Pijar Psikologi #UnderstandingHuman

View Original

Adele : Seorang Penyanyi yang Terancam Kehilangan Suara

Sekeras apapun kau mencoba, tidak ada yang akan menjatuhkanku

– Turning Tables, Adele

Siapa yang tak kenal Adele? Penyanyi asal Inggris yang baru saja merilis album ‘25’ pada tahun 2015 silam pasti sudah tak asing bagi masyarakat dunia. Profil vokalnya yang tidak dimiliki oleh penyanyi-penyanyi lain membuat namanya melejit dibawah naungan label rekaman XL Recordings dan Columbia Records.

Adele memulai karir bernyanyinya semenjak 2006, dimana saat itu XL Recordings menemukan video bernyanyinya yang diunggah di situs My Space dan langsung jatuh cinta pada suaranya. Lulusan The BRIT School for Performing Arts and Technology ini tidak menyangka bahwa ia akan menjadi bintang hanya dengan melakukan apa yang ia senangi.

Berbekal hobi menulis lagu, bermain musik dan bernyanyi, Adele terus menghasilkan lagu-lagu yang dikemas sedemikian rupa untuk memanjakan telinga para penggemarnya. Kemampuannya menghasilkan karya-karya yang menyentuh dan menyayat hati sungguh tak dapat diragukan lagi. Hingga kini, Adele telah menghasilkan 3 album dan tiap albumnya terus mencetak angka pembelian yang bombastis, Berbagai single yang ia keluarkan kerap menjadi nomor teratas deretan lagu-lagu yang diminati saat ini. Hal itu tentu menjadi prestasi yang membanggakan bagi wanita berumur 28 tahun ini. Karirnya terlihat mulus dan melesat bak roket. Namun, siapa sangka bahwa banyak sekali perjuangan dibaliknya?

Sempat Jadi Alcoholic Berat

Menjadi selebritas tidaklah mudah. Itulah yang dirasakan penyanyi dengan nama lengkap Adele Laurie Blue Adkins ini. Dibalik ketenarannya yang kian meningkat, Adele sempat mengalami suatu masa dimana ia sangat tertekan dengan status popularitasnya, tepatnya ketika karirnya baru dimulai melalui album pertamanya ‘19’ dengan hits jitu ‘Chasing Pavements’. Tak disangka, karyanya langsung mendapat respon positif dan membuatnya memiliki banyak penggemar. Keuntungan besar dan kesibukan pun mulai menyerbu kehidupan sederhananya. Hal itu membuat Adele memutuskan untuk pindah dari rumah ibunya pada November 2008 ke sebuah apartemen di Notting Hill, London. Keadaan sulit pun dimulai.

Ternyata, Adele yang saat itu masih sangat belia mengalami situasi stress yang berlebihan, disebabkan oleh jam terbang yang amat padat serta perasaan homesick yang sangat berat. “Aku pindah ke Notting Hill untuk bisa hidup sendiri, tapi hidupku malah hancur. Teleponku diputus, kartu kreditku dicabut, rumahku berantakan. Hidupku sangat mengenaskan. Aku tidak bisa melakukan segala hal dengan baik tanpa ibuku dan akhirnya aku kembali lagi untuk tinggal dengannya.“ Sayangnya, ia memilih alkohol sebagai pelampiasan emosinya. Pelampiasan yang menjadi kebiasaan itu justru membuatnya menjadi semakin terpuruk. Butuh waktu untuk mengembalikan ritme hidupnya kembali. Rasa cintanya terhadap musik jauh lebih besar dari tekanan apapun yang ia alami, sehingga hal itu mampu menyelamatkannya dari situasi ini.

Dari Laryngitis hingga Hemorrhage

2011 merupakan tahun bersinarnya Adele. Setelah perilisan album keduanya berjudul ‘21’, pelantun ‘Someone Like You’ ini membuat semua penggemarnya merasa bahwa tak ada yang dapat bernyanyi seperti dirinya. Konsernya diadakan dimana-mana dan tak pernah mengecewakan. Tak disangka, semua dapat sirna sekejap mata. Pada Mei 2011, ia merasakan sakit pada tenggorokannya dan langsung dilarikan ke spesialis tenggorokan. Betapa mengagetkan bahwa Adele dinyatakan menderita laryngitis akut, yaitu peradangan pada kotak suara. Kejadian ini mengakibatkan ia harus membatalkan banyak penampilannya. “Menyanyi adalah hidupku, hobiku, hidupku, kebebasanku, dan pekerjaanku. Kau harus tahu betapa menyebalkannya ini, betapa seriusnya aku menghadapi ini, dan betapa terganggunya aku akan semua ini,“ akunya pada OK Magazine. Keadaan lambat laun membaik setelah ia mencoba untuk mengurangi kegiatan bernyanyinya.

Sebelum sempat  memadatkan jadwal kembali, Adele dinyatakan memiliki vocal hemorrhage, yakni pendarahan pada pita suara. Penyakit ini sangat parah sehingga ia terancam tidak akan bisa bernyanyi lagi selamanya. Siapa yang tidak terpukul dengan vonis seperti itu? Penyakitnya juga diperparah oleh gaya hidupnya sebagai alcoholic dan perokok berat. Adele seketika berhenti merokok dan ingin secepatnya memulai hidup baru yang lebih sehat. Operasi laser tenggorokan yang ia jalani membuatnya harus membisu selama berbulan-bulan. Sungguh tekanan yang luar biasa baginya. Meskipun begitu, ia tetap optimis pada proses pemulihannya hingga akhirnya dapat bernyanyi kembali.

Hakikatnya sebuah kehidupan, tentu tidak akan lepas dari ujian yang diberikan Tuhan yang Maha Esa. Peraih 10 Grammy Award ini mampu membuktikan bahwa halangan apapun tak akan membuatnya berhenti untuk terus melakukan apa yang ia cintai. Berputus asa bukanlah pilihan bagi Adele. Eksistensinya yang terus menggema hingga kini memang tak dapat diraih semudah membalikkan telapak tangan. Namun, memperjuangkan itu semua bukanlah sesuatu yang sia-sia, kan?


Sumber Data Tulisan

Data dan kisah hidup Adele diperoleh dari buku ADELE : The Biography yang ditulis oleh Marc Shapiro, terbitan St. Martin’s Griffin, New York tahun 2012

Pengertian laryngitis diperoleh dari situs http://www.medicinenet.com/laryngitis/article.htm