Kebutuhan Orang Lansia yang Terabaikan

Manusia akan terus mengalami perkembangan. Mulai dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga memasuki lanjut usia. Di Indonesia, individu telah memasuki kategori lanjut usia saat berusia 60 tahun ke atas. Pada tahun 2100, populasi lanjut usia Indonesia diperkirakan akan meningkat lebih tinggi daripada populasi lansia dunia.

Apabila melihat lingkungan sekitar, kamu akan menyadari betapa banyaknya orang lanjut usia yang bisa dijumpai dalam kehidupan. Terlepas dari keluargamu sendiri, ada banyak lansia yang melanjutkan hidup di luar sana. Ada yang tinggal sendiri di rumah, bersama keluarga, atau panti jompo.

Apabila kamu tinggal bersama orangtua yang telah memasuki usia lanjut, kakek, atau nenek, bagaimana perilakumu selama ini terhadap mereka? Apakah kamu sudah mampu untuk menemani, menjaga, serta beraktivitas bersama mereka? Melakukan berbagai macam hal yang dapat membuat mereka senang.

Terkadang, kita lupa untuk duduk berdampingan bersama orang lanjut usia sembari mendengar mereka bercerita. Seringkali kita lupa bahwa sebenarnya mereka tetap bisa beraktivitas dengan baik dan tidak ingin dianggap sudah tua. Namun, akan menjadi kasus yang berbeda ketika penyakit menyerang lansia. Hal ini akan menghambat mereka untuk melakukan berbagai hal.

Kebutuhan Emosional Tidak Akan Berubah

Pada dasarnya, kebutuhan emosional manusia tidak akan berubah seiring bertambahnya usia. Akan tetapi, sumber dari kebutuhan itulah yang bisa berubah. Kebutuhan akan kasih sayang, merasa berguna dengan tetap mandiri dan bebas, serta merasa terjamin akan makanan dan tempat tinggal yang memadai.

Ketika ada kesenjangan antara kebutuhan dan kemungkinan pemenuhan, akan timbul konflik bagi orang lanjut usia. Jika konflik dibiarkan begitu saja, mereka akan merasa tidak bahagia. Dampak dari perasaan ketidakbahagian ini tidak hanya untuk lansia sendiri, tetapi juga untuk keluarga dan komunitas yang diikuti. Hal ini disebabkan oleh hilangnya potensi diri yang dimiliki mereka sebagai akibat dari ketidakbahagiaan yang dimiliki.

Sesungguhnya, seorang lansia masih merasa dirinya produktif. Akan tetapi, terkadang keluarga melupakan hal ini dan menganggap sebaliknya. Keluarga kadang melarang lansia untuk berpergian (sekadar ke pasar) atau membantu tetangga. Anggapan bahwa lansia sudah rapuh dan tidak bisa melakukan apapun justru akan menyakiti perasaan mereka.

Pentingnya Ruang Terbuka bagi Lansia

Di sisi lain, ada satu penelitian menarik dari Yung, Conejos, dan Chan. Penelitian yang dilakukan di Hongkong ini mengungkapkan, lansia memandang aktivitas sosial dan fisik, fasilitas dan layanan komunitas kehidupan, serta jejaring sosial yang dimiliki, sama baiknya dengan lingkungan yang bersih dan menyenangkan sebagai kebutuhan mereka yang paling penting.

Hal ini mendorong konseptor dan perancang ruang terbuka pada pembaharuan kota untuk memenuhi kriteria yang telah disebutkan di atas dalam pembangunannya. Apabila terpenuhi, maka akan meningkatkan kesejahteraan sosial dan keaktifan lansia .

Ketika lansia mengalami penuaan yang aktif, maka akan mengoptimalkan keikutsertaan dalam kehidupan bermasyarakat, kesehatan, dan rasa aman yang lebih baik, demi meningkatkan kualitas hidup sebagai lansia. WHO menyatakan, penuaan aktif dipengaruhi beberapa hal, seperti pelayan kesehatan dan sosial, lingkungan fisik dan perilaku, pribadi, serta ekonomi.

Gagasan untuk menciptakan ruang terbuka akan mendukung aktivitas luar bagi orang lanjut usia. Sugiyama dan Thompson menyatakan, lingkungan luar memiliki beberapa keuntungan bagi lansia, beberapa di antaranya adalah pemeliharaan fisiologis dan peningkatan fungsi kesehatan fisik.

Pada akhirnya, kita tidak boleh melupakan orang lanjut usia yang hidup berdampingan dengan kita. Tindakan untuk menemani dan menyayangi mereka bukanlah perkara mudah. Terkadang, keluarga sendiri pun belum bisa melakukan itu semua dengan sempurna. Hal ini menimbulkan gagasan lain demi menjaga kesejahteraan mereka. Gagasannya tersebut adalah menciptakan ruang terbuka serta kegiatan yang dapat membuat lansia bahagia.

Mungkin itu memang gagasan dari negara lain. Namun, bukan berarti kita sebagai masyarakat Indonesia tidak bisa mengambil sisi baiknya. Mari lebih peka terhadap orang lanjut usia di sekitar kita. Sayangilah mereka layaknya kita menyayangi orang lain pada umumnya.

Zahrah Nabila

a psychology student who is still learning and should treat herself first, before treat others

Previous
Previous

Apa Kata Psikologi tentang Fangirl (Bagian 1)

Next
Next

Ini Kunci Hubungan yang Langgeng