Mereka, Orang-orang dengan Skizofrenia yang Masih Terabaikan di Indonesia

Stigma terhadap gangguan jiwa merupakan momok dengan banyak wajah, dan komunitas medis memakai sejumlah wajah tersebut
— Elyn Saks

Selamat hari kesadaran skizofrenia internasional. Tanggal 24 Mei diperingati sebagai hari kesadaran skizofrenia di seluruh dunia. Lantas bagaimana keadaan masyarakat dengan gangguan skizofrenia di Indonesia? Skizofrenia sendiri merupakan gangguan mental yang mempengaruhi orang dalam berpikir, berperilaku dan merasakan. Mereka cukup kesulitan untuk membedakan antara halusinasi dan realita dan yang dihadapi. Mengintip keadaan masyarakat dengan skizofrenia di Indonesia, menurut data Organisasi Kesehatan Internasional (WHO) pada tahun 2016, terdapat sekitar 21 juta orang terkena gangguan skizofrenia.1

Di Indonesia berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013, jumlah penduduk dengan gangguan skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk.2 Secara nasional, saat ini diketahui jumlah orang dengan skizofrenia di Indonesia paling banyak terdapat di Aceh dan kedua terdapat di Yogyakarta sebagai kota dengan pencatatannya yang baik dan detail.3 Tentunya masih banyak daerah di Indonesia yang belum tercatat secara mendetail mengenai kondisi orang dengan skizofrenia di daerahnya. Data pemerintah terbaru menunjukkan sebanyak 18.800 orang masih dipasung di Indonesia saat ini.4 Padahal pemerintah telah melarang praktik pemasungan sejak 1977, namun sebagian dari keluarga dan panti sosial masih melakukannya.

Tenaga kesehatan jiwa masih minim, hanya terdapat 600 hingga 800 psikiater di seluruh Indonesia. Untuk penyebaran psikiater sendiri kondisinya masih timpang di Indonesia. Sebanyak 70% dari keseluruhan psikiater terdapat di Jawa dan 40% dari jumlah psikiater tersebut terdapat di Jakarta. Tentunya penyebaran ini tidak merata jika dibandingkan dengan banyaknya jumlah orang dengan skizofrenia di seluruh Indonesia.

Menengok perlakuan orang-orang dengan skizofrenia di Indonesia


Kurangnya sosialisasi dan fasilitas untuk masyarakat dengan gangguan skizofrenia membuat kasus pemasungan di Indonesia semakin tinggi. 56 ribu orang dengan skizofrenia masih dipasung oleh keluarganya sendiri. Noriyu yang pernah membebaskan orang dengan skizofrenia menyatakan, kebanyakan dari mereka telah dikurung selama 14 tahun, kaki mereka telah mengecil karena tidak digunakan selama bertahun-tahun.5 Mirisnya, tidak hanya dipasung, beberapa wanita yang mengalami skizofrenia dimasukkan ke kandang, bahkan hingga diperkosa. Setelah diperkosa mereka dimasukkan lagi ke kandang dan itu di lakukan setiap hari.
Rumah sakit jiwa dan berbagai klinik kesehatan jiwa tidak menjamin memberikan perlakuan yang layak bagi orang dengan gangguan skizofrenia. Sebanyak 181 dari 644 orang yang dirawat meninggal karena diare dan kurang gizi di berbagai panti kejiwaan di Indonesia. Hal ini sempat membuat Indonesia menjadi sampul depan beberapa majalah internasional. TIME, salah satu majalah menyebutkan Indonesia sebagai pelanggar hak asasi manusia dan fasilitas kesehatan yang buruk di Asia.

Apa yang harus kita lakukan?


Pemberian layanan di luar pemberian obat-obatan masih sangat minim. Padahal orang dengan skizofrenia sendiri sebenarnya sangat membutuhkan dukungan dari keluarga dan masyarakat. Hanya saja masih banyak keluarga dan masyarakat yang masih belum tahu cara menghadapinya, sehingga banyak orang yang memilih memasung sebagai jalan keluar terbaik. Padahal pemasungan dan pengasingan tidak akan menyelesaikan masalah dan tidak serta merta membuat kondisi orang dengan skizofrenia membaik. Bukannya membaik malah kondisi fisik dan psikologisnya juga akan semakin buruk.
Memang, pemberian obat sangat membantu, akan tetapi dibutuhkan juga dukungan sosial karena mereka juga ingin diperlakukan seperti layaknya orang biasa. Disarankan, apabila memiliki anggota keluarga yang menunjukkan gejala-gejala skizofrenia harus segera diperiksakan ke dokter. Masih banyak masyarakat yang malu sehingga memilih untuk memasung anggota keluarganya dibandingkan dengan memeriksakan ke dokter. Padahal jika saja masyarakat dan keluarga tahu bahwa orang dengan gangguan jiwa berat, terutama skizofrenia, sebenarnya dapat pulih dan kembali produktif untuk dapat beraktivitas dalam kehidupan sehari-hari jika mereka dapat ditangani dengan baik.

Referensi:
[1] World Health Organization. Schizophrenia. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs397/en/
[2] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. http://www.depkes.go.id/article/print/201410270010/lighting-the-hope-for-schizoprenia-warnai-peringatan-hari-kesehatan-jiwa-tahun-2014.html
[3] Jumlah penderita skizofrenia di Yogyakarta tertinggi kedua nasional. Artikel kompas. http://lifestyle.kompas.com/read/2016/07/27/160000423/Jumlah.Penderita.Skizofrenia.di.Yogyakarta.Tertinggi.Kedua.Nasional
[4] Setidaknya 18.800 orang masih dipasung di Indonesia. Artikel BBC. http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/03/160320_indonesia_hrw_pasung
[5] Nasib pengidap skizofrenia di Indonesia. Artikel CNN. http://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20141013140407-255-6179/nasib-pengidap-skizofrenia-di-indonesia/


Previous
Previous

Mengendalikan Diri dengan Berpuasa

Next
Next

Diagnosa Penyakit Kronis Bukan Penghilang Harapan Hidup!