CURHAT: Mungkinkah Saya Memiliki Banyak Gangguan Kejiwaan?

Curhat

Halo Pijar Psikologi!

Saya merasa bingung dan resah. Sudah beberapa kali saya mendatangi psikiater dan terapi, tetapi terapi obat yang saya jalani justru membuat saya tidak bisa menangis ketika sedih. Selama menjalani terapi obat, saya hidup seperti robot. Saya tidak bisa mengekspresikan dengan benar apa yang saya rasakan. Saya tidak tahu apakah obat yang saya konsumsi ini berfungsi atau tidak karena rasanya saya berada dalam posisi stagnan. Psikiater pertama saya mendiagnosis saya memiliki gangguan kejiwaan depresi. Diagnosis ini berbeda dengan psikiater kedua yang mendiagnosis saya memiliki bipolar. Sementara, psikiater ketiga yang saya temui mendiagnosis saya memiliki skizoafektif. Diagnosis ketiga psikiater tersebut berbeda-beda tetapi obat yang mereka berikan sama. Karena itu, disamping saya merasa obat itu tidak bekerja, saya merasa diagnosis yang mereka berikan tidak tepat. Saya didiagnosis  memiliki bipolar, tetapi saya tidak merasakan perubahan mood yang ekstrem. Saya juga didiagnosis mengidap skizoafektif, tetapi saya tidak merasa miliki delusi/halusinasi. Mungkin saja saya hanya denial dengan keadaan saya. Akan tetapi, saya justru merasa memiliki ganguan lain seperti OCD, eating disorder, dan borderline personality disorder. Karena merasa canggung, saya tidak pernah membahas mengenai kecenderungan-kecenderungan ini pada psikiater saya. Saya malah membandel dengan tidak meminum obat selama dua minggu. Saya tahu ini tidak baik dan mengakibatkan saya kembali melakukan self-harm, tetapi psikiater saya juga tidak pernah memberikan penjelasan lebih dalam terkait dengan diagnosis tersebut. Saya sangat bingung dan takut untuk datang ke psikiater lain. Sebenarnya apa yang harus saya lakukan sekarang?

 Gambaran: Perempuan, 21 Tahun, Pelajar/Mahasiswa.


Jawaban Pijar Psikologi

Terimakasih karena telah mempercayakan Pijar Psikologi untuk menjadi tempatmu berbagi cerita. Bagaimana kabarmu hari ini? Semoga kamu merasa jauh lebih baik sekarang.

Setelah membaca ceritamu, sepertinya diagnosis yang pernah diberikan sebanyak tiga kali dari psikiater belum menjawab rasa ingin tahumu akan apa yang terjadi pada dirimu. Meskipun obat yang diberikan membuatmu merasa lebih baik, tetap saja hal ini tidak mengubah pikiran dan perasaanmu yang masih datar. Wajar jika kondisi ini membuatmu bingung mengenai baik dan buruknya menghentikan konsumsi obat tersebut. Di satu sisi kamu menyadari bahwa obat dapat menjadi penolongmu. Namun, di sisi lain kamu mempertanyakan apakah obat itu benar-benar bisa mengatasi permasalahan atau sekadar menghadirkan efek sugesti belaka.

Terlepas dari semua pertanyaan dan rasa bingung yang muncul, kamu mampu mengenali perubahan kondisi dirimu sebelum dan setelah minum obat dengan sangat baik. Tidak banyak orang yang bisa melakukannya, terutama ketika menghadapi permasalahan psikis. Oleh karena itu, kami ingin mengapresiasi usahamu dalam menghadapi permasalahan ini sekaligus keberanianmu untuk berbagi cerita kepada kami.

Pertama, perlu kita pahami bersama terkait perbedaan antara psikiater dan psikologPsikiater menangani seseorang yang mengalami gangguan psikologis dengan memberikan terapi obat, sehingga diagnosis menjadi hal yang penting untuk menelusuri  gejala-gejala yang dialami oleh orang tersebut. Ini juga dilakukan untuk mendapatkan ketepatan dalam menentukan jenis dan dosis obatnya. Sedangkan, psikolog akan menggunakan penanganan berupa terapi atau konseling yang lebih berfokus menggali akar permasalahan maupun faktor-faktor risiko penyebab munculnya gejala gangguan psikologis. Meskipun metode penanganan yang dilakukan berbeda, adanya diagnosis tetap membantu psikiater maupun psikolog dalam menentukan jenis terapi atau obat apa yang diperlukan.

Sejalan dengan apa yang kamu sampaikan, sepertinya pengalaman memiliki diagnosis yang berbeda dan cara psikiater menelusuri gejala gangguan psikologis kurang memuaskan untuk menjawab rasa ingin tahumu. Wajar jika kemudian sikapmu cenderung menolak (denial) terhadap hasil diagnosis psikiater. Apalagi jika kamu merasakan gejala gangguan psikologis lainnya. Sebenarnya, gejala gangguan psikologis dapat berkembang atau bertambah tingkat keparahannya ketika belum mendapat penanganan yang tepat dalam rentang waktu tertentu. Selain itu, beberapa diagnosis juga memiliki gejala yang mirip, sehingga dalam penentuan diagnosis biasanya juga disertai dengan gangguan penyerta (bukan gangguan utama). Menurut cerita yang kamu sampaikan, besar kemungkinan kamu merasakan beberapa gejala OCD, eating disorder, atau BPD (Borderline Personality Disorder) meskipun mendapat diagnosis yang berbeda dari psikiater. Berdasarkan studi lapangan yang dilakukan oleh NAMI (National Alliance on Mental Illness), beberapa gejala depresi-bipolar-skizoafektif diawali dengan gejala yang ada pada OCD, eating disorder, dan BPD. Kondisi tersebut membuat banyak penentuan diagnosis yang kurang tepat pada awal pemeriksaan.

Ketiga diagnosis yang diberikan psikiater maupun gejala lain yang kamu alami, sebenarnya semuanya berada dalam kategori yang sama, yakni gangguan disregulasi emosi atau kesulitan untuk mengelola emosi. Ketika seseorang mengalami kesulitan dalam mengelola emosinya, sangat mungkin untuk kemudian merasakan ada desakan melakukan self-harm. Dimana desakan ini bisa jadi mengindikasikan adanya halusinasi. Oleh karena gejala psikologis yang kamu alami masuk dalam kategori gangguan disregulasi emosi, maka psikiater menganjurkan obat yang dapat membantumu untuk mengelola atau menstabilkan emosimu. Obat tersebut akan membuatmu merasa dalam keadaan yang stabil atau stagnan. Meski memiliki efek demikian, perilaku self-harm tidak dapat dianggap sepele sehingga masih diperlukan konsumsi obat, dan akan lebih baik jika disertai dengan adanya proses konseling dengan psikolog.

Proses konseling dengan psikolog dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan juga kondisimu. Jika masih merasa terganggu dengan kondisimu saat ini dan membutuhkan pertolongan lebih, maka kamu bisa mempertimbangkan untuk datang ke layanan psikologi terdekat. Konseling dengan psikolog dapat membantumu untuk melihat kembali akar permasalahan yang menyebabkan gejala psikologis dan menentukan bentuk terapi yang bisa kamu lakukan untuk menghadapi permasalahan tersebut.

Semoga apa yang disampaikan dapat membantumu untuk lebih mengenali kondisi diri sekaligus bisa memberikan informasi mengenai bentuk penanganan yang mungkin dibutuhkan saat ini. Setiap usaha yang dilakukan tidak pernah sia-sia ketika kita berkomitmen dalam menjalankannya. Oleh karena itu, jangan putus harapan meskipun seringkali terlihat tidak mungkin untuk dilakukan. Tetap semangat dalam menjalani hidup dan biarkan hidup memberikan semangatnya kepadamu dengan caranya sendiri.

Terimakasih telah berbagi.

Salam,

Pijar Psikologi


Catatan: Curhat adalah sesi konsultasi yang disetujui oleh klien untuk dibagikan kepada pembaca agar siapapun yang mengalami masalah serupa dapat belajar dari kisahnya.

Pijar Psikologi

Pijar Psikologi adalah media non-profit yang menyediakan informasi kesehatan mental di Indonesia.

Previous
Previous

CURHAT: Meski Dikhianati Berkali-kali, Saya Tetap Mencintai Pacar Saya

Next
Next

7 Cara yang Bisa Dilakukan Orang Tua untuk Mengurangi Adiksi Gadget pada Anak