Pijar Psikologi #UnderstandingHuman

View Original

Mencari Pembenaran dari Kekhawatiran Pribadi Melalui Fat-Talk

Bentuk tubuh dan penampilan fisik menjadi satu hal yang tak luput dari perhatian kita. Sebagian orang bahkan melakukan berbagai upaya dan perawatan untuk menjadikan tubuh tampak lebih menarik. Mulai dari melakukan diet makanan, rutin merawat wajah di klinik kecantikan maupun di rumah, atau memakai pakaian dan atribut sesuai dengan tren terkini.

Sayangnya, berbagai upaya tersebut seringkali berakhir pada bentuk perilaku yang ekstrem. Beberapa orang mungkin menjadi terobsesi untuk mencapai standar kecantikan dan ketampanan yang ideal. Bahkan, aspek kesehatan terkadang luput dari standar tersebut.

Standar yang Dibentuk Media

Banyak orang telah terbawa oleh arus fenomena budaya yang muncul sejak beberapa dekade lalu. Bagi para wanita misalnya, muncul pandangan bahwa tubuh yang ramping merupakan simbol dari kecantikan ideal. Pandangan tersebut terkonstruksi secara sosial melalui gambaran para model catwalk atau gambar wanita di majalah-majalah fashion. Padahal, bukanlah hal yang bijaksana bila kita melihat bentuk tubuh sebagai sesuatu yang bisa dibentuk, baik oleh aturan sosial atau tren.

Jika kita mengenal tokoh-tokoh Barbie dan Ken, konstruksi fisik mereka juga sempat menimbulkan obsesi yang ekstrem pada sebagian orang. Obsesi untuk menciptakan tubuh dengan standar yang tidak masuk akal tersebut sering kali menimbulkan ketidakpuasan. Terlebih, apabila sudah masuk dalam kategori ekstrem, hal ini dapat menimbulkan depresi, harga diri yang rendah, gangguan makan, bahkan usaha bunuh diri.

Fat-Talk

Sebagian dari kita mungkin pernah mengeluhkan atau terlibat dalam perbincangan yang mempermasalahkan bentuk dan berat badan. Fenomena ini dikenal sebagai fat-talk. Fenomena ini mungkin tampak biasa dalam keseharian, namun dampaknya bisa jadi berbahaya. Fat-talk terjadi ketika kita membicarakan hal negatif  mengenai ukuran atau bentuk tubuh. Uniknya, orang-orang yang umumnya telah memiliki tubuh yang sehat dan ideal tak luput dari fenomena ini. Dalam sebuah survei tahun 2011, 90% wanita pernah terlibat dalam fat-talk, meskipun faktanya hanya 9% dari mereka yang overweightFat-talk tidak hanya terjadi pada perempuan usia muda, namun juga pada wanita usia 50-70 tahun dan bahkan pada para pria.

Umumnya percakapan fat-talk akan diwarnai dengan beragam pernyataan, misalnya pertanyaan seperti berikut:

  • Eh, aku gendutan ya?

  • Kalau aku pakai baju ini, aku tambah gendut nggak?

  • Kalau kamu gendut, terus aku apa dong?

  • Wah, kamu kelihatan kurusan pakai baju ini.

  • Seandainya badanku lebih langsing, pasti aku bakal beli baju itu.

Mencari Empati dari Fat-Talk

Menurut Nichter, tekanan norma sosial yang mungkin menyebabkan  para wanita berkomentar negatif mengenai tubuh mereka. Namun, sebagian wanita meyakini bahwa fat-talk justru membuat mereka merasa lebih baik. Sebab, mereka dapat mengekpresikan ketidakpuasan akan tubuh mereka dan menerima respon empatik dari orang lain. Orang-orang umumnya akan menolak anggapan bahwa teman mereka gemuk dan mulai berempati. Turut serta dalam fat-talk terkadang menjadi salah satu cara untuk mengekpresikan empati. Selain itu, sebagian orang juga menjadikan fat-talk sebagai cara untuk mencari pembenaran dari kekhawatiran mereka akan pandangan mengenai bentuk tubuh.

Dampak Fat-Talk

Di sisi lain, frekuensi dari fat-talk di kalangan remaja berkorelasi positif dengan ketidakpuasan pada diri sendiri. Beberapa studi menunjukkan adanya peningkatan ketidakpuasan fisik dan rasa bersalah pada wanita yang memiliki kebiasaan melakukan fat-talk.

Fat talk dapat menimbulkan perasaan malu, tidak puas, juga gangguan pada perilaku makan. Kebiasaan ini tidak memotivasi seorang wanita untuk bertindak sehat atau merawat tubuh mereka, tetapi justru sebaliknya. Fenomena ini juga dapat berdampak pada kesehatan mental wanita dan dinamika sosialnya. Bahkan, bisa mengarah kepada problem kesehatan mental yang lebih luas seperti depresi.

Tidak ada yang salah untuk berubah menjadi lebih cantik atau lebih tampan. Akan tetapi, lebih bijaksana apabila kita tidak hanya berfokus untuk mencapai tubuh yang menarik dan ideal saja. Jadikan diri kita lebih sehat dan pancarkan kecantikan atau ketampanan dari dalam. Kurangi fat-talk dan perbanyak kegiatan lain yang meningkatkan skill, karena cantik dan tampan tidak hanya dilihat dari fisik saja.

 

“Real women are fat.

And thin.

And both, and neither, and otherwise”

-Hanne Blank-