Hal inilah yang disebut asinkron. Karena waktu dan tempat tidak selalu tersinkronisasi secara kontinyu sebagaimana di kehidupan nyata. Kita bisa lari kapan saja, dan memutuskan waktu kapan saja. Sehingga efeknya adalah terjadi banyak emotional hit and run (tabrak lari) yaitu setelah seseorang melakukan sesuatu di dunia ia kemudian meninggalkannya begitu saya.

4. Minimnya Tingkat Status dan Otoritas

Dalam dunia maya, status sosial dan otoritas terlihat sama. Tidak peduli apakah Anda seorang manajer perusahaan terkenal atau Anda hanya seorang murid SMP. Dalam internet semua berhak berbicara yang hal itu akan sangat sulit ditemui dalam dunia nyata. Apalagi jika dikombinasikan dengan berbagai faktor diatas, banyak orang yang dengan mudah saling berkomentar satu sama lain, jika kemudian terjadi konflik ia tinggal mengganti akunnya atau memblokir orang yang tidak ia sukai. Faktor ini pula yang membuat seseorang dapat berbeda saat di dunia maya dan di dunia nyata.

Tapi, tidak semua fitur internet yang cenderung membuat orang berbeda itu buruk. Fitur internet yang bersifat anonym, tidak terlihat dan minim akan status dan otoritas dapat bermanfaat pula bagi banyak orang jika digunakan secara tepat. Sebut saja, dengan fitur anonym dan tidak terlihat, orang dengan masalah psikologis yang berat dan terlihat memalukan di masyarakat dapat mulai melihat hal itu sebagai kesempatan untuk berkonsultasi tanpa harus malu dengan masyarakat.

Kesempatan yang sama di internet membuat siapapun dapat berbicara, menyuarakan pendapat-pendapatnya secara lebih mudah. Misalnya, seorang satpam di sebuah perusahaan secara structural sangat susah bertemu dengan atasannya. Tetapi melalui internet ia lebih mudah menyapa dan menyuarakan pendapatnya.

Jadi, dengan memahami fenomena tersebut mari menjadi orang yang lebih bijak dalam menggunakan internet.


Sumber Data Tulisan

Semua tulisan ini disarikan dari

Suler, J. (2004). CyberPsychology and Behavior, 7, Cambridge: University Press. 321-326

By: Fakhirah Inayaturrobbani

Sumber foto: http://www.isentia.co.id/assets/blog/resized-images/social-media/featured-five-things-to-consider-before-putting-together-a-social-media-campaign.jpg

Fakhirah Inayaturrobbani

Mahasiswa. Penulis. Peneliti. Pecinta hujan

Previous
Previous

“Love” di Instagram: Ketika Kuantitas menjadi Penyebab Kecemasan

Next
Next

Di Balik Pembuatan Media Sosial: Apakah Rela Menukarnya dengan Kesehatan Mental Anda?