Mendampingi Mereka yang Self-Harm: Bekas Luka Tidak Menggambarkan Cerita

unsplash-image-FNXrj89USBc.jpg

Sulit bagi seseorang yang melakukan self-harm untuk bercerita karena merasa malu, bersalah dan takut akan munculnya respons yang tidak menyenangkan. Di sisi lain, tidak mudah pula untuk merespons dengan tepat ketika mengetahui orang terdekat telah melakukan self-harm.

Berikut adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika mendampingi seseorang yang telah melakukan self-harm:

Memberikan Pertolongan Pertama

Self-harm dapat menyebabkan seseorang berdarah dan meninggalkan bekas luka. Dengan demikian, perlakukan tindakan self-harm sebagai suatu hal yang membutuhkan pertolongan pertama layaknya orang-orang yang terluka secara fisik pada umumnya. Memastikan bahwa darah atau bekas luka yang ditinggalkan benar-benar sudah dibersihkan dan diobati dengan tuntas.

Peduli dengan Bekas Luka yang Ditinggalkan

Tunjukkan rasa peduli kita terhadap bekas luka yang ditinggalkan. Ketika menunjukkan kepedulian terhadap bekas luka, ingatlah untuk tetap netral dengan melihat dirinya sebagai manusia secara utuh, bukannya sebagai seseorang yang telah melakukan self-harm. Tetap netral melihatnya seperti kita yang peduli terhadap luka teman yang habis jatuh, tersandung, atau tergores benda tajam secara tidak sengaja.

Jangan Meremehkan Beban yang Dirasakan

Seberapa parah luka yang diakibatkan oleh self-harm bukan berarti menggambarkan seberapa besar beban yang dirasakan. Bisa saja luka yang terlihat belum parah, tetapi beban yang dirasakan sangatlah berat. Oleh karena itu, jangan sampai kita meremehkan beban yang dirasakan karena melihat bekas luka yang ada belum parah.

Menciptakan Hubungan yang Suportif

Menciptakan hubungan yang terasa aman, saling menghargai, penuh kasih sayang dan saling percaya menjadi langkah penting untuk menolong seseorang yang telah melakukan self-harm. Ketika ia menemukan keempat hal ini dalam hubungan yang dimilikinya, maka ia merasa lebih mudah untuk terbuka dan meminta bantuan untuk terlepas dari self-harm. Meskipun begitu, menciptakan hubungan seperti ini bukan hal yang mudah dan tercapai secara instan. Dibutuhkan kesabaran dan kapabilitas diri dari kita yang ingin mendampingi, dengan tetap menjaga kepercayaan dan ketulusan dalam hubungan yang dijalani dengan mereka yang telah melakukan self-harm.

Kita Ada untuk Dirinya

Kita tidak perlu terburu-buru dan memaksakan seseorang yang telah melakukan self-harm untuk bercerita. Kita juga tidak perlu merasa tersinggung atau sedih jikalau ia belum siap dan belum ingin berbagi kisahnya dan malah mendorong kita untuk menjauhinya. Yang penting adalah kita menyampaikan pada dirinya, bahwa kita di sini selalu siap untuk mendengarkan kisahnya dan ada untuknya. Sampaikan pula bahwa ada kita yang senantiasa menyayangi dirinya, sehingga tidak perlu ragu untuk mencari kita saat ia butuhkan.

Mengobrol secara Dalam

Mampu mengobrol secara dalam mengenai self-harm adalah hal penting bagi kita untuk mendampingi seseorang yang telah melakukannya. Menanyakan bagaimana perasaan mereka, mengenali dan mengakui beban yang dirasakan, serta mendiskusikan apa yang harus dilakukan ketika ia kembali ingin melakukan self-harm (apabila ia sudah siap dan terbuka untuk mendiskusikannya).

Perlu diingat bahwa kita tidak boleh bersikap menghakimi, menyalahkan, panik, atau terbawa perasaan sendiri ketika mengobrol dengan seseorang yang melakukan self-harm. Belajar untuk tetap tenang, jujur dan terbuka dalam mendengarkan ceritanya sekalipun akan muncul bagian cerita yang sulit untuk dipahami atau diterima oleh kita.

Kembali ingatkan pada diri bahwa kita di sini sebagai pendengar dan pendukung mereka, sehingga penting untuk bisa memahami self-harm yang telah dilakukan. Memahami alasan di baliknya, pola self-harm yang dilakukan, serta mendukung mereka untuk terlepas dari self-harm.

Ketahui Batas Diri Kita

Penting bagi kita untuk mengetahui batas kemampuan diri dan tetap merawat keadaan diri saat mendampingi seseorang yang self-harm. Merawat keadaan diri di sini lebih kepada menjaga kondisi mental kita sendiri dalam kondisi yang baik. Hal ini dikarenakan adanya kemungkinan muncul pernyataan-pernyataan yang belum terbiasa atau belum kuat untuk didengar serta tindakan self-harm selanjutnya. Apabila diri kita sendiri saja sedang dalam kondisi tidak baik, bagaimana bisa mendampingi seseorang yang telah melakukan self-harm?

Mencari Bantuan Tenaga Profesional

Semampunya kita untuk mendampingi seseorang yang self-harm, tetap dibutuhkan bantuan dari tenaga profesional untuk melepaskan dirinya dari self-harm. Coba mendorongnya untuk bertemu dengan tenaga profesional dan menemaninya jika ia merasa ragu ataupun takut untuk melakukan pertemuan itu sendirian.

***

Self-harm adalah hal yang kompleks untuk dijelaskan bagi pelakunya. Berbagai macam alasan yang melatarbelakangi terjadinya self-harm juga bersifat sangat personal bagi mereka. Terkadang luka yang membekas membuat pelaku menciptakan jarak hubungan dengan orang terdekatnya karena merasa malu dan takut akan disalahkan atas apa yang dilakukannya. Pahamilah bahwa ia hanya ingin dimengerti dan didengarkan ceritanya tanpa ada judgment tertentu.

Di sisi lain, muncul dorongan dalam diri untuk mendampingi seseorang yang telah melakukan self-harm adalah hal yang mulia. Terlebih lagi, yang melakukan self-harm adalah orang terdekat kita. Dibutuhkan persiapan, kekuatan serta kesabaran dalam menjalani prosesnya. Kita juga perlu melihat kembali batasan kemampuan diri untuk menentukan seberapa besar dukungan yang mampu kita berikan demi menjaga kesejahteraan diri kita dan tidak memperburuk keadaan seseorang yang telah melakukan self-harm.

Zahrah Nabila

a psychology student who is still learning and should treat herself first, before treat others

Previous
Previous

Antara Tuntutan dan Harapan: Beban Emosional Seorang Anak Pertama

Next
Next

8 Hal yang Bisa Membuat Kita Bersyukur