Direktori Psikologi : Social Anxiety Disorder

Di Amerika, sebanyak 15 juta orang dewasa atau 6,8% dari populasi mengalami Social Anxiety Disorder. Di Indonesia, menurut data yang dihimpun WHO, kejadian keseluruhan kasus gangguan kecemasan di Indonesia mencapai 8 juta atau 3,3% dari populasi.

***

Definisi dan Gejala

Social Anxiety Disorder (SAD) atau gangguan kecemasan sosial sering juga disebut fobia sosial. Seseorang dengan fobia sosial mengalami kecemasan yang cukup intens serta merasa takut akan di-judge, dinilai negatif, atau tidak diterima dalam lingkungan sosialnya.

SAD umumnya dialami baik pria maupun wanita dimulai dari usia 13 tahun. Menurut survei ADAA 2007, 36% orang dengan gangguan kecemasan sosial mengalami gejala selama 10 tahun atau lebih sebelum mencari bantuan ke profesional.

Seseorang dengan SAD seringkali merasa gugup ketika berada dalam lingkungan yang sosial mereka. Mereka memiliki ketakutan akan salah bicara, cemas tidak bisa beradaptasi, bingung membangun percakapan yang mengalir, sehingga akhirnya membuat mereka terkungkung dalam pikiran-pikiran sendiri.

Berdasarkan Diagnostic and Statictical Manual of Mental Disorder (DSM)-V, gangguan kecemasan sosial ditandai dengan ketakutan atau kecemasan terhadap situasi sosial yang memungkinkan seseorang untuk diawasi atau diperhatikan. Misalnya membangun percakapan, bertemu orang asing, makan bersama, tampil di depan umum, memberikan pidato, menggunakan toilet umum dan membuat kontak mata dengan lawan bicara. Situasi-situasi tersebut hampir selalu mengundang kecemasan dan ketakutan bagi seseorang dengan SAD. Individu tersebut merasa takut akan bertindak dan berlaku tidak sesuai, memalukan, bahkan menyinggung orang lain yang kemudian akan membawa pada penilaian negatif terhadap dirinya. Ketakutan dan kecemasan yang dialami ini seringkali tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya ditimbulkan oleh situasi sosial.

Apabila hal tersebut tidak bisa terkontrol, maka beberapa dari mereka dengan SAD memilih untuk menghindari berbagai kegiatan atau aktivitas sosial. Misalnya, mereka lebih memilih untuk tidak bergabung dalam situasi sosial tertentu, memilih untuk meninggalkan situasi sosial tersebut, hanya mau memasuki tempat “aman” atau dengan orang yang dianggap “aman” saja, memilih menggunakan hp, pemutar MP3, atau perangkat lain untuk menghindari percakapan dan memilih menyendiri. Penghindaran ini bersifat persisten, biasanya terjadi selama 6 bulan atau lebih.

Rasa cemas, takut serta penghindaran terhadap siatuasi sosial pada seseorang dengan SAD menyebabkan distress atau gangguan signifikan secara klinis. Selain itu, rasa takut, cemas dan penghindaran tersebut tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat tertentu (obat-obatan) atau kondisi medis lain. Ditambah lagi, seseorang dengan SAD biasanya juga merasakan sensasi-sensasi seperti wajah memerah (blushing), berkeringat, jantung berdetak cepat, gugup, gemetar atau tremor, mulut kering, sesak napas, dan merasa lemas ketika dihadapkan pada situasi-situasi sosial. 

Penyebab

Gangguan kecemasan sosial dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti susunan genetik, faktor biologis, pengalaman emosional, dan pengalaman hidup lainnya. Faktor genetik sangat mungkin menjadi penyebab seseorang mengalami gangguan kecemasan sosial. Apabila orangtua memiliki SAD maka anak-anak memiliki kecenderungan tinggi mengalami SAD pula. Faktor biologis juga dapat menyebabkan timbulnya gangguan kecemasan ini terlebih yang hubungannya dengan susunan otak, struktur kimia yang menyusun dan neurotransmiter pada otak. Selain itu, pengalaman-pengalaman hidup juga berpengaruh terhadap munculnya gangguan kecemasan sosial. Pengalaman seperti seringkali ditempatkan pada situasi sosial yang memungkinkan untuk dinilai berbeda, mendapat anggapan negatif, bullying, mendapat penolakan, ejekan atau penghinaan dan hal-hal yang membuat diri menjadi tidak aman dan cemas berulang terus-menerus.

Seseorang dengan SAD beresiko mengalami penurunan kinerja dan prestasi terkait karir atau studi. Produktivitas, status sosial ekonomi, dan kualitas kehidupan juga menurun. Gangguan kecemasan sosial juga dapat berakibat timbulnya rasa rendah diri, hipersensitif terhadap kritik, kesulitan bersikap tegas, selalu memberi penilaian negatif terhadap diri sendiri, dan rendahnya kemampuan interaksi sosial.

Terapi

Terapi yang umum digunakan untuk seseorang dengan SAD adalah farmakoterapi atau terapi dengan obat-obatan antidepresan dan psikoterapi.

  1. Farmakoterapi

Terapi ini tentunya harus dengan pengawasan profesional karena selama terapi banyak menggunakan obat-obatan antidepresan. Kebanyakan obat yang digunakan adalah Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI), meliputi paroxetine (paxil), sertraline (zoloft), fluvoxamine (luvox), fluoxetine (prozac, sarafem). Selain itu serotonin dan neropinefrin reuptake inhibitor (SNRI) venlafaxine (effexor) juga dapat digunakan untuk meringankan gejala gangguan kecemasan sosial.

2. Psikoterapi

Terapi yang umum dilakukan adalah konseling psikologis. Dalam terapi ini, seseorang dengan SAD akan belajar bagaimana mengenali dan mengubah pikiran negatif tentang diri sendiri. Terapi yang paling umum digunakan adalah Cognitive-Behavioural Therapy (terapi perilaku kognitif) yaitu jenis terapi yang didasarkan pada pemikiran, emosi, dan menentukan perilaku atau reaksi diri. Selain itu,  social skills training dan exposure in vivo therapy juga diketahui efektif dalam terapi seseorang dengan SAD.

***

Hingga saat ini menurut laporan Anxiety and Depression Association of America, kurang dari 5% orang dengan SAD bersedia untuk mencari pengobatan/terapi dan lebih dari sepertiga orang melaporkan gejala tersebut setelah 10 tahun atau lebih mengalami gejala gangguan kecemasan sosial. Maka dari itu, bagi siapapun yang memiliki gejala gangguan kecemasan sosial, ada baiknya untuk segera mencari bantuan profesional seperti psikolog, psikiater, pekerja sosial klinis dan profesional lainnya. Selain itu, ada baiknya untuk terus mengedukasi diri tentang gangguan kecemasan sosial dari berbagai sumber.

Catatan

Direktori Psikologi adalah informasi lengkap mengenai gangguan mental yang terdiri dari pembahasan definisi, gejala hingga metode treatment. Semua yang tercantum di direktori ini semata hanya untuk keperluan penambahan pengetahuan. Perlu diketahui, diagnosis gangguan mental tidak bisa diidentifikasi hanya berdasarkan satu atau dua gejala yang dialami. Diagnosis gangguan mental hanya dapat dilakukan oleh psikolog atau psikiater. Jika merasa diri sendiri atau orang terdekat mengalami gejala yang ada disarankan untuk menemui psikolog/psikiater terdekat.

Isnaniar Noorvitri

She writes mostly in relationship and compassion. Meet her at instagram @isnaniarr

Previous
Previous

Direktori Psikologi: Gangguan Bipolar

Next
Next

CURHAT: Saya Terus Berpikir Ingin Bunuh Diri. Apa yang Harus Saya Lakukan?