Pijar Psikologi #UnderstandingHuman

View Original

Impulse Buying: Bijakkah Ketika Kita Membeli?

“Terkadang impuls kita terlalu kuat untuk membuat sebuah penilaian” – Thomas Hardy

Pernahkah Anda tiba-tiba membeli banyak barang ketika berbelanja padahal tidak masuk dalam daftar kebutuhan? Atau pernahkah Anda tiba-tiba membeli banyak barang yang sama dengan merk yang berbeda? Beberapa orang mungkin akan mengatakan bahwa hal itu ia jadikan sebagai sarana pelepas emosi.

Beberapa yang lain mungkin akan mengatakan bahwa ia membeli untuk mencari kepuasan. Apakah perilaku membeli tersebut dapat dijelaskan secara ilmiah? Bagaimana ilmu psikologi memandang perilaku tersebut?

Perilaku yang digambarkan di atas adalah contoh dari impulse buying atau perilaku membeli yang impulsif. Secara bahasa, impulsif sendiri diartikan sebagai sifat cepat bertindak secara tiba-tiba menurut gerak hati. Dalam ilmu psikologi, impulse buying adalah perilaku membeli yang tidak didasarkan pada pertimbangan yang matang dan biasanya terjadi secara tiba-tiba.

Ketika seseorang sudah memiliki dorongan untuk membeli, ia akan tetap mempertahankan keinginannya tersebut dan akhirnya membeli barang yang diinginkannya. Bayley dan Nancarrow, peneliti di bidang psikologi, mengatakan bahwa impulse buying adalah perilaku yang hedonistik karena ditandai dengan kepuasan setelah terjadi. Hal ini bertolak belakang dengan prinsip kegunaan yang mengedepankan manfaat dari sebuah barang yang ada.

Han dan kawan-kawan mengemukakan bahwa perilaku impulsif dalam membeli terdiri dari empat jenis, yaitu:

Perilaku membeli yang impulsif namun terencana

Perilaku impulsif ini ditandai dengan perencanaan terhadap jenis benda yang akan dibeli namun tidak menentukan merk. Hal ini dicontohkan dengan individu yang berbelanja untuk membeli sabun mandi namun belum menentukan akan membeli sabun merk A, B, atau C dan penentuan akhirnya ditentukan oleh penawaran dari iklan.

Perilaku membeli yang impulsif sebagai hasil dari ingatan

Perilaku membeli yang muncul secara tiba-tiba ini disebabkan ketika melihat barang harus dibelinya. Misalnya ada alat tulis yang kita butuhkan untuk dibeli dan setelah melihat bagian alat tulis di supermarket segera teringat bahwa kita harus membeli alat tulis tersebut.

Perilaku membeli yang impulsif dan berorientasi pada tren pakaian

Perilaku impulsif yang ini timbul karena ada model pakaian yang baru sehingga mendorong seseorang untuk mencoba gaya baru.

Perilaku membeli yang murni impulsif

Kategori ini adalah perilaku impulsif yang murni tidak direncanakan namun tidak hanya pada produk pakaian.

Secara umum, perilaku impulse buying dapat didorong oleh beberapa hal, yaitu dari faktor lingkungan belanja, kepribadian, produk, dan perbedaan geografis dan aspek budaya. Faktor lingkungan belanja misalnya adalah penataan ruang untuk tampilan produk, luas ruangan, atau aroma.

Produk yang menarik akan mendorong individu untuk membelinya secara impulsif. Selain itu, orang-orang sekitar yang juga sedang berbelanja akan turut menentukan keputusan seseorang dalam membeli.

Faktor kepribadian yang mendukung seseorang untuk berbelanja secara impulsif antara lain adalah sifat materialisme. Apa itu sifat materialisme? Mnurut Tim Kasser, peneliti asal Amerika, sifat materialisme ditunjukkan dengan mengutamakan keuntungan material, memiliki posesi yang banyak pada pencitraan diri dan popularitas, yang biasanya ditunjukkan dengan uang atau penampilan.

Penelitian juga menunjukkan hubungan yang positif antara perilaku impulsif dalam membeli dengan dorongan untuk melepaskan emosi negatif seperti rendahnya harga diri atau mood yang sedang tidak baik.

Faktor selanjutnya adalah situasi seperti produk, gender, maupun aspek budaya. Produk yang dikemas secara menarik akan meningkatkan dorongan seseorang untuk membelinya. Dalam penelitian dengan kacamata gender, laki-laki cenderung impulsif untuk barang yang menunjang aktivitasnya sedangkan perempuan cenderung impulsif pada barang yang simbolik dan dapat mewakili ekspresinya.

Perspektif budaya menunjukkan bahwa individu dengan budaya yang mandiri akan lebih cenderung untuk mengalami impulsive buying daripada individu yang terbiasa dengan budaya yang kolektif, yaitu budaya yang identik dengan budaya Timur.

Nah, kita sudah tau mengenai apa itu perilaku membeli yang impulsif. Membeli yang tidak terencana mungkin akan membuat kita puas namun belum tentu apa yang kita beli akan bermanfaat bagi kehidupan kita. Terlalu banyak membeli tanpa pertimbangan yang matang beresiko buruk pada kondisi keuangan kita, bukan? Yuk kita periksa lagi apakah selama ini kita sudah menjadi pembeli yang bijak?


Sumber data tulisan:

http://www.creditcards.com/credit-card-news/images/impulse-purchase-lg.png

Referensi kutipan:
www.goodreads.com/quotes/tag/impulse

Referensi tulisan:

[1]Disadur dari artikel yang berjudul A Review of Impulse Buying Behavior yang ditulis oleh G. Muruganantham & Ravi Shakar Bhakat pada jurnal International Journal of Marketing Studies Volume 3 Nomor 5 tahun 2013.

[2]Diambil dari pengertian pada Kamus Besar Bahasa Indonesia Online.

[3]Disadur dari artikel yang berjudul What Psychology Says About Materialism and the Holidays pada laman http://www.apa.org/news/press/release/2014/12/materialism-holidays.aspx.