Keamanan Facebook untuk Anak

“Kekuatan Media sosial adalah kemampuannya untuk mendorong perubahan-perubahan yang dibutuhkan.”

– Erik Qualman

Kalimat kutipan di atas benar adanya, bahwa seringkali melalui media sosial, perubahan-perubahan yang dibutuhkan oleh lingkungan atau masyarakat bisa terdorong realisasinya. Namun kemudian muncul pertanyaan, apakah media sosial tersebut aman untuk anak-anak?

Era digital masa kini membuat anak-anak terbiasa dengan gadget, alat komunikasi elektronik untuk pertukaran informasi. Kita juga melihat sudah banyak anak-anak di Indonesia yang telah memiliki media sosial sejak SD, bahkan TK. Sebaiknya, sebagai orang tua, kita terlebih dahulu mengenalkan komunikasi via internet seperti email, Facebook, Twitter, dan sebagainya pada anak-anak sebelum mereka mencari tahu sendiri atau mengenalnya dari orang lain. Karena apabila yang mengenalkan tentang media sosial, beserta fungsi, cara menggunakan, dan dampak bahanya adalah orang tuanya sendiri, maka orangtua bisa turut mengatur batasan-batasan mengenai sejauh mana anaknya dapat menggunakan media sosial tersebut.

Salah satu media sosial yang paling banyak digunakan anak-anak di Indonesia adalah Facebook. Tak jarang anak-anak yang masih TK sudah memiliki akun Facebook. Padahal Facebook sendiri menerapkan usia minimal 13 tahun bagi penggunanya. Psikolog Roslina Verauli membenarkan hal ini. Menurutnya, sebelum berusia 13 tahun, kemampuan berpikir anak tergolong konkret. “Konsep berpikir anak baru terbatas pada apa yang saat itu sedang terjadi dan terlihat di depan matanya. Ia belum memiliki kemampuan memadai untuk dapat memprediksi dampak dari tindakan yang dilakukannya. Lagipula, anak belum mampu diharapkan untuk bertanggung jawab sepenuhnya atas tindakan yang dilakukannya.”

Facebook, di satu sisi, bisa menjadi sarana bermain anak atau melatih mereka berelasi dan berkomunikasi di dunia maya. Namun, banyak sekali bahaya yang mengintai di balik Facebook. Telah banyak sekali diberitakan di televisi Indonesia tentang kejahatan yang banyak dilakukan melalui penggunaan Facebook. Pemalsuan identitas banyak terjadi disebabkan tidak adanya pengecekan yang sah, pemerkosaan oleh predator seksual dan pedofil, penculikan, terjadinya cyberbulliying atau penghinaan lewat dunia maya, dan kriminalitas lain yang banyak diakibatkan oleh penyalahangunaan Facebook, yaitu sebagai alat untuk melakukan kejahatan.

Berikut ini ialah beberapa kiat bagaimana membuat Facebook aman untuk anak utamanya untuk memninimalisir terjadinya kejahatan-kejahatan seperti di atas :

1.   Apabila anak Anda berusia di bawah 13 tahun, maka lebih baik ia menggunakan akun Facebook Anda daripada  membuatnya secara pribadi.

2.   Sangat baik apabila Anda berteman di Facebook atau menjadi follower (pengikut) dari semua akun media sosial miliknya. Hal ini akan membantu Anda untuk mengetahui apa saja kegiatan yang dilakukannya dan siapa saja teman-temannya di dunia maya.

3.   Ajarkan kepada anak untuk tidak memposting hal-hal pribadi yang terjadi dalam rumah Anda di Facebook, seperti masalah-masalah yang terjadi dalam rumah tangga Anda dan lainnya.

4.   Maksimalkan penggunaan privacy setting pada Facebook untuk membatasi apa saja dan siapa saja yang bisa melihat aktivitas anak Anda di Facebook. Anda dapat melakukannya melalui pilihan “private” dan “public” pada bagian setting.

5.   Beritahukan kepada anak bahwa password-nya hanya dirinya dan orangtua yang boleh mengetahuinya dan sifatnya sangat rahasia.

6.   Sebisa mungkin menghindari sfitur “check-in”. Facebook dan Twitter dilengkapi dengan fitur GPS yang membuat orang bisa mengetahui dimana lokasi kita berada. Beberapa media sosial lain yang berbasis aplikasi untuk bisa check in seperti di Foursquare, Koprol atau Path sebaiknya dihindari penggunaannya untuk anak. Sampaikan pada anak bahwa bahaya penguntitan atau penculikan anak bisa terjadi bila ia mengaktifkan fitur tersebut.

Mempunyai anak adalah suatu anugerah yang tak ternilai, mendidik, menjaga dan melindungi anak-anak kita menjadi konsekuensi logis dan tanggung jawab kita sebagai orang tua. Perlindungan tak terbatas dalam keseharian anak-anak tetapi dalam dunia maya pun sebaiknya kita tak melepaskan pelukan perlindungan kita untuk mereka.


 Sumber data tulisan (sertaan daftar pustaka atau footnote)

Journal of Cyberbullying, 2013

Sumber foto: http://www.jawapos.com

Nuurul Rahmawati

Mahasiswa Magister Profesi Psikologi Pendidikan UGM

Previous
Previous

Disconnect: Mengungkap Sisi Gelap Media Sosial

Next
Next

#TETOT: Menebar Kebahagiaan dengan Media Sosial