Di Balik Sosok Perempuan Alpha

I wanted to play tough thought I could do all just on my own. But even superwoman, sometimes needed superman’s soul. -Sia, Helium-

Perlakuan “khusus” terhadap perempuan memang tidak selamanya terjadi, bahkan tidak ada suatu aturan yang mengharuskan itu terjadi. Akan tetapi, nilai-nilai yang ada di masyarakat seolah mengharuskan lelaki untuk bersikap begitu terhadap perempuan. Laki-laki dipandang sebagai sosok yang kuat, berani, serta mampu melindungi perempuan.

Perempuan cenderung dipandang sebagai sosok yang lemah, ingin diperhatikan, dilindungi, disayang, atau dianggap spesial. Pandangan-pandangan seperti ini memicu adanya perlakuan khusus terhadap perempuan. Misalnya, bila ada pekerjaan kasar (memaku, memalu, atau memanjat genting) perempuan diminta untuk duduk diam. Lebih baik membuat makanan atau minuman daripada ikut bekerja. Selain itu, bila berkumpul sampai larut malam, laki-laki seolah-olah harus mengantarkan atau menemani perempuan pulang, tidak membiarkan ia pulang sendiri begitu saja.

Apa yang terjadi bila pandangan tersebut terbalik? Perempuan menjadi sosok yang lebih kuat daripada lelaki. Perempuan sudah tidak lagi dianggap lemah saat ini. Ada perempuan yang dipandang sebagai sosok yang kuat, mandiri, dan berani. Ia mampu melakukan pekerjaan kasar dengan baik, sama halnya dengan laki-laki yang mengerjakan. Dengan kata lain, dalam diri seorang perempuan terkadang terdapat sifat maskulin.

Muncul Keresahan

Meski memiliki sisi maskulin, perempuan tetaplah seorang perempuan. Perempuan tetap seorang manusia yang lekat dengan feminin dalam dirinya. Sifat feminin ini yang membuat perempuan menjadi lebih rumit untuk dipahami. Ia telah terbiasa untuk melakukan apapun sendiri. Ia mampu menghadapi segala sesuatu yang terjadi dalam hidupnya dengan baik, seolah-olah ia bisa bertahan tanpa sosok lelaki dalam kehidupannya.

Kamu mungkin pernah menemui perempuan yang terkenal kuat di lingkungannya. Kuat tidak semata berarti secara fisik, tetapi juga secara pribadi. Perempuan yang menjadi pemimpin dalam suatu organisasi. Perempuan yang berkarir di bidang yang dipenuhi laki-laki, seperti bela diri, teknik, ataupun mesin. Selain itu, perempuan yang telah menempuh pendidikan tinggi di luar negeri seringkali dianggap sebagai perempuan hebat dan mandiri.

Tanpa disadari, sosok perempuan yang seperti itu dapat membuat laki-laki takut untuk mendekati. Laki-laki seakan merasa tersaingi dengan sifat maskulin yang ada di diri perempuan tersebut. Laki-laki juga menjadi ragu karena takut tidak mampu mengimbangi perempuan yang seperti itu.

Pada awalnya, perempuan merasa kagum dengan dirinya. Semakin lama, perempuan merenungi apa yang terjadi. Apakah memang dirinya tidak menarik karena tidak dipandang sebagai perempuan seperti umumnya? Ia juga mempertanyakan, apa yang salah dengan dirinya? Ia pun menjadi ragu untuk menjalin hubungan lebih dekat dengan sosok laki-laki.

Perempuan Alpha dan Beta

Tahukah kamu? Terdapat istilah yang menggambarkan dua sosok perempuan yang berbeda ini, yaitu alpha dan beta. Alpha digambarkan sebagai pribadi yang mampu memengaruhi orang, memanfaatkan kemampuan yang dimiliki, serta memimpin orang lain. Sebagai tambahan, mereka juga identik dengan perasaan lebih unggul dibandingkan perempuan lain, mampu membimbing orang lain, dan begitu terbuka dalam situasi sosial apapun. Sementara itu, beta dipandang sebagai pribadi yang lebih mendengarkan dan mendukung orang lain.

Ketika perempuan terlalu ekstrem ke alpha, maka akan menjadi orang yang penuh konfrontasi. Konfrontasi terjadi karena perempuan dilihat terlalu mendominasi dan mengatur pihak lain. Di sisi lain, perempuan yang terlalu ekstrem ke beta menjadi orang yang terlalu pasif. Meskipun begitu, tidak berarti sifat perempuan menjadi sekaku itu. Sebuah berkah bagi perempuan yang mampu menempatkan diri bergantung pada situasi yang sedang dihadapi.

Mungkin perempuan yang dipandang kuat serupa dengan alpha. Ia merasa nyaman dengan dirinya yang seperti itu, namun bukan berarti ia terbebas dari kelemahan. Kelemahan ini yang mendorong perempuan untuk mampu berperan sebagai beta, agar memberi kenyamanan berinteraksi dengan orang lain.

Ketika Alpha dan Beta Bertemu

Apa yang terjadi jika perempuan condong menjadi alpha lalu sulit menjadi beta? Sekalipun menjadi alpha, tanpa disadari ia tetap menginginkan sosok lelaki yang lebih kuat daripada dirinya.

Apabila perempuan alpha bertemu dengan lelaki alpha, maka berkemungkinan untuk menimbulkan konflik. Konflik dapat timbul karena kedua belah pihak sama-sama kuat sebagai alpha. Dengan begitu, mereka akan bersaing untuk menguasai maupun mendominasi satu sama lain. Ada keinginan untuk lebih didengarkan daripada mendengarkan yang lain.

Meskipun begitu, kisah alpha dengan alpha ini berpeluang untuk baik-baik saja ketika lelaki memilik kecenderungan alpha lebih tinggi dibandingkan perempuan alpha. Lelaki tetap bisa memimpin dan membimbing perempuan. Perempuan juga mampu mengimbangi dan merelakan sisi dirinya, untuk dipimpin dan diemong lelaki.

Di sisi lain, ada yang berpendapat perempuan alpha lebih baik bertemu dengan lelaki beta. Lelaki yang komunikatif, bertanggungjawab, bijaksana, dan kolaboratif. Dua pribadi yang berbeda dalam diri perempuan dan lelaki, tetapi bisa menjadi kombinasi yang baik.

Kombinasi ini menjelaskan fenomena yang terjadi, contohnya wanita karir yang bekerja di kantor berpasangan dengan lelaki yang memiliki usaha di rumah. Kombinasi yang baik dilengkapi serta saling menghargai akan menguntungkan kedua belah pihak dalam menjalani hidupnya. Meskipun begitu, fenomena ini terkadang dipandang berlawanan dengan nilai tradisional yang selama ini kita pegang. Laki-laki yang harus bekerja di luar, sementara perempuan tinggal di rumah mengurus keluarga.

Namun pada kenyataannya, fenomena perempuan alpha dengan lelaki beta ini bukanlah perkara mudah. Mungkin sudah ada beberapa yang berhasil dengan menjalin hubungan antara dua belah pihak ini, namun ada juga yang malah mendorong percekcokan. Percekcokan terjadi disebabkan munculnya rasa lelah atau jenuh pada perempuan yang harus terus berperan sebagai alpha, yang tidak diimbangi dengan peran lelaki di sampingnya. Seperti yang sudah dinyatakan sebelumnya, seberapa alpha seorang perempuan, jauh di hati kecilnya ia ingin tetap bisa dipimpin dan dibimbing oleh lelaki.

Penyebab lainnya adalah pihak lelaki yang merasa tidak sanggup untuk mengimbangi sisi alpha yang begitu kuat pada perempuan. Timbul rasa rendah diri dan tidak dihargai sebagai lelaki, yang lekat dengan peran memimpin. Akan tetapi, itu semua perlahan pudar karena sosok perempuan yang lebih kuat ada di dekatnya.

Sekalipun Mandiri, Tetap akan Bergantung

Perempuan memiliki keinginan yang ingin dicapai. Demi mencapai keinginan ini, terkadang menyebabkan dirinya tidak ingin memikirkan kehadiran laki-laki. Dengan begitu, perempuan berusaha menjadi pribadi yang tangguh, berani, dan mandiri untuk bertahan hidup. Namun ternyata, seberapa mandirinya seseorang, tetap akan bergantung terhadap orang lain. Bergantung bukan berarti sepenuhnya menjadi bertumpu pada orang lain, tetapi lebih pada membutuhkan kehadiran orang lain dalam kehidupan.

Jauh di dasar hatinya, perempuan yang terkesan kuat maupun mandiri berharap menemukan lelaki yang mampu mengimbangi dan memahami dirinya. Ia juga mencari sosok lelaki yang dapat dijadikan tempat bersandar serta bercerita. Di sisi lain, ia tetap bisa berperan sebagai pribadi mandiri di saat yang dibutuhkan.

“Sekalipun kamu memandang ada perempuan yang begitu kuat dan berani, masih ada kelembutan dan keinginan atas kehadiran lelaki dalam hidupnya.”

Zahrah Nabila

a psychology student who is still learning and should treat herself first, before treat others

Previous
Previous

Curhat: Saya Kira Saya Gay, Ternyata Saya Transgender

Next
Next

10 Hal Tentang Selingkuh yang (Tidak) Kamu Ketahui!