Demonstrasi : Mengapa ‘Saya’ Memiliki Cara Berpikir Yang Sama?

011.jpg

‘Conformity is the jailer of freedom and the enemy of growth’

– John F.Kennedy

Aktivitas demonstrasi di Indonesia masih sering kita saksikan, baik di televisi atau bahkan secara langsung. Apa yang terlintas pertama kali ketika anda mendengar kata ‘Demonstrasi’? Sekumpulan orang yang menyampaikan aspirasinya? Membayangkan puluhan, ratusan bahkan ribuan orang dengan pemikiran yang sama?

Di Indonesia, demonstrasi sudah terjadi pada tahun 1960an untuk menggulingkan satu era pemerintahan. Kemudian  pada tahun 1998 demonstrasi besar juga dilakukan untuk menyuarakan pendapat atas pemerintahan pada saat itu. Akhir-akhir ini demonstrasi juga terjadi lagi, bahkan orang – orang dari berbagai penjuru di Indonesia mengorbankan waktu dan finansialnya dengan semangat berkumpul di satu tempat dengan pola pikir dan menyuarakan hal yang sama. Mengapa bisa demikian? Selain dari adanya reformasi dan kebebasan dalam menyuarakan pendapat, jika dikaji melalui kacamata Psikologi Sosial, jawabannya adalah Konformitas.

Apa itu konformitas?

Konformitas adalah suatu jenis pengaruh sosial di mana individu mengubah sikap dan tingkah laku mereka agar sesuai dengan norma sosial yang ada. Tekanan untuk melakukan konformitas berakar dari kenyataan bahwa di berbagai konteks ada aturan-aturan yang terucap atau tak terucap yang mengindikasikan bagaimana kita seharusnya atau sebaiknya bertingkah laku. Sederhananya, ‘saya ingin bertingkah laku yang sama, agar diterima oleh masyarakat’.

Lalu, bagaimana konformitas berperan dalam individu yang berdemonstrasi?

Anda perlu ketahui bahwa konformitas dilakukan oleh individu yang melakukan demonstrasi, individu tersebut mengalami tekanan konformitas yang sulit untuk ditolak. Jika anda pernah melakukan demonstrasi atau sebagai pengamat demonstrasi, mari lebih fokus dan scroll down untuk menelaah faktor-faktor berikut :

  • Saya ingin disukai!2

Faktor utama dalam konformitas adalah kohesivitas, dimana individu menerima pengaruh dari kelompok yang mereka sukai atau dekat dengan mereka. Ketika ketertarikan individu terhadap suatu kelompok tinggi, maka tekanan untuk melakukan konformitas akan bertambah besar. Ketika kita ingin disukai oleh orang lain, kita akan melakukan hal mereka senangi, bukan?

  • Saya tidak ingin sendiri!

Faktor kedua dalam konformitas adalah ukuran kelompok. Ternyata, konformitas meningkat seiring dengan bertambahnya anggota kelompok, bahkan kita akan setuju melakukan suatu hal meskipun hal itu berbeda dari apa yang kita inginkan! Individu juga memiliki rasa takut akan penolakan jika tidak melakukan hal yang sama. Individu tersebut menghindari penolakan dengan cara berpegang lebih kuat pada norma sosial yang ada.

  • Saya juga benar!

Individu akan menggunakan opini kelompok sebagai panduan opini dan tindakan yang akan dilakukannya. Mengapa hal tersebut dilakukan? Agar individu dinilai benar oleh orang lain. Hal tersebut akan mengakibatkan individu bergantung pada sumber informasi tentang berbagai hal yang akhirnya membuat individu merasa memiliki persepsi yang tepat, yang juga dikenal sebagai informational social influence.

  • Saya salah dan orang lain benar!

Ternyata, perubahan persepsi terhadap fakta dapat mempengaruhi individu untuk melakukan konformitas. Akhirnya, individu menyimpulkan bahwa dirinya salah dan orang lain benar! Individu yang melakukan konformitas dengan pemikiran seperti itu, cenderung melakukan konformitas dengan sepenuh hati dan bahkan tidak akan merasakan kegalauan yang besar atas keputusannya.

Menariknya, budaya juga mempengaruhi bagaimana konformitas dapat terjadi. Ternyata, kecenderungan untuk melakukan konformitas lebih rendah pada budaya yang menekankan individualitas dibandingkan pada budaya yang menekankan keanggotaan dalam kelompok. Dengan penjelasan tersebut, Anda bisa menilai seperti apa budaya dan faktor yang dialami orang lain atau Anda sendiri saat berada di dalam kelompok demonstrasi.

Konformitas dalam demonstrasi salah atau tidak?

Mungkin Anda menerima atau bahkan menolak untuk setuju pada penjelasan mengenai bagaimana konformitas berpengaruh pada kesamaan cara berpikir orang-orang yang melakukan demonstrasi. Jangan khawatir, Anda adalah manusia, wajar jika pernah mengalami konformitas. Namunb berhati-hatilah! Tulisan ini menghimbau Anda untuk tidak candu pada konformitas. Seringnya melakukan konformitas, akan membuat Anda kehilangan individualitas dan kebutuhan mempertahankan kontrol atas hidup Anda. Demonstrasi merupakan hak setiap individu dalam mengungkapkan pendapat, apalagi bila dilakukan dengan bijaksana dan atas analisa yang matang akan suatu permasalahan. Jadi, masih mau melakukan konformitas dalam berdemonstrasi? Semua keputusan baik atau tidak, tergantung kepada Anda. J Mari berpijar untuk negri!


Sumber Data Tulisan

  1. Buku Psikologi Sosial : Baron, R.A & Byrne, D. 2005. Psikologi Sosial Jilid 2 Edisi Kesepuluh. Jakarta : Erlangga.

  2. Dapat dibaca dari artikel Conformity di website : www.simplypsychology.org/conformity.html

Featured Image Credit: www.spring.org.uk/images/social_pressure.jpg

Rinesha Tiara Romauli Siahaan

S1 Psikologi Universitas HKBP Nommensen Medan. Memiliki minat dalam dunia perkembangan anak dan remaja.

Previous
Previous

Ibuku, Sahabatku

Next
Next

Di Balik Kekuatan Pengaruh Sosial