Mengapa Perempuan Menjadi Feminis?
Feminis lekat kaitannya dengan perempuan. Kata “feminis” ini semakin sering terdengar oleh masyarakat Indonesia. Dua macam respons pun muncul menyikapi hal ini, yaitu setuju dan tidak setuju. Mereka yang setuju menganggap feminisme sebagai wadah para perempuan yang telah jengah menjadi makhluk kelas kedua. Sementara mereka yang tidak setuju menilai, perempuan feminis adalah perempuan yang menyalahi ‘kodratnya’ sebagai seorang perempuan. Menyalahi kodrat karena dipandang perempuan tidak lagi membutuhkan laki-laki, tidak ingin menikah dan memiliki keturunan, serta dianggap sebagai usaha melemahkan laki-laki.
Feminisme adalah gerakan sosial dan ideologi yang menyetarakan hak antara lelaki dan perempuan atau lebih sering dikenal sebagai kesetaraan gender di segala bidang, termasuk pendidikan, politik, hukum, sosial dan industri di sektor formal maupun informal. Feminisme menyuarakan keadilan dan penghapusan kekerasan serta persekusi berbasis gender seperti yang dilakukan pada bulan Maret lalu melalui kampanye Women’s March. Women’s March menyuarakan tentang isu-isu perempuan seperti masih banyaknya kasus perempuan yang mendapat kekerasan seksual, verbal, maupun fisik hingga pembunuhan terhadap perempuan atau femicide.
Feminisme kini juga bukan hanya untuk perempuan saja, tetapi juga laki-laki. Sudah banyak laki-laki yang mendeklarasikan dirinya sebagai feminis atau yang lebih sering disebut #HeForShe. Gerakan #HeForShe adalah sebuah gerakan solidaritas seluruh gender termasuk lelaki yang mengamini feminisme untuk mencapai kesetaraan gender. Gerakan ini menolak tegas persepsi dan perilaku negatif terhadap orang-orang feminis.
Feminisme di masa sekarang telah berkembang pesat dan tumbuh subur tidak hanya pada pemikiran perempuan saja, tetapi juga para lelaki yang mengamini ideologi ini. Lalu bagaimana feminisme bisa berkembang pesat di era milenial sekarang ini? Artikel ini akan membahas beberapa alasan yang melatarbelakangi perempuan menjadi seorang feminis.
Karena Perempuan Lelah Dianggap Sebagai Manusia Kelas Dua
Menjadi perempuan adalah bentuk anugerah dari Tuhan kepada setiap manusia yang dipilihNya. Namun, sejarah mencatat bahwa perempuan tidak diperlakukan sebagaimana mestinya seorang manusia yang dilahirkan sebagai anugerah yang perlu dimuliakan. Sebaliknya, perempuan cenderung dilabeli sebagai manusia lemah, kelas kedua di bawah pria, dependen, tidak berdaya, terlalu emosional dan tidak layak menduduki jabatan penting melainkan hanya mendominasi wilayah domestik saja. Hal-hal tersebut seringkali menghalangi perempuan untuk mengembangkan dirinya di berbagai bidang.
Anggapan ketidakmampuan perempuan untuk bisa setara dengan lelaki ini masih sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, seperti perempuan tidak diberi kelonggaran untuk menjadi pemimpin dan menduduki jabatan publik. Padahal faktanya, yang membedakan laki-laki dan perempuan hanyalah kemampuan perempuan untuk melahirkan dan menyusui sedangkan lelaki tidak. Selebihnya adalah sama, hak-hak antara perempuan dan laki-laki adalah setara.
Karena Perempuan Tidak Mau Lagi Dilecehkan
Perempuan telah lama dianggap sebagai manusia kelas dua setelah laki-laki. Laki-laki dianggap lebih superior daripada perempuan dalam segala hal, baik fisik, mental, spiritual bahkan seksual. Sebaliknya, perempuan dipandang rendah dan banyak dilecehkan karena cara berpikir demikian. Kasus pemerkosaan dan pelecehan terjadi karena daya tawar atau posisi perempuan dianggap lemah dan lebih rendah dibandingkan lelaki.
Beberapa waktu lalu gerakan #MeToo banyak mengundang perhatian dunia karena terungkapnya kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh seseorang yang berpengaruh di industri Hollywood terhadap sejumlah aktris dan model di Amerika. Gerakan #MeToo menjadi tagar yang ramai di media sosial karena terungkapnya kasus pelecehan tersebut mengundang dukungan dan pengakuan pelecehan oleh korban lainnya. Menurut data yang dihimpun gerakan #MeToo sebanyak 17.700.000 perempuan mengalami pelecehan seksual sejak 1998. Gerakan ini menjadi masif seperti bola salju dan secara langsung membuka mata kita bahwa pelecehan terhadap perempuan itu nyata dan masih ada disekitar kita.
Di Indonesia sendiri saat ini tengah diperbincangkan RUU tentang penghapusan kekerasan seksual yang dilatarbelakangi oleh banyaknya kasus pelecehan seksual yang terjadi pada perempuan. Komnas perempuan mencatat sebanyak 71% kekerasan dan pelecehan terjadi pada perempuan di ranah privat seperti di dalam rumah tangga dan hubungan personal (hubungan pribadi/pacaran). RUU ini muncul sebagai dukungan negara terhadap pencegahan terjadinya pelecehan seksual terhadap perempuan, penegakan hukum bagi para pelaku pelecehan dan pemulihan hak-hak korban pelecehan.
Karena Perempuan Peduli Nasib Perempuan Lainnya
Persamaan nasib dan perlakuan sesama perempuan terhadap gendernya membawa dampak yang signifikan terhadap lahirnya feminisme. Perempuan secara emosional lebih dominan sehingga perempuan kerap kali berempati terhadap apa yang terjadi pada sesama gendernya. Berangkat dari empati inilah para perempuan merasa perlu untuk memperjuangkan hak-hak mereka yang selama ini terbatasi serta mengubah peran-peran gender, norma seksual dan praktik-praktik seksis yang membatasi perempuan dalam mengembangkan dirinya.
Di Indonesia, sosok R.A. Kartini adalah salah satu contoh perempuan yang peduli terhadap kesetaraan hak perempuan terutama di bidang pendidikan. Perjuangannya untuk para perempuan agar bisa menikmati dunia pendidikan di masa kolonial patut menjadi inspirasi bagi para perempuan masa kini. Dengan pendidikan, perempuan mampu menjalankan fungsinya secara optimal dan melahirkan keluarga serta membangun masyarakat yang sehat dan cerdas.
***
Stigma manusia lemah, dependen dan tidak lebih hebat dari laki-laki masih sering dilekatkan pada sosok perempuan. Padahal Tuhan memandang laki-laki dan perempuan adalah sama dalam hal kemanusiaan. Hak antara perempuan dan laki-laki adalah setara. Hal itulah yang diamini feminisme, yaitu menempatkan perempuan sebagaimana mestinya perempuan ditempatkan setara dengan laki-laki dalam hal kemanusiaan. Perempuan berhak untuk berkarya di berbagai bidang, berhak untuk bekerja, mencari uang, memimpin, mendapat pendidikan tinggi, dan lain sebagainya.
Feminisme adalah sebuah ideologi yang mengembalikan hak-hak perempuan sebagai manusia yang memiliki hak setara dengan laki-laki. Di masa kini sudah bukan lagi masanya perempuan dilecehkan dan dipandang rendah karena tidak ada yang merendahkan perempuan kecuali mereka yang rendah dan hina.
Feminisme bukanlah upaya untuk menggulingkan laki-laki. Feminisme adalah gerakan sosial dan sebuah ideologi untuk menaikkan martabat perempuan yang sempat tertindas karena dianggap manusia kelas kedua.