CURHAT: Meski Dikhianati Berkali-kali, Saya Tetap Mencintai Pacar Saya

Curhat

Halo Pijar Psikologi!

Saya baru saja kehilangan hubungan yang sudah di tahap serius. Saya berpacaran selama 8 tahun, di mana 4 tahun terakhir saya dan pacar saya terpaksa harus menjalani hubungan jarak jauh karena saya memilih melanjutkan kuliah dan bekerja di kota yang berbeda dengannya. Pacar saya selalu saja mengeluh lelah dan bosan karena seperti berpacaran dengan gadget bukan dengan manusia. Padahal sebenarnya sisa kontrak kerja saya tinggal 5 bulan lagi dan saya pasti kembali ke kota asal saya dan kembali dekat dengannya. Tetapi bagi pacar saya, waktu 5 bulan itu sangat lama dan ia meninggalkan saya dengan alasan jarak dan ingin bersenang-senang dengan teman-temannya dibandingkan saya. Padahal, kami sudah berencana untuk menikah tahun depan dan keluarga kami pun sudah saling setuju. Sebelum kejadian ini, pacar saya memang pernah berhubungan lagi dengan mantannya. Ini membuat saya curiga bahwa alasan sebenarnya pacar saya meminta putus kali ini adalah (lagi-lagi) karena kehadiran orang ketiga. Rasanya saya selalu menjadi orang yang berjuang untuk mempertahankan hubungan kami, bahkan ketika yang dikhianati adalah saya sendiri. Sekarang saya sudah tidak tahan lagi. Saya benar-benar merasa putus asa dan kehilangan arah. Saya merasa cemas dan takut ia akan lebih bahagia dengan orang lain. Apa yang harus saya lakukan untuk bisa menerima kenyataan ini dengan lapang dada?

Gambaran: Perempuan, 22 Tahun, Tenaga Kesehatan.


Jawaban Pijar Psikologi

Terima kasih karena telah mempercayakan Pijar Psikologi untuk menjadi tempatmu berbagi cerita. Bagaimana kabarmu hari ini? Semoga kamu merasa jauh lebih baik sekarang.

Setelah membaca tulisanmu, kami bisa memahami beratnya perasaan yang selama ini kamu harus tanggung. Kamu sudah menjalin hubungan lama dengan seseorang, tetapi kemudian harus berakhir karena dia merasa lelah dan sudah enggan berhubungan jarak jauh. Padahal mungkin sebelumnya, hubungan jarak jauh pun bisa dijalani dan tampak tidak masalah. Belum sempat menyembuhkan rasa sakit, kita kembali dihadapkan pada kenyataan bahwa orang yang masih kita cintai, kembali menjalin hubungan dengan orang lain. Padahal pada saat masih berhubungan, kalian sudah memiliki rencana ke arah yang lebih serius dan sudah diketahui oleh kedua keluarga. Rasanya sulit untuk tidak menaruh curiga dan mengabaikan pikiran negatif yang muncul terkait perubahan sikap dia. Terlebih karena kamu sebelumnya memang pernah beberapa kali mengalami kejadian yang tidak menyenangkan seperti diselingkuhi sehingga perasaan takut dan cemas itu makin kuat dirasakan. Sebagai manusia, peristiwa dikhianati tentu merupakan pengalaman yang buruk dan dapat memberikan efek traumatik hingga membuat diri tidak nyaman. Merasa hancur, diselimuti perasaan kecewa, sedih, marah, sakit hati, tidak dihargai dan tidak diperdulikan sehingga sulit sekali rasanya untuk bisa membangun kepercayaan pada orang lain.

Mungkin saat ini kamu benar-benar mengkhawatirkan kondisi hubunganmu dengan dia. Bahkan mungkin masih ada sedikit harapan untuk bisa kembali memperbaiki hingga kamu masih berusaha berjuang meski sendirian. Tapi, perlu kamu ketahui bahwa disaat kondisi sulit seperti ini, kamu dapat menyadari bahwa perasaan cemas, takut yang kamu rasakan dan mengganggu hari-harimu kemudian kamu berusaha untuk mencari bantuan dengan menghubungi Pijar Psikologi berharap dapat berlapang dada menerima kenyataan. Harus kami akui bahwa kamu sungguh sangat hebat.

Mengalami perpisahan yang tidak diinginkan dengan orang yang disayangi memang bukanlah hal yang mudah. Kenangan-kenangan yang telah diciptakan, perjuangan yang telah dilalui, waktu dan tenaga yang dihabiskan bersama terasa sia-sia setelah hubungan harus diakhiri. Perasaan sedih, kecewa dan takut itu sudah pasti. Semua rasa tersebut muncul karena adanya harapan-harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan. Hampir semua orang yang mengalami kehilangan pasti pernah mengalami fase jatuh ini, merasakan terpuruk, takut, sakit hati hingga mengganggu aktivitasnya sehari-hari. Perasaan-perasaan yang muncul ini merupakan hal yang wajar. Akan tetapi terus menerus meratapi keadaan tersebut, tentu akan membawa dampak yang tidak baik kepada dirimu, terlebih pada kesehatan jiwa dan fisikmu. Perlu kamu pahami, bahwa pikiran, emosi, perilaku dan fisik itu saling memengaruhi, sehingga ketika pikiran dan emosi didominasi oleh pikiran negatif, maka fisik pun mudah untuk terbawa negatif juga. Bisa dibayangkan kalau kita terus menerus memiliki pikiran dan emosi negatif tersebut?

Baca juga: Perempuan dan Patah Hati di sini.

Menjalani hidup setelah mengalami kedukaan karena ditinggalkan pasangan memang berat. Akan tetapi, menyimpan rasa takut, khawatir, cemas secara terus menerus juga tidak baik. Semua emosi negatif tersebut jika tidak dikelola dengan baik, akan berdampak buruk. Kamu akan hidup dengan perasaan duka secara terus menerus, menyakiti diri sendiri, hingga mungkin akan mengganggu aktivitasmu. Hal paling penting yang perlu disadari setelah mengalami kedukaan atas kehilangan adalah adanya keinginan untuk kembali bangkit. Ketika sudah memiliki hal tersebut, langkah selanjutnya adalah siapkan diri untuk berproses. Agar bisa berproses, kita harus berani dan menyiapkan diri untuk menghadapi rasa apapun yang kemungkinaan akan ditemui ketika ingin menyembuhkan diri.

Ketika sudah memiliki komitmen dan kesiapan untuk pulih, mulai belajar mengekspresikan emosi (perasaan). Temukan cara mengekspresikan emosi yang pas untukmu, misalnya dengan menangis, curhat, menulis, melukis dan lain-lain. Mengeluarkan emosi negatif memang tidak langsung membantu untuk pulih, tapi dapat membuat perasaan lebih lega dan ringan. Langkah selanjutnya, belajar untuk menerima. Saya sangat memahami bahwa ini bukan langkah yang mudah, butuh komitmen dan keberanian. Menerima artinya kita siap merangkul rasa sakit, kecewa, cemas, khawatir sebagai bagian dari diri kita. Perasaan apapun itu sifatnya sementara; bahagia, sedih, senang, kecewa, semua datang silih berganti. Tidak ada yang sifatnya menetap. Jadi, tugas kita adalah pelan-pelan melatih diri untuk menerima segala rasa dan peristiwa yang datang. Pahami bahwa perasaan dan kejadian apapun yang datang, semuanya bertujuan baik untuk kita. Kejadian dan perasaan tersebut datang  dengan  porsi  yang  tepat,  di  waktu  yang  tepat  untuk  kebaikan  diri  kita. Menerima juga artinya kita ingin menurunkan ego dengan mencoba melihat kembali apa yang menyebabkan hubungan berakhir“Apakah memang karena murni kesalahan pasangan atau kita juga sebenarnya ikut andil dengan harapan-harapan yang kita ciptakan?“. Coba berikan pertanyaan-pertanyaan reflektif kepada diri sendiri. Dengan begitu, kamu bisa melihat lebih jernih permasalahan yang terjadi dan mampu berempati dengan perasaan orang lain. Langkah ini dapat membantu kita untuk menerima keadaan.

Setelah mampu menerima, belajar memaafkan. Di antara semua proses, terkadang proses ini yang paling sulit dilakukan. Seringkali kita lebih mengedepankan ego karena merasa paling benar dan harga diri terasa rendah, sehingga proses memaafkan sulit dilakukan. Padahal meminta maaf di sini berarti kita melepaskan rasa tidak nyaman, rasa sakit hati, rasa kecewa, rasa takut, rasa marah pada diri sendiri atau orang lain. Pahami bahwa setiap orang bisa salah dan keliru, termasuk diri kita atau mantan pasangan. Tidak ada manusia yang sempurna. Kesalahan diciptakan bukan untuk diratapi dan dihakimi, tetapi sebagai ruang untuk belajar memperbaiki diri menjadi lebih baik. Dengan belajar memaafkan, maka perasaan berat yang selama ini kita tanggung akan lebih ringan. Kita memaafkan karena kita fokus akan kesehatan mental kita sendiri.

Baca juga: Melihat Kebermanfaatan dalam Memaafkan di sini.

Setiap orang memiliki kemampuan untuk bangkit dari ketepurukan, termasuk dirimu. Semua proses di atas juga bukan hal yang mudah. Butuh komitmen, kesiapan, usaha dan juga waktu. Jadi, nikmatilah prosesnya. Tidak perlu memaksakan diri jika belum siap. Selamat berproses dan semoga selalu datang hari baik untuk kita.

Baca juga: Self-healing: Sebuah Perjalanan Menyembuhkan Diri di sini.

Terima kasih telah berbagi.

Salam,

Pijar Psikologi


Catatan: Curhat adalah sesi konsultasi yang disetujui oleh klien untuk dibagikan kepada pembaca agar siapapun yang mengalami masalah serupa dapat belajar dari kisahnya.

Pijar Psikologi

Pijar Psikologi adalah media non-profit yang menyediakan informasi kesehatan mental di Indonesia.

Previous
Previous

CURHAT : Masa Lalu Saya Membuat Saya Takut Untuk Memiliki Seorang Anak

Next
Next

CURHAT: Mungkinkah Saya Memiliki Banyak Gangguan Kejiwaan?