Curhat: Melepaskan Kekhawatiran atas Cinta dan Perasaan Bersalah, Bagaimana Caranya?

AFA, 22 tahun
Salam hormat, saya mahasiswa tingkat akhir yang akan lulus dan akhir akhir ini saya sering berpikir tentang kejadian kejadian yang telah terjadi selama saya kuliah. Namun yang paling sering saya pikirkan akhir akhir ini adalah sebuah peristiwa yang berhubungan dengan cinta.

Dulu saat lulus SMA, saya agak menyesal karena diterima di universitas di Solo yang sekarang saya akan lulus darinya, dan saya rasa orangtua saya pun begitu. Saya pun sempat berpikir untuk mencoba pindah kuliah ke institusi pendidikan lain dan orangtua pun sebenarnya menghendaki saya untuk masuk kesitu. Sayang, di tahun itu ternyata institusi tersebut tidak membuka lowongan penerimaan mahasiswa baru. Mau tak mau saya pun menjalani kuliah di universitas yang sekarang.

Disaat itulah saya tertarik kepada salah satu teman kelas saya, namun saat itu saya belum terlalu merasakannya, hanya semacam perasaan tertarik saja. Waktu berlalu dan lama kelamaan setelah saya berusaha berinteraksi dengannya, saya merasa kalau saya jatuh cinta padanya.

Namun sebagai seorang introvert, saya tak berani mengungkapkannya. Lama kelamaan karena dia, saya menikmati kuliah di sini dan melupakan niat untuk pindah. Kemudian sebuah peristiwa pun terjadi. Di suatu minggu saya mendapat telepon dari ibu saya, menanyakan kabar saya dan memberitahu kalau isntitusi yang dulu sudah membuka lagi lowongan penerimaan mahasiswa baru dan menanyakan apakah saya akan mendaftar. Saya tahu kalau ibu saya berharap saya akan mendaftar ke institusi itu, namun saya pada saat itu menolaknya. Dalam benak saya salah satu alasan saya menolak ajakan ibu saya adalah karena si teman saya yang saya sukai itu, namun saya tak mengatakannya.

Kurang lebih 3 hari kemudian di pagi hari saya menerima telepon dari bude saya mengatakan bahwa kondisi kesehatan ibu saya memburuk. Tak lama kemudian saya menerima pesan singkat dari adik saya mengatakan bahwa ibu sudah tiada. Pikiran saya pun kemudian menjadi tak karuan. Saya langsung menaiki sepeda motor saya dan menempuh perjalanan dari Solo ke Purwokerto dengan wajah dipenuhi air mata dan pikiran yang kacau.

Saking kacaunya di jalan saya mengalami kecelakaan, namun karena pikiran saya ingin pulang terus, tidak saya hiraukan luka luka darikecelakaan tersebut dan tetap mengendarai motor saya sampai kerumah. Sampai dirumah, saat melihat ibu saya sudah dibalut kain, saya menangis sejadi jadinya. Saya sempat merasa depresi selama dua hari sampai di hari ketiga, saya bermimpi mengenai teman saya tadi.

Kondisi saya pun berangsur pulih karenanya, dan saya pun kembali melanjutkan studi saya. Tak ingin kehilangan orang yang saya cintai lagi, saya punmengutarakan perasaan saya pada teman saya tersebut. Karena dulu dia sempat bercerita pada saya bahwa dia tidak ingin pacaran selama kuliah. saya berkata bahwa saya mau menunggu dia dan akan melamarnya. Saya bertanya apakah dia mau dan dia jawab dengan kata ‘insyaallah’. Hati saya terasa berbunga bunga karena merasa mendapatkan jawaban yang saya tunggu.

Kesalahan pun terjadi. Saya jadi merasa bahwa saya sudah memilikinya dan rasa khawatir akan kehilangan menjadikan saya selalu ingin tahu keadaannya. Namun dia tak merespon banyak dari pertanyaan pertanyaan saya. Sampai satu hari karena lama tak mendengar kabarnya saya pun mendatangi kosannya, mengirim pesan singkat kepadanya mengatakan saya sudah didepan kosnya dan menunggunya. Setelah 2 jam menunggu dia pun keluar, dan langsung saya datangi. Raut mukanya terlihat tidak begitu senang mengetahui saya mendatanginya. Pertanyaan saya dijawab sekenanya dan dia sangat terlihat ingin segera pergi. Menyadari hal itu saya pun langsung pamit pulang. Sampai di kosan di ponsel saya ada pesan singkat darinya yang mengatakan dia tidak suka dengan cara saya tersebut, dan ditutup dengan permintaan agar saya tidak lagi mengejarnya.

Perasaan saya kembali kacau balau, rasa penyesalan muncul diiringi dengan kenangan akan ibu saya dan permintaannya. Saya merasa sangat stres dan kehilangan kendali. Beberapa perabotan di kosan saya hancurkan. Saya merasa benar benar hancur, namun saya masih menyimpan rasa padanya. Seminggu setelahnya, saya baru merasa bersalah akan tindakan saya yang dengan lancang mendatanginya. Saya sampai pada titik dimana saya kemudian memahami bahwa cinta itu tak harus memiliki. Saya berusaha meminta maaf dan berharap kita tetap bisa berteman. Saya menjelaskan segala hal yang terjadi namun sepertinya dia tidak menanggapinya dan memaafkan saya dengan setengah hati.

Saya kembali dilanda kebingungan dan kekhawatiran. Apalagi setelahnya sikapnya pada saya berbeda dengan sikapnya pada teman teman yang lain, dan hal itu terus berlanjut sampai sekarang. Apa yang harus saya lakukan untuk bisa terlepas dari rasa khawatir itu dan bisa kembali normal dalam berpikir maupun bertindak? Terima kasih

Jawaban:
Terima kasih saya ucapkan setulus hati kepada sdr. AFA atas kesedian Anda berbagi cerita bersama kami di Pijar Psikologi. Tak lupa saya secara pribadi menyampaikan permohonan maaf sebesar-besarnya atas keterbatasan saya, sehingga membuat Anda harus menunggu respon dari kami. Semoga kita semua senantiasa diberikan kesabaran dalam menghadapi segala hal. Juga saya sampaikan ucapan selamat atas kelulusan Anda yang sudah berada di depan mata. Sungguh hal itu adalah kabar gembira, sekaligus pintu gerbang untuk seutuhnya berkontribusi mencapai kebermanfaatan seluas-luasnya.

Sdr. AFA, ada hal yang sepenuhnya berada di luar kuasa manusia, salah satunya adalah kematian. Tidak ada yang bisa dilakukan oleh siapapun ketika waktu ajalnya tiba. Saya berharap ibu mendapatkan tempat terbaik di sisi Sang Maha Pengasih dan Penyayang. Saya pun dapat merasakan adanya penyesalan pada diri Anda mengenai harapan ibu yang belum Anda tunaikan untuk mendaftar ke institusi pendidikan tersebut. Oleh karena itu, ijinkan saya mengajak Anda untuk melihat dari sudut pandang yang lebih lebar.

Institusi pendidikan sejatinya adalah wadah untuk menyiapkan seseorang terjun ke masyarakat. Dengan bekal keahlian dan keterampilan yang dimiliki, diharapkan orang tersebut dapat mandiri dan berdikari mengusung kehidupannya. Artinya, institusi pendidikan merupakan jalan untuk menjadi seseorang yang sukses dalam kehidupan bermasyarakat nantinya. Demikian pula, apa yang diinginkan orangtua sejatinya bukanlah semata Anda masuk ke institusi pendidikan itu, melainkan keinginan agar anda kelak bisa hidup mandiri secara layak, hanya saja orangtua (terutama ibu) Anda menganggap institusi tersebut dapat membawa Anda ke arah itu. Kabar baiknya adalah, kesuksesan seseorang tidak hanya ditentukan oleh almamater sekolahnya. Semua orang punya hak dan kesempatan untuk berdikari di dunia ini. Artinya Anda masih dapat menunaikan keinginan ibu Anda untuk menjadi sosok mandiri dan sukses. Anda bisa mulai merencanakan karier atau usaha masa depan Anda, tapaki rencana tersebut dengan sungguh-sungguh, niscaya Anda akan mendapatinya. Juga lupa pula untuk senantiasa mendoakan orangtua, di mana doa tersebut merupakan tanda bakti Anda kepada keduanya.

Sdr. AFA, saya apresiasi keberanian Anda untuk melamar ia yang menjadi kecondongan hati Anda. Namun, sejatinya keberanian lelaki dalam hal cinta tidak dibuktikan dengan mengatakan “aku cinta kamu/aku akan melamarmu” pada sang pujaan hati, tapi menyampaikan “saya siap menikahi putri Bapak” kepada orangtuanya. Sebagaimana Anda sampaikan, bahwa menyatakan janji akan melamar bukan berarti telah melegalkan cinta sepasang hati. Bukan arti telah saling memiliki. Cinta tak bisa dipaksakan, sebagaimana Anda mengakui kesalahan Anda sendiri. Semoga hal tersebut dapat menjadi pelajaran bahwa merasa memiliki apa yang bukan miliknya adalah kesalahan fatal, dan dalam hal cinta kepemilikan sah hanya diperoleh melalui jenjang pernikahan. Maka langkah konkrit yang bisa Anda lakukan adalah mempersiapkan dan memantaskan diri, lalu temui orangtuanya untuk membahas rencana masa depan Anda.

Hanya saja, cinta kadang bertepuk sebelah tangan. Itu pun harus selalu Anda persiapkan, bahwa kadang cinta bisa bertatut tapi kadang pula tak bersambut. Sesungguhnya itu merupakan hal yang umum terjadi. Jika cinta tak bersambut maka move on adalah solusinya. Kunci move on adalah dengan membatasi interaksi dengannya (kecuali sangat terpaksa, dan percayalah bahwa dia sudah punya keluarga dan banyak sahabat yang bisa menjaga/mengawasinya, bukan kewajiban utama Anda untuk melakukan itu), mencari aktivitas produktif untuk mengisi kehidupan Anda, dan selebihnya biarkan waktu yang mengobati. Jika Anda berbesar hati dan membuka diri, maka Anda akan dapati orang-orang baru masuk dalam kehidupan Anda, yang salah satunya bisa jadi adalah sosok yang kelak akan menjadi pendamping Anda.

Sebagaimana telah saya sampaikan sebelumnya bahwa ada hal-hal di luar kuasa manusia, kematian salah satunya, dan jodoh pun sama. Jika Anda merasa sudah menemukan benih cinta baru, maka hal konkrit yang dapat Anda lakukan adalah mempersiapkan diri (mantapkan karier dan visi berkeluarga), dekati Sang Pemilik Cintanya (melalui doa dan upaya proses pernikahan yang sesuai tuntunan-Nya), sampaikan pada orangtuanya, dan jika Dia Pemilik Takdir berkenan, maka sang pujaan hati akan menjadi pasangan Anda.

Terima kasih telah berbagi.

Salam hangat dari kami,

Pijar Psikologi.

(Editor: Koes Ayunda Zikrina)

Sumber Foto:
conduct.ucr.edu

Pijar Psikologi

Pijar Psikologi adalah media non-profit yang menyediakan informasi kesehatan mental di Indonesia.

Previous
Previous

Curhat: Bagaimana Cara Menghilangkan Pikiran Negatif?

Next
Next

Mengetahui dan Merencanakan Kesuksesan pada Siswa