Mengapa Memahami Sebuah Bacaan itu Sulit?

unsplash-image-iyKVGRu79G4.jpg

Saat ini, banyak dari kita yang menghabiskan lebih banyak waktu di rumah karena kondisi saat ini mengharuskan kita membatasi aktivitas di luar rumah. Beberapa dari kita mungkin ada yang menghabiskan waktu untuk membaca. Membaca saat ini bisa menjadi kegiatan yang positif sekaligus produktif sebagai upaya menjaga kesehatan mental. Namun, adakah yang pernah mengalami kesulitan dalam memahami sebuah bacaan? Atau ketika kita merasa gagal memahami sebuah bacaan lalu mengulang-ulang sebuah kalimat untuk memahami maksud dari bacaan itu? Sebenarnya, apa yang sedang terjadi pada otak kita ketika memahami sebuah bacaan? Mengapa kita bisa gagal paham?

***

Membaca merupakan salah satu penemuan terhebat manusia, karena pada dasarnya, otak manusia tidak didesain untuk membaca. Aktivitas membaca melibatkan banyak proses yang berbeda yang bekerja bersama-sama, seperti fungsi visual, koordinasi motorik, dan bahasa lisan. Meski begitu, proses membaca dengan memahami bacaan adalah dua hal yang berbeda. Membaca, tanpa usaha untuk memahami tidak berbeda dengan persepsi biasa. Artinya, huruf-huruf hanya dianggap sebagai objek semata. Sementara itu, memahami bacaan lebih mengacu pada proses memecahkan masalah (problem solving) dan berpikir logis (reasoning).

Bagaimana Proses dalam Memahami Bacaan?

Proses memahami bacaan ini dimulai dengan aktivitas yang disebut dengan analisis semantik. Analisis semantik sendiri berarti memahami makna setiap kata yang dibacaSetiap kata akan mengaktifkan kata lain yang dianggap berhubungan. Sebagai contoh, ketika membaca kata “pemadam kebakaran” maka otak kita akan mengaktifkan pula kata “api” atau “merah” atau “sirine” atau “mobil pemadam kebakaran” dan seterusnya. Beberapa kata yang memiliki makna ambigu mungkin mengaktifkan kata yang tidak saling berhubungan, seperti “stik” mungkin akan mengaktifkan kata “tongkat” atau “kayu” atau “panjang” tetapi juga mungkin mengaktifkan kata “drum” atau bahkan “kudapan” karena penggunaan katanya yang memiliki banyak makna.

Dalam kaitannya dengan memahami bacaan, proses analisis semantik ini berarti memilih makna yang paling sesuai dengan kata yang sedang dibaca dengan mengeliminasi makna-makna yang tidak sesuai. Misalnya, jika membaca tulisan tentang seorang pemain drum yang sukses, kata “kudapan” atau “snack” yang diaktifkan setelah membaca kata “stik” akan dieliminasi. Selanjutnya, beberapa kata dalam satu kalimat akan membentuk proposisi. Proposisi adalah ide bacaan dalam satu kalimat. Contohnya, dalam kalimat “Pulau Kalimantan merupakan pulau terbesar di Indonesia” proposisi yang terbentuk adalah “Pulau Kalimantan”, “Terbesar” dan “Indonesia”.

Setelah memecah seluruh kalimat menjadi proposisi-proposisi, proses yang terjadi berikutnya dinamakan cycling. Dalam proses ini, seluruh proposisi yang ada telah berhasil dipahami, sekaligus hubungan antara satu proposisi dengan proposisi lainnya. Semua proposisi seakan-akan berada dalam satu grafik yang koheren dan saling berhubungan membentuk struktur yang dinamakan skema. Skema ini adalah struktur bacaan yang membantu pembaca untuk memahami bacaan. Tetapi, proses memahami bacaan ini tidak berhenti di pembentukan skema saja. Setelah skema terbentuk, untuk memahami keseluruhan tema bacaan (makro struktur), otak kita akan mengeliminasi atau mengeneralisasi proposisi-proposisi yang bukan merupakan informasi yang relevan dalam keseluruhan bacaan. Jika sudah terpilih proposisi-proposisi yang dianggap relevan saja dalam skema yang sesuai, maka pembaca dapat memahami tema dan keseluruhan bacaan tersebut.

Namun, memahami bacaan secara tekstual saja akan membuat pemahaman pembaca cenderung dangkal. Pemahaman yang dangkal ini menyulitkan pembaca dalam melakukan analisis. Ada kalanya, kita pernah merasa dapat memahami suatu bacaan, tetapi kesulitan membahasakan ulang bacaan tersebut. Maka, ada proses lain yang disebut dengan pemodelan situasional. Pemodelan situasional ini merupakan pemahaman teks yang telah terintegrasi dengan latar belakang pengetahuan yang dimiliki pembaca sebelum membaca bacaan tersebut. Hal ini membantu pembaca untuk memiliki gambaran yang lebih jelas dan rinci mengenai teks yang dibaca.

Latar belakang pengetahuan yang dimiliki pembaca merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan proses memahami bacaan. Inilah mengapa, jika membaca suatu bacaan yang sama sekali baru, seperti bagaimana mahasiswa jurusan Sastra Indonesia membaca materi perkuliahan jurusan Kedokteran Gigi, mereka akan merasa kesulitan untuk memahami materi tersebut. Faktor lainnya adalah teks yang dibaca itu sendiri. Tata tulis yang tidak runut, konten yang abstrak, serta banyaknya kata yang digunakan dalam satu kalimat, akan meningkatkan kemungkinan gagal paham atas bacaan yang sedang kita baca.

***

Seringkali, kita menganggap kemampuan kita dalam membaca dan memahami bacaan adalah sesuatu yang “sudah dari sananya”. Padahal, otak kita melakukan pekerjaan serius setiap kali kita berusaha memahami bacaan tertentu. Kita tahu bahwa untuk memahami sebuah kalimat, otak melakukan proses kompleks yang melibatkan setidaknya dua wilayah otak yang penting dan saling bekerja sama. Ini tidak mungkin terjadi tanpa adanya kemampuan mengkoneksikan wilayah otak untuk saling bertukar informasi. Fakta bahwa kita berhasil memahami suatu bacaan hingga akhir adalah sebuah perjalanan yang melibatkan proses kompleks dari otak sekaligus menunjukkan bahwa kita punya kemampuan untuk memahami bacaan dengan baik. Maka dari itu, sedikit apresiasi untuk kerja keras diri kita dalam hal memahami bacaan tidak ada salahnya untuk dilakukan, bukan?

Artikel ini adalah artikel sumbang tulisan dari Awa Fauzia Malchan. Ia adalah seorang mahasiswa jurusan Psikologi di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Selain sibuk menjadi mahasiswa, Awa juga mengajar paruh waktu di sebuah Kelompok Bermain di Yogyakarta. Ia tertarik dengan topik-topik terkait psikologi pendidikan dan kognitif. Awa dapat dihubungi melalui email awafauzia@gmail.com dan instagram @annisamalchan


Sumber gambar: www.unsplash.com

Pijar Psikologi

Pijar Psikologi adalah media non-profit yang menyediakan informasi kesehatan mental di Indonesia.

Previous
Previous

CURHAT: Apa yang Harus Saya Lakukan Terhadap Kedua Teman Saya yang Memiliki Keinginan Mengakhiri Hidup?

Next
Next

CURHAT: Saya Tidak Tahu Kemana Arah Karir dan Hidup Saya