CURHAT: Saya Gugup Ketika Berdiskusi dengan Orang
Curhat
Sebelumnya, saya ucapkan terima kasih atas kesempatan untuk berkonsultasi dengan tim Pijar Psikologi.
Sampai saat ini saya selalu merasa gugup ketika berdiskusi dengan orang -kecuali dengan orang yang sudah kenal dekat entah keluarga, teman, kerabat. Misalnya saja ketika ada diskusi, si pembicara menanyakan pertanyaan pada saya. Saya sudah paham terhadap pertanyaan yang disampaikan, namun karena saya gugup saya tak mampu berpikir jernih sehingga ketika menjawab saya tak bisa menjelaskan dengan baik dan lama menjawabnya.
Selain itu, ketika berada pada forum diskusi “seminar proposal” misalnya, ketika dosen menanyakan pada peserta bagi yang ingin mengajukan pertanyaan. Saya ingin bertanya, namun tak bisa. Bukan karena gugup, melainkan saya merasa bahwa saya masih tak mampu berpikir kritis.
Mungkin permasalahan yang sedang saya alami adalah berinterkasi dengan orang lain. Selama ini mungkin entah aktivitas maupun kepribadian saya yang tidak terlalu suka bertemu dengan banyak orang, menjadi penyebab saya selalu merasakan hal ini hampir di setiap kegiatan diskusi.
Kemudian yang ingin saya tanyakan adalah bagaimanakah cara mengatasi hal itu? Bagaimana cara untuk berpikir kritis dalam sekejap? Apa yang harus dilakukan?
Keterangan: Perempuan, 22 tahun, Mahasiswa
Jawaban Pijar Psikologi
Terima kasih atas kepercayaan Anda untuk bercerita di Pijar Psikologi.
Pertama saya ingin mengapresiasi keberanian Mbak untuk menceritakan masalah yang sedang Mbak hadapi pada kami. Tidak semua orang berani mengungkapkan masalah yang mengganggu pikirannya pada orang lain untuk meminta bantuan atau sekadar pendapat dan Mbak sudah melakukan hal tersebut. Itu langkah yang sangat bagus.
Dari cerita yang Mbak bagikan pada kami saya memahami Mbak merasa kurang percaya diri dengan kualitas dari pernyataan yang ingin Mbak ungkapkan pada orang lain. Akibatnya, Mbak merasa gugup ketika berdiskusi dengan orang lain yang belum Mbak kenal karena Mbak khawatir orang-orang tersebut akan memandang rendah diri Mbak.
Pada akhirnya ketika Mbak ingin mengutarakan jawaban dari pertanyaan yang sebenarnya sudah Mbak mengerti Mbak malah kurang bisa memberikan jawaban sesuai dengan pemahaman Mbak atau kurang maksimal. Begitu pun saat ingin mengajukan pertanyaan pada dosen. Meskipun Mbak memiliki pertanyaan tapi Mbak khawatir pertanyaan Mbak tersebut kurang “bermutu”. Karena pikiran-pikiran Mbak tersebut Mbak merasa performa Mbak kurang maksimal dan Mbak tidak puas dengan hal itu. Rasanya pasti kesal dan geregetan terhadap diri sendiri, mengetahui sebenarnya Mbak memiliki pemahaman yang lebih namun kurang mampu menunjukkannya pada orang lain secara maksimal.
Sejujurnya saya pun pernah mengalami hal yang Mbak alami ini. Ketika dosen selesai menjelaskan sebenarnya saya memiliki pertanyaan namun tidak berani saya tanyakan karena saya takut pertanyaan saya hanya pertanyaan “sepele” yang rasanya “tidak pantas” ditanyakan. Namun saya sering kembali berpikir bahwa saya akan semakin bingung dan penasaran jika pertanyaan saya tidak saya tanyakan. Pada akhirnya saya memberanikan diri untuk menayakan pertanyaan “bodoh” saya dengan pikiran “Ah kalaupun ini pertanyaan bodoh biarlah. Dosen ada memang untuk membantu saya paham atas materi yang tidak saya pahami.”
Pikiran tentang pertanyaan “sepele” itu masih sesekali muncul di otak saya dan yang saya lakukan adalah mengabaikan kata “sepele” tersebut dan tetap menanyakan pertanyaan yang muncul di otak saya kepada dosen, tak peduli sebodoh apapun pertanyaan itu menurut saya.
Tapi sebenarnya tidak ada orang yang benar-benar mengatakan bahwa pertanyaan yang saya ajukan adalah pertanyaan yang “sepele” atau “bodoh”. Itu hanya ada di pikiran saya dan belum tentu dipikirkan oleh orang lain. Saya tidak punya bukti yang menunjukkan bahwa orang lain di sekitar saya menganggap pertanyaan saya bodoh. Karena itu saya rasa saya tidak punya alasan untuk tidak bertanya ketika saya punya pertanyaan. Melawan pikiran “pertanyaan sepele” itu memang tidak bisa seketika saya menangkan.
Pada berbagai kesempatan pikiran itu masih sering hadir dan yang perlu saya lakukan adalah terus melawan pikiran tersebut sampai dia hilang dengan sendirinya nanti. Jika Mbak merasa kurang mampu berpikir kritis, apakah ada orang yang pernah mengatakan langsung pada Mbak bahwa pikiran Mbak kurang kritis? Apa definisi kritis menurut Mbak?
Adakah bukti yang menguatkan pikiran bahwa Mbak kurang mampu berpikir kritis atau pernyataan yang Mbak ungkapkan dianggap tidak kritis oleh orang lain?
Jika tidak, maka bisa jadi pikiran bahwa Mbak kurang mampu berpikir kritis tersebut merupakan bentuk kekhawatiran yang belum tentu terbukti kebenarannya. Dan saya rasa pikiran yang belum tentu terbukti kebenarannya tersebut kurang baik untuk dipercaya.
Namun, jika ada orang yang pernah mengatakan bahwa Mbak kurang mampu berpikir kritis, hal pertama yang perlu Mbak lakukan adalah menerimanya sebagai evaluasi diri namun jangan biarkan diri Mbak terlalu terpengaruh dengan hal itu. Kritik dari orang lain merupakan hal yang wajar. Kita perlu menjadikan kritik tersebut sebagai bahan belajar untuk memperbaiki diri, bukan hal yang menghentikan kita untuk mengembangkan diri. Jadi saran saya adalah lakukan saja.
Tanyakan saja apapun yang ingin Mbak tanyakan pada dosen. Katakan saja apapun yang Mbak pahami tentang diskusi yang sedang Mbak lakukan. Orang-orang di sekitar Mbak belum tentu menganggap Mbak tidak kritis. Kalaupun mereka mengatakan Mbak kurang kritis itu akan menjadi masukan untuk membuat diri Mbak lebih baik ke depannya. Dan cara untuk mengolah kritik tersebut agar menjadikan Mbak pribadi yang lebih baik juga adalah dengan mengatakan hal yang Mbak pahami. Maka lakukan saja. Dobrak pikiran-pikiran yang menghambat Mbak untuk bicara.
Jika saat Mbak ingin bicara Mbak merasa gugup, lakukan relaksasi singkat dengan mengatur nafas mbak sejenak. Tarik nafas yang panjang dan hembuskan perlahan sambil menutup mata, kemudian ungkapkan perlahan-lahan apa yang ingin Mbak ungkapkan. Mbak juga bisa sambil mengatakan kepada diri mbak sendiri dalam hati bahwa mbak bisa. Hal ini akan mengurangi rasa gugup sehingga Mbak bisa mengungkapkan pikiran Mbak dengan lebih maksimal.
Sebagai penutup saya ingin mengungkapkan pendapat saya pribadi tentang Mbak berdasarkan cerita yang Mbak bagikan pada kami. Menurut saya Mbak adalah orang yang kritis karena memiliki pertanyaan setelah dosen menerangkan. Bukankah hal itu yang disebut kritis? Menganalisis dan mengevaluasi informasi yang didapatkan salah satunya dengan cara bertanya. Karena itu saya pun yakin argument-argumen yang Mbak miliki saat berdiskusi sebenarnya bagus. Mbak hanya butuh ketenangan saat menyampaikannya.
Terima kasih telah berbagi.
Salam,
Pijar Psikologi