Pijar Psikologi #UnderstandingHuman

View Original

Ada Apa dengan Orang Moody?

“Gue lagi males ngapa-ngapain karena akhir-akhir ini gue ngerasa jadi moody-an.”

Aduh, gue gak tau kenapa bisa moody gini jadi orang.”

“Ah, gue males sama dia, orangnya moody banget, tau-tau bete gak jelas.”

 Moody, sebuah kata yang lumrah kita dengar, baik di media sosial, berita, perkuliahan, atau percakapan sehari-hari. Ada yang sudah memahami maksud dari kata moody, namun ada juga yang masih bertanya-tanya mengapa moody bisa muncul dan apa yang akan terjadi selanjutnya.

 

Berkenalan dengan Mood dan Moody

 Sebelum tahu lebih lanjut tentang moody, kita memahami terlebih dahulu tentang mood. Mood adalah sesuatu yang dirasakan oleh seseorang berjam-jam, berhari-hari, bahkan berminggu-minggu tanpa tahu penyebab atau alasan munculnya perasaan tersebut.

Terkadang, kita melihat mood dan emosi adalah hal yang sama. Padahal, ada perbedaan di antara keduanya. Mood hadir tanpa kita kenali situasi penyebabnya, sementara emosi hadir dengan mengetahui situasi penyebabnya. Selain itu, durasi mood terjadi lebih lama dibandingkan emosi. 

Sebagai contoh,  ketika ada yang menghinamu, kamu merasa marah. Marah yang hadir di sini adalah emosi, karena kamu mengetahui penyebabnya. Sementara itu, mood marah hadir saat kamu rasanya marah tanpa ada yang mengusik atau berbuat jahat kepadamu. Mood marah ini pun bisa terus kamu rasakan dalam beberapa hari bahkan berminggu-minggu.

Mood berubah menjadi mood swing/moody ketika terjadi secara naik-turun. Moody pun terjadi begitu saja tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu. Seperti, senang ke sedih, atau tiba-tiba merasa marah. Contoh lebih spesifik lainnya adalah, ketika kamu sedang merasa senang dan sangat semangat dalam beraktivitas, tiba-tiba rasa gloomy dan bingung hadir tanpa tahu penyebab yang pasti.

Moody dapat menjadi sesuatu yang normal, tetapi juga bisa mengarah pada gejala gangguan psikologis (seperti, gangguan bipolar dan siklotimik).  Yang perlu kita sadari adalah ketika kita kehilangan kendali untuk mengelola moody, hingga mengganggu keseharian, jangan ragu konsultasi ke tenaga profesional.

 Lika-liku Orang yang Moody

 Manusia memiliki kemampuan untuk mengenali perasaan diri dan orang lain, serta mengetahui penyebab dan dampak perasaan itu muncul. Kemampuan ini dikenal sebagai self-awareness (kesadaran diri). Ketika self-awareness belum berperan dengan baik, maka seseorang dapat mengalami moody. Moody dapat terjadi karena seseorang belum bisa mengenali perasaannya sendiri. Hal ini semakin diperkuat dengan perubahan perasaan tanpa penyebab yang jelas. Akhirnya, seseorang terjebak dalam lingkaran perasaan yang tidak ia pahami.

Moody juga bisa dialami karena jam tidur yang kurang. Seseorang dengan jam tidur yang kurang bisa mengalami ketidakstabilan emosi. Ketidakstabilan emosi berupa lebih sensitif, mudah lelah, mudah merasa kesal, dan rentan terhadap tekanan.

Keterkaitan tidur dan moody ini dibuktikan dengan penelitian yang menggunakan fMRI (Functional Magnetic Resonance Imaging, sebuah alat untuk melihat bagian otak yang paling aktif ketika ada proses berpikir, merasa, dan berperilaku) dengan membandingkan otak manusia yang cukup tidur dengan yang kurang tidur.

Hasilnya, amigdala (bagian otak yang berperan dalam mendeteksi bahaya, takut, emosi negatif lainnya) orang yang kurang tidur lebih aktif 60% dibandingkan orang yang cukup tidur dan peran korteks prefontal  kurang optimal (bagian otak yang berperan dalam berpikir rasional, membuat keputusan. Dampaknya ialah, ia menjadi lebih waspada, siaga, serta sensitif terhadap stimulasi negatif.

Dengan demikian, orang yang kurang tidur mengalami penurunan kendali emosi karena bagian otak yang berperan dalam hal tersebuh “kalah” dengan munculnya emosi itu sendiri.

Selain itu, ketidakseimbangan neurotransmitter seperti serotonin dan dopamin pada otak juga bisa menyebabkan masalah pada mood seseorang.  Serotonin berperan sebagai pengendali stabilitas emosi dan merasakan bahagia. Sementara dopamin, berperan juga dalam mengelola emosi dan memunculkan rasa puas, senang, dan semangat. Ketika terjadi ketidakseimbangan pada kedua neurotransmitter ini, maka seseorang lebih mudah merasakan emosi negatif hingga kehilangan kendali dalam mengelola emosi negatif yang hadir.

 

Dampak Moody

Perlu diketahui, penurunan mood secara tiba-tiba turut berdampak pada orang di sekitar kita. Misalnya, ketika kita mendadak bete dan suram, orang lain akan bingung dan bertanya-tanya. Muncul pertanyaan seperti, “Apa ada yang salah? Apakah aku menyakitimu dan membuatmu kesal?”.

Terdapat saraf cermin (mirror neurons) pada otak yang menyebabkan manusia turut merasakan suasana emosi dan perilaku orang lain. Hal ini dikenal juga sebagai mood contagion (sebaran mood). Contohnya, ketika seseorang tiba-tiba merasa gloomy, maka orang lain yang coba berbicara dengannya turut merasa gloomy. Bahkan, bisa juga berujung pada kekesalan terhadap ia yang gloomy.

Selain itu, mood turut mempengaruhi proses penilaian dan pemahaman informasi. Kondisi mood yang sedang baik atau buruk turut berperan dalam memproses informasi yang hadir. Misalnya, kondisi mood yang sedang sedih dan kacau membuat kita sulit berpikir jernih pada situasi yang terjadi. Tak jarang aktivitas yang sedang kita lakukan pun turut terganggu. Bila ini terjadi terus-menerus, seseorang akan merasa lelah dan sebal dengan situasi moody yang menghampiri.

Perlu dipahami bahwa orang yang moody pun tidak mau mengalami hal tersebut. Dengan begitu pula, ia semakin terjebak dengan permasalahan dalam dirinya sendiri.

 

***

Semoga dengan artikel ini kamu bisa lebih memahami orang moody di sekitarmu (atau mungkin pada diri kita sendiri yang mengalami moody). Moody tidak semata-mata muncul karena mereka menginginkannya, tetapi ada banyak hal yang melatarbelakanginya.