Permintaan Maaf Tidak Cukup untuk Menghadapi Perasaan Bersalah

(Tulisan ini diadaptasi dari Buku Guy Winch, berjudul “Emotional First Aid”)

Sudahkah kamu membaca tulisan sebelumnya mengenai perasaan bersalah? Untuk membaca bagian ini, ada baiknya kamu membaca bagian itu terlebih dahulu.

Perasaan bersalah tidak bisa dielakkan karena manusia tidak akan luput dari kesalahan dalam menjalani hidupnya. Kesalahan yang sengaja dilakukan maupun tidak, secara langsung ataupun tidak, memberikan tantangan tersendiri untuk diselesaikan.

Kita mungkin menyadari salah satu cara untuk menghadapi kesalahan adalah dengan meminta maaf. Dalam beberapa kasus, mungkin permintaan maaf atau usaha yang dilakukan berhasil mengurangi bahkan menghilangkan rasa bersalah.

Akan tetapi, kenapa masih banyak yang terjebak dalam perasaan bersalah? Mengapa masih ada yang merasa tersakiti oleh pihak yang sudah meminta maaf dengannya?

Tiga Perlakuan untuk Menghadapi Perasaan Bersalah

Menurut Guy Winch, ada tiga perlakuan untuk menghadapi perasaan bersalah. Pertama, berfokus pada permintaan maaf yang ampuh. Kedua, berpusat pada pemaafan diri sendiri. Ketiga, berfokus untuk terlibat kembali dalam kehidupan.

Permintaan Maaf yang Ampuh

Sebenarnya, solusi untuk menghadapi rasa bersalah itu sederhana. Solusinya adalah bagaimana cara kamu untuk memohon maaf pada orang yang telah tersakiti dengan ketulusan di dalamnya. Di samping itu, kesalahan yang kamu lakukan tidak terlalu besar. Hingga akhirnya semua akan termaafkan, seiring berjalannya waktu.

Pada kenyataannya, meminta maaf yang ampuh sulit untuk dilakukan. Apalagi pula, tidak ada ketulusan dalam permintaan maafnya, maka dapat memperburuk keadaaan.

Ada tiga pernyataan dasar dalam permintaan maaf, ialah penyesalan atas apa yang terjadi, pernyataan “aku minta maaf” dengan jelas, dan permohonan maaf yang disampaikan dengan tulus.

Bila tiga hal ini digabungkan, maka permintaan maaf yang muncul adalah, “Maaf, aku benar-benar lupa dengan janji malam ini. Aku merasa sangat menyesal dan kuharap kamu bersedia memaafkan aku.” Daripada kamu sekadar menyatakan, “Eh iya, janjinya itu kemarin malam, ya? Aku malah lupa.”

Ada tiga unsur tambahan untuk meminta maaf yang ampuh. Tiga unsur tersebut adalah membenarkan perasaan orang yang tersakiti, menawarkan diri untuk menebus kesalahan, dan mengakui sudah menyalahi harapan orang lain.

Membenarkan Perasaan

Di kala kamu merasa tersakiti, kecewa, ataupun kesal karena perbuatan orang lain, kamu akan sulit memaafkannya. Kamu sulit memaafkan sampai kamu yakin bahwa orang itu benar-benar paham atas dampak perbuatannya terhadapmu.

Ketika meminta maaf, orang yang mampu membuktikan bahwa ia memahami dengan jelas sakit emosional yang diakibatkan serta ingin bertanggungjawab sepenuhnya, akan membuat orang yang tersakiti merasa lebih mudah melepaskan sakit hati yang dirasakan.

Membenarkan emosi yang dirasakan oleh orang lain memang menjadi jurus ampuh dalam meminta maaf. Kamu seakan-akan berada dalam posisi orang tersebut. Dengan demikian, kamu mampu memahami secara rinci dampak perbuatan, pengaruh yang dirasakan, serta akibat perasaan yang muncul sebagai dampak dari perbuatan yang telah kamu lakukan.

Menebus Kesalahan

Tidak semua orang merasa menawarkan sesuatu sebagai bentuk untuk menebus kesalahan sebagai cara yang tepat. Meskipun begitu, keinginan untuk menebus kesalahan dapat menjadi suatu hal yang berarti bagi pihak yang telah tersakiti.

Dengan menyampaikan keinginan untuk melakukan sesuatu sebagai tebusan kesalahan, kamu dapat mengomunikasikan penyesalan yang lebih dalam atas perbuatan yang kamu lakukan. Hal ini juga bisa menjadi dorongan kuat untuk memperbaiki keadaan.

Mengaku Salah

Salah satu penyebab sulitnya pihak yang tersakiti memaafkan kesalahan adalah mereka tidak tahu apakah kamu sudah menyesali dan belajar dari kesalahan yang dilakukan. Hal ini menjadi alasan pentingnya untuk mengakui kesalahan.

Perlu pengakuan bahwa kesalahan tersebut telah menyalahi atau mengganggu harapan, aturan, maupun norma sosial yang berlaku. Setelah itu, meyakinkan tidak akan mengulangi kesalahan itu di masa yang akan datang.

Memaafkan Diri Sendiri

Ketika kamu meminta maaf kepada orang yang telah kamu sakiti dan orang tersebut memaafkan, maka beban rasa bersalah pada dirimu terasa lebih ringan. Akan tetapi, ada kondisi yang membuat kamu tidak bisa meminta maaf atau dimaafkan oleh orang yang tersakiti. Saat kondisi ini terjadi, kamu akan tenggelam dalam perasaan bersalah dan menghukum dirimu sendiri.

Untuk mengatasi hal tersebut, cara yang bisa kamu lakukan adalah memaafkan dirimu sendiri. Pemaafan pada diri sendiri juga merupakan sebuah proses yang diawali dengan keputusan untuk melakukannya.

Pada awalnya, kamu harus mengakui sudah cukup memukul diri sendiri. Selain itu, kamu menyadari, rasa bersalah yang berlebihan ini tidak akan menghasilkan tujuan hidup yang jelas.

Penelitian menyatakan, memaafkan diri sendiri dapat mengurangi rasa bersalah dan melenyapkan usaha untuk menghindari orang yang tersakiti. Kamu juga akan lebih bisa menikmati hidup dan mengurangi kencederungan untuk menghukum atau bertindak yang merusak dirimu sendiri.

Di sisi lain, memaafkan diri sendiri juga memiliki risiko. Risikonya adalah membuat seseorang terlalu mudah dan cepat untuk memaafkan dirinya. Risiko lainnya, seseorang gagal untuk menerapkan perubahan, kesadaran, dan berhati-hati untuk mencegah terulangi lagi kesalahan yang sama.

Tahap Memafkan Diri Sendiri

Ada dua tahap untuk memaafkan diri sendiri. Pertama, kamu bertanggungjawab penuh atas tindakan yang dilakukan dan memperhitungkan dengan jujur serta akurat peristiwa yang menyebabkan munculnya rasa bersalah.

Kamu harus bisa mengakui kesalahan secara gamblang dan dampak yang ditimbulkan, secara emosional maupun praktis. Namun, akan menjadi hal yang berbeda ketika dampak yang ditimbulkan adalah bahaya yang sangat besar. Sebagai contoh, terlibat dalam kecelakaan dan menyebabkan orang lain meninggal. Jika ini terjadi, kamu butuh bantuan ahli kesehatan mental untuk mengatasinya.

Kamu juga perlu membuat perubahan dan perbaikan atas kerugian yang ditimbulkan. Kemudian, mencari cara untuk mengurangi kemungkinan melakukan kesalahan yang sama di masa depan.

Terlibat Kembali dalam Kehidupan

Perlakukan ini khusus dilakukan terhadap orang yang merasakan survivor guilt, separation guilt, ataupun disloyalty guilt. Ketiga bentuk rasa bersalah ini menjadi tantangan lebih besar untuk diselesaikan. Hal ini disebabkan tidak ada sesuatu yang jelas untuk dipertanggungjawabkan atau ditebus kesalahannya.

Terkadang, kita lebih mudah untuk memaafkan diri sendiri ketika ada kesalahan yang pernah dilakukan dibandingkan tidak ada bentuk kesalahan yang jelas.

Contoh Kasus

Berikut ada dua tulisan, dikutip dari Winch, ketika bertemu dengan kliennya.

Ada seorang ayah tiga anak, yang kehilangan istrinya karena kecelakaan. Kecelakaan ini terjadi ketika sang istri melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh suami. Hal ini menyebabkan rasa bersalah yang begitu besar pada suami. Perlahan suami menyadari, ia tidak boleh terjebak dalam rasa bersalah.

Ia mengaku seakan-akan merasa mati dalam beberapa bulan ini. Namun, Ia harus keluar dari belenggu ini. "Kalau tidak, ketiga anak saya akan merasakan kehilangan kedua orangtuanya."

Contoh kasus yang lain adalah ada seorang suami yang merasa sedih ketika istrinya pergi keluar rumah bersama teman. Sang istri pun sempat menuruti keinginan suami dan berdiam diri di rumah selama beberapa bulan. Kemudian, ia menyadari, dengan pergi keluar dan menikmati hidupnya, bukan berarti Ia melakukan kesalahan kepada suaminya.

Coba Sendiri Kalau Tidak Temui Ahli

Berbagai macam kesalahan yang dirasakan dengan penyebab dan akibat yang berbeda pula, memberikan tantangan yang berbeda bagi setiap manusia. Jika kamu memang bisa berdamai dengan rasa bersalah dengan usahamu sendiri, maka teruslah berusaha. Sampai nanti kamu merasakan ketenangan dan kembali menjalani hidup dengan lebih lega.

Akan tetapi, jika permasalahanmu memang lebih berat dan tidak sanggup untuk ditangani sendiri, coba temui ahli kesehatan mental. Dengan menemui sang ahli, kamu akan lebih terbantu untuk untuk mengatasi permasalahanmu. Hingga akhirnya, kamu bisa terlepas dari jeratan rasa bersalah berkepanjangan dan kembali menikmati hidupmu sekarang.

Zahrah Nabila

a psychology student who is still learning and should treat herself first, before treat others

Previous
Previous

Relawan Bencana dan Upaya Menjaga Kesehatan Mental Saat Bertugas

Next
Next

Perempuan dan Menikah: Sekarang atau Nanti?