Difabel: Mereka Bagian dari Hidup Kita

Yang dianggap orang awam sebagai kelemahan pada difabel, justru merupakan kekuatan dalam hidupnya

Pada tahun 2012, 2.45% dari jumlah penduduk Indonesia, menyandang disabilitas (atau yang sekarang lebih akrab dengan sebutan difabel). Mengutip dari WHO, disabilitas adalah keadaan seseorang yang mengalami keterbatasan pada fungsi atau struktur tubuh dan mengalami kesulitan untuk melakukan sesuatu. Bila melihat keadaan di Indonesia, belum banyak fasilitas yang ramah terhadap difabel. Sebagai tambahan, diskriminasi terhadap mereka juga kerap terjadi hingga sekarang.

Beberapa kasus yang pernah dialami difabel adalah diskriminasi di bandara dan bullying di salah satu kampus di Indonesia. Fasilitas di tempat publik juga belum memadai bagi mereka. Sebagai contoh, fasilitas di bus belum memudahkan difabel untuk menaikinya. Selain itu, menciptakan lingkungan kampus yang ramah bagi difabel juga belum banyak diterapkan.

Pandangan terhadap Difabel

Pandangan terhadap difabel sebagai beban dan tidak berkemampuan sama sekali masih ditemui sampai sekarang. Pandangan ini bisa saja terjadi karena orang awam kurang memahami arti difabel dan menyadari keberadaan mereka sebagai bagian dari masyarakat.

Coba refleksikan terhadap dirimu sendiri. Bagaimana sikapmu saat berhadapan dengan difabel? Apakah bersikap biasa saja, memberi tatapan aneh, atau malah menghindar?

Mungkin bisikan dalam hatimu ingin bersikap biasa. Akan tetapi, bisa saja tanpa disadari kamu memberikan tatapan aneh atau refleks ingin menghindari mereka.

Seringkali, muncul pikiran bahwa difabel seperti orang yang sakit dan tidak berdaya. Menganggap hidup mereka sudah terperangkap dalam keterbatasan yang ada. Mereka juga tidak akan bisa melakukan apapun dan berkembang. Dengan demikian, orang-orang merasa mereka harus dikasihani dan dirawat untuk keberlangsungan hidupnya.

Sosok Inspiratif

Ada beberapa sosok inspiratif yang dapat kamu temui yang hidup dengan kondisi ini, salah satunya adalah Magteld Smith. Magteld tidak bisa mendengar sejak lahir. Meskipun begitu, tidak menghambat Ibunya untuk mendidik Magteld seperti anak-anak pada umumnya.

Hal yang pertama dilakukan adalah mengajari Magteld untuk berbicara. Ibu mengenalkan suara pada Magteld dengan meletakkan tangan Magteld di bibir dan wajah. Setelah itu, Ibu mengajarkan Magteld huruf dan suku kata. Hingga akhirnya Magteld mampu mengucapkan beberapa kata.

Magteld pernah diolok-olok dan di-bully saat sekolah. Meskipun begitu, keadaan ini tidak menghambatnya untuk terus bersekolah. Ketika merasa tidak sanggup lagi dengan perlakuan buruk yang diterima di sekolah, Magteld pindah ke sekolah khusus gangguan pendengaran.

Di sana, Magteld menerima pendidikan dengan cara seharusnya. Dengan demikian, Magteld juga mampu memaksimalkan kemampuannya. Dengan demikian, seluruh kerja Magteld pun terbayar. Ia berhasil menjadi seorang doktor dan peneliti yang mengabdi untuk orang dengan gangguan pendengaran.

Makna Hidup

Ada beberapa hal yang dapat dipelajari dari kisah Magteld. Dukungan keluarga menjadi begitu penting untuk ia berkembang dan mencapai yang diinginkan. Selain itu, Magteld menunjukkan keterbatasan yang ada di dalamnya tidak menjadi hambatan untuk memaksimalkan kemampuan yang ia punya.

Pernahkah kamu berpikir kalau keterbatasan pada difabel malah melindungi mereka dari hal-hal buruk yang ada? Misalnya, seorang yang tidak bisa mendengar. Ia tidak akan pernah mendengar pembicaraan buruk mengenai dirinya atau orang lain selama hidupnya. Contoh lain, seorang yang tidak bisa melihat. Ia tidak akan pernah melihat hal-hal buruk atau kejelekan selama hidupnya.

Di saat itulah, mungkin difabel menjadi individu yang lebih peka dalam menghadapi orang lain. Kemampuan untuk merasakan dan memahami diasah lebih dalam pada diri mereka untuk membaca situasi kehidupan yang dijalaninya.

Mereka juga Sama

Difabel bukan berarti menjadi hambatan untuk menjalani kehidupan. Mereka memiliki suatu hal yang berbeda, tapi tidak berarti tidak bisa melakukan apa-apaHal ini pula yang menyebabkan penyebutan disabilitas diubah menjadi difabel karena  mereka bukannya tidak mampu, tetapi mereka melakukan sesuatu dengan cara mereka sendiri. Tentu saja dukungan dari kerabat dekat serta fasilitas yang memadai, menjadi hal penting untuk mendukung difabel.

Sudah saatnya kita memahami lebih tentang keberadaan mereka. Mari mendukung satu sama lain untuk memaksimalkan kemampuan yang kita punya.

Zahrah Nabila

a psychology student who is still learning and should treat herself first, before treat others

Previous
Previous

Apa yang Membuat Jatuh Cinta Terasa Menyenangkan?

Next
Next

Cinta Tak Berbalas : Tentang Menerima dan Mengakui