CURHAT: Mengapa Hingga Saat ini Saya Tidak Punya Hubungan Pertemanan yang Akrab dan Intim?

Curhat

Halo Pijar Psikologi!

Saya sering merasa kesulitan membangun hubungan yang dalam dan intim dengan orang-orang di sekitar saya. Namun, saya tidak cemas ketika bertemu dengan orang-orang baru. Saya hanya merasa hubungan yang saya miliki dengan orang-orang baru mulai berubah sejak saya berkuliah di luar pulau. Saya sering kali merasa ada jarak diantara saya dan orang yang saya anggap dekat dengan saya.

Jika saya pikir kembali, sepertinya ini berhubungan dengan pengalaman saya sejak kecil. Saat saya kelas 4 SD, di kelas saya ada sekumpulan anak yang menurut saya keren dan populer. Dengan kepolosan anak SD, saya tertarik untuk menjadi lebih dekat dengan mereka. Saya mengikuti ekstrakulikuler yang sama dengan anak-anak tersebut. Mereka awalnya menyukai saya dan seringkali mengajak saya bergabung untuk bermain bersama. Namun, saat naik ke kelas 5, salah satu anak dari kelompok tersebut kelihatannya tidak menyukai kehadiran saya pada kelompoknya. Dia memengaruhi teman-temannya untuk tidak lagi bermain dengan saya dan menjauhi saya. Saya yang menyadari perubahan sikap teman-teman saya pun bertanya kepada salah satu dari mereka dan mereka dengan jujur menjawab demikian. Itu sakit hati pertama yang saya dapatkan dalam hubungan pertemanan.

Saat SMP, saya masuk ke sekolah negeri dengan menjadi kelompok minoritas etnis Tionghoa. Karena penampilan fisik saya, saya kerap kali mendapat kekerasan secara verbal dengan kata-kata seperti “Bangun! Udah pagi woy!” karena mata saya yang sipit dan tidak sebesar mereka. Itu saya rasakan setiap kali saya berjalan di lingkungan sekolah. Karena saya merasa tidak tahan dengan perlakuan tersebut, saya pun akhirnya memutuskan untuk pindah ke sekolah lain.

Kemudian saat SMA, saya pernah mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan dari teman-teman sekelas saya. Saya memiliki kelompok persahabatan yang terdiri dari 5 orang (termasuk saya) yang sering berkumpul untuk membuat tugas bersama atau belajar bersama. Suatu hari, anak-anak di kelas kami memiliki rencana untuk berbuat curang dalam ujian yang mendatang dan mulai menyusun rencana untuk curang. Saya dan teman-teman saya yang merasa tidak setuju pun menyampaikan ketidaksetujuan kami pada rencana tersebut dan memilih untuk tidak melakukannya. Namun, sejak kejadian itu, teman-teman sekelas saya membuat grup chat sendiri tanpa kami berlima dan saling membagikan soal-soal ujian maupun jawaban dari tugas-tugas tanpa sepengetahuan kami.

Saat kami mengetahuinya, saya dan teman-teman saya merasa sangat kecewa dengan teman-teman sekelas saya. Mereka berharap mendapatkan nilai yang baik dengan cara curang, dan bahkan tega menyisihkan kami hanya karena kami tidak setuju dengan rencana tersebut. Karena memikirkan masa sekolah yang masih cukup lama saat itu, saya bersama teman-teman kelompok saya dan teman- teman sekelas akhirnya membuat kesepakatan. Teman-teman sekelas saya berjanji menghapus grup chat tersebut dan membagikan segala info mengenai tugas ataupun soal yang mereka dapatkan asalkan saya dan teman-teman kelompok saya bersedia membagikan jawaban yang telah kami selesaikan dengan mereka. Pengalaman tersebut merupakan pengalaman yang sangat pahit yang hingga saat ini belum bisa saya lupakan. Saya merasa bersalah karena tidak ingin curang.

Pengalaman-pengalaman tersebut membuat saya berpikir kembali ketika seseorang mulai menjalin hubungan (pertemanan) dengan saya. Saya selalu merasa mereka hanya mencoba dekat dengan saya karena mereka ingin memanfaatkan saya. Walaupun saya tahu tidak semuanya demikian, saya selalu merasa curiga dengan orang-orang baru di sekitar saya. Saya tidak ingin mendapatkan rasa kecewa lagi dari berteman dengan orang-orang yang salah. Namun, saya juga ingin dapat memiliki hubungan yang dekat dan hangat dengan orang-orang baru. Saya tidak tahu dimana letak kesalahan saya sehingga saya merasa demikian. Perasaan-perasaan tidak nyaman mengenai hubungan pertemanan ini membuat saya seringkali merasa terasing dan kesepian. Saya bahkan seringkali menyalahkan diri saya, yang tidak menarik sehingga tidak ada orang yang ingin dekat denga saya. Kadang pula perasaan ini membuat saya merasa depresi dan membuat saya memiliki keinginan untuk mengakhiri hidup saya. Walaupun tidak selalu demikian, pikiran tersebut seringkali muncul setiap kali saya merenungkan atau merefleksikan hubungan pertemanan saya ini.

Gambaran: Perempuan, 21 Tahun, Mahasiswa.


 Jawaban Pijar Psikologi

Terima kasih atas kepercayaanmu untuk bercerita di Pijar Psikologi. Bagaimana kabarmu hari ini? Semoga kamu merasa jauh lebih baik ya terlepas dari banyaknya hal dari masa lalu yang masih membebani pikiranmu.

Cerita yang kamu sampaikan rupanya menyimpan bekas luka dari kenangan pahit ketika menjalin relasi dengan teman sebaya. Tidak mudah ya rasanya berada di posisimu ketika berulang kali merasa kecewa atas sikap teman-teman yang menolak dan memperlakukanmu berbeda. Meskipun pada saat itu, kamu menunjukkan usaha untuk mendekati serta menyesuaikan diri dengan mereka. Kejadian yang berulang, rasa sakit yang bertambah, kemarahan yang mungkin belum kunjung mereda adalah hal yang wajar jika membuatmu merasa tidak nyaman untuk menjalin ikatan pertemanan yang mendalam saat ini.

Beberapa luka itu sepertinya masih belum tertutup dan memilih untuk membekas dalam pikiran serta hatimu. Apa yang kamu sampaikan membuat kami berpikir, apakah selama ini kamu mengemban semua rasa sakit itu seorang diri? Adanya rasa cemas, bahkan rasa takut jika harus mengalami luka yang sama. Seolah-olah melindungi diri, namun sulit juga untuk bertahan sendiri. Rupanya rasa sepi dan sendiri itu tidak kalah menakutkan dari luka-luka di masa lalu ya. Memang terkadang apa yang diinginkan tidak sejalan dengan apa yang dibutuhkan, sehingga saat ini mungkin kamu mulai mempertanyakan benar atau tidaknya perilaku menarik diri yang kamu pilih. Namun, hal itu justru berujung pada rasa bersalah karena sepertinya perilaku menarik diri yang kamu lakukan semakin membuatmu merasa tidak berdaya dan terasingkan.

Jika kami boleh berbicara dengan rasa takut dalam dirimu, kami akan mengatakan bahwa ini semua bukan salahmu. Ketika kamu terluka, kamu berhak untuk merasa sakit, marah, kecewa, dan memilih untuk menarik diri. Pengakuan bahwa kamu masih menyimpan sakit hati adalah sebuah apresiasi karena kamu memilih untuk menyadarinya, bukan untuk menolaknya. Di saat banyak orang memilih melupakan masa lalu, disini kamu berani untuk mengakui dan menuliskannya. Ketika seseorang menulis pengalaman masa lalunya yang tidak menyenangkan, sepertinya tidak jauh berbeda dengan mengingatnya lagi, termasuk semua luka atau rasa sakit hati itu pun ikut dirasakan kembali. Oleh karena itu, kami rasa keputusanmu untuk berkonsultasi di Pijar Psikologi adalah langkah besar untuk menghadapi luka dalam dirimu. Terima kasih sudah memberanikan diri dan membuktikan bahwa kamu tidak menghindar lagi.

Pertama, kami ingin mengajakmu untuk lebih mengenal kondisi diri. Pikiran untuk mengakhiri hidup, rasa tidak bersalah, rasa sendiri dan kesepian yang berkepanjangan, serta ketakutan untuk membuka diri adalah gejala-gejala yang saling berkaitan dan kemungkinan menunjuk pada gangguan depresi. Salah satu karakter depresi yang penting untuk diperhatikan adalah menarik diri dari lingkungan sosial yang ditandai dengan sikap menolak untuk terbuka karena adanya rasa takut berhadapan dengan orang lain karena kurangnya rasa percaya akibat pengalaman masa lalu (trust issue). Berdasarkan ilustrasi di atas, pikiran, perasaan, dan perilaku saling berkaitan dan mempengaruhi. Ketika kamu membayangkan masa lalu, muncul pikiran negatif bahwa teman lain akan menyakitimu sehingga menimbulkan perasaan negatif juga merasa sedih, kecewa, marah, dan sebagainya. Adanya pikiran dan perasaan negatif membuatmu semakin ingin menarik diri dari orang lain. Pada akhirnya, sampai pada rasa tidak nyaman dan perasaan bersalah ketika sendirian, lalu memicu adanya keinginan untuk mengakhiri hidup.

Ada beberapa hal yang bisa kamu coba lakukan untuk membantu mengatasi pikiran, perasaan, dan perilaku negatif tersebut, seperti:

1. Relaksasi Pernapasan

Saat kamu sedang merasakan perasaan negatif, terutama rasa cemas, takut, marah biasanya dapat memicu reaksi fisiologis seperti detak jantung berdetak kencang, otot menegang, atau rasa nyeri di beberapa bagian tubuh. Salah satu cara yang mudah untuk dilakukan untuk mengurangi tegangan sekaligus membantu menstabilkan perasaan negatif yang dirasakan adalah berlatih relaksasi pernapasan. Langkah-langkah melakukan relaksasi pernapasan, yaitu:

  • Lihat situasinya, tanyakan pada dirimu “pada siapa, saat aku sedang menghadapi apa?”

  • Kenali apa yang kamu rasakan dengan menanyakan pada dirimu “apa yang aku rasakan saat ini?”

  • Berikan nama yang membuatmu mudah mengenalnya. Mungkin marah, cemas, takut, atau lainnya. Hal ini bertujuan untuk membantumu fokus dengan perasaan yang ingin kamu stabilkan.

  • Posisikan tubuh senyaman mungkin dan rentangkan bagian tubuh yang terasa berat atau tegang

  • Ambil napas dan rasakan nafas itu masuk dari hidung dan mengalir ke dalam tubuh

  • Tahan napas tersebut selama 3 detik, hitung secara perlahan 1 … 2 … 3 …

  • Lepaskan napas perlahan dan rasakan nafas itu keluar dari dalam tubuh melalui mulut

  • Lakukan secara berulang 2-3 kali atau sampai kamu merasa rileks2.

Berikut ini salah satu curhatan yang sedikit mirip dengan kondisimu. Artikel ini akan memberimu gambaran untuk mencoba mengurangi pikiran negatif dengan mencari sudut pandang lain: 

2. Berlatih Memaafkan dan Menerima Diri Sendiri

Memaafkan diri sendiri merupakan awal untuk menerima diri apa-adanya, memaafkan orang lain, dan melanjutkan hidup dengan perasaan yang lebih positif. Salah satu cara untuk berlatih  memaafkan diri sendiri adalah melalui teknik meditasi Buddha yang bisa dilakukan ketika berbicara dengan diri sendiri dengan mengucapkan:

“Jika aku telah melukai seseorang, sengaja atau tidak sengaja, aku meminta maaf. Jika siapapun telah melukaiku, sengaja atau tidak sengaja, aku memaafkan mereka. Jika aku telah melukai diriku sendiri, sengaja atau tidak sengaja, aku menawarkan permintaan maaf”

Kamu juga bisa merubah atau membuat kalimat sendiri selama bisa membuatmu merasa nyaman untuk mengucapkannya.

3. Bereksperimen Dalam Hidupmu

Pengalaman masa lalu membuat kita belajar untuk berhati-hati agar tidak mengalami kesalahan yang sama. Akan tetapi, jika terlalu terpaku pada masa lalu juga tidak memberimu kesempatan untuk belajar hal baru. Salah satu permasalahan yang mungkin tengah kamu hadapi adalah trust issue. Ketika terus-menerus merasa curiga dan cemas akan dikecewakan, maka ada kemungkinan kamu juga akan menganggap setiap orang yang hadir dalam hidupmu akan melukaimu. Padahal seperti yang kamu katakan dalam cerita bahwa belum tentu semua temanmu akan seperti itu, bukan?

Lalu, apa yang dapat membuktikan bahwa orang tersebut tidak melukaimu? Siapkan dirimu untuk kembali terbuka pada orang-orang terdekat atau teman di sekitarmu. Kamu boleh memilih teman yang cukup membuatmu nyaman. Mulailah bereksperimen dengan bercerita, menghabiskan waktu dengannya, atau melakukan hal lain yang kamu inginkan. Hasil eksperimen dapat kamu lihat melalui bagaimana temanmu merespon ketika kamu terbuka dan apa yang kamu rasakan/pikirkan saat melakukan aktivitas bersamanya. Sebelum melakukan eksperimen tersebut, ada dua hal yang perlu diperhatikan:

  • Jangan lupa bahwa setiap orang berbeda-beda. Setiap orang akan memberikan respon yang berbeda dari sikapmu. Oleh karena itu, kurang bijaksana ketika kita menyamakan semua orang berdasarkan hasil eksperimen hanya pada satu orang saja.

  • Lakukan segala sesuatu karena dirimu sendiri. Kamu bisa memilih sikap untuk teman-temanmu, tetapi jangan memaksakan mereka untuk bersikap seperti yang kamu harapkan.

  • Kecewa adalah hal yang wajar. Berhubungan dengan orang lain yang berbeda tidak menutup kemungkinan akan membuat kita kecewa. Beri waktu pada diri untuk merasa kecewa, namun cobalah untuk tidak berlarut di dalamnya.

    4. Mencari Dukungan Sosial dan Bantuan Profesional

Sejalan dengan penjelasan sebelumnya, salah satu faktor munculnya pikiran untuk mengakhiri hidup adalah perasaan bersalah dan sendiri. Anggapan bahwa diri bersalah dan kesepian termasuk dalam pikiran negatif mungkin membuat kita mengurung diri dengan anggapan yang tidak realistis. Secara tidak sadar, kamu mungkin mulai menarik diri karena merasa tidak ada orang lain yang akan memahami dirimu dan cenderung akan mengecewakanmu.

***

Sadarilah bahwa kamu tidak sendiri. Kamu bisa berbagi pengalaman dengan orang-orang yang kamu percaya atau yang membuatmu nyaman. Tidak harus teman dekat atau keluarga. Dukungan sosial juga penting untuk memberimu apresiasi dan membantumu mengklarifikasi pikiran negatif apakah benar seperti itu adanya atau hanya pemikiranmu semata. Kamu pun bisa mulai bereksperimen seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya jika diperlukan. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa hanya dirimu sendiri yang dapat menentukan kapan merasa mau dan siap untuk terbuka.

Ambil waktu sebanyak yang kamu inginkan, karena proses membuka diri bukan hal yang mudah. Jika kamu masih merasa terganggu dan sulit terlepas dari pikiran bunuh diri atau perasaan bersalah, kamu dapat mempertimbangkan untuk berkonsultasi dengan psikolog di rumah sakit atau biro psikologi terdekat di tempat tinggalmu. Konsultasi tersebut dapat membantu mengenal dan menerima diri, mengurangi pikiran negatif, berlatih untuk membuka diri, maupun menghadapi trust issue agar memperoleh dukungan sosial. Secara bertahap proses tersebut dapat mengurangi keinginan maupun pemikiran untuk bunuh diri.

Adapun layanan psikologi yang bisa kamu hubungi di wilayah Surabaya, yaitu:

  • Pusat Konsultasi dan Layanan Psikologi (PKLP) Universitas Surabaya (Ubaya)

Alamat praktik : Jl. Raya Kali Rungkut No.64, Fsayaltas Psikologi Gedung PB. 3.1

No.Telpon : (031) 8491915. Email : pklp@ubaya.ac.id

  • Unit Pelayanan Psikologi Universitas Airlangga

Alamat praktik : Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan, Fakultas Psikologi lt.3, Kampus B UNAIR

No. Telp : 088217452012/ 085785088185. Email : upp.unair@gmail.com

Kami memahami berdamai dengan luka dan orang-orang di masa lalu adalah sebuah proses yang tidak pernah mudah dilakukan. Sejatinya setiap orang yang hadir dalam hidup kita memiliki peranannya masing-masing. Dalam-tidaknya hubungan itu bukan menjadi hak kita untuk menentukannya, tetapi yang bisa dilakukan adalah pelan-pelan menyadari bagaimana hubungan ini membentuk diri kita lalu menerimanya dengan apa adanya.

Semoga apa yang kami sampaikan dapat bermanfaat dan membantumu menghadapi satu per satu masalah saat ini. Ambil jeda jika lelah tapi jangan sampai berputus asa. Semua kenangan, baik-buruknya memberi kita pelajaran untuk membantu membangun diri agar lebih baik ke depannya.

Terima kasih telah berbagi.

Salam,

Pijar Psikologi.


Catatan: Curhat adalah sesi konsultasi yang disetujui oleh klien untuk dibagikan kepada pembaca agar siapapun yang mengalami masalah serupa dapat belajar dari kisahnya.

Pijar Psikologi

Pijar Psikologi adalah media non-profit yang menyediakan informasi kesehatan mental di Indonesia.

Previous
Previous

Mengenal Lebih Dalam tentang Kepribadian Machiavellianism

Next
Next

Kita Semua Butuh Resiliensi untuk Bisa Bangkit dari Keterpurukan