Pijar Psikologi #UnderstandingHuman

View Original

Meningkatkan Optimisme dengan Self-esteem dan Self-efficacy

Terkadang kesempatan itu kita lewatkan, tidak jarang pula kita menutup pintu peluang dan seringkali kita dihadapkan pada kegagalan. Semua itu tidak jarang membuat kita menjadi pesimis. Lalu, bagaimanakah caranya untuk bisa kembali menjadi optimis? Dalam dunia yang serba sibuk ini, pernahkah kita meluangkan waktu untuk berhenti sejenak menyapa diri kita yang pesimis ini?  

***

Menurut sebuah studi yang dilakukan di Amerika, seseorang yang memiliki perasaan bernilai atau harga diri (self-esteem) serta kemampuan memberikan penilaian terkait kompetensi diri (self-efficacy) secara objektif diketahui berbanding lurus dengan tingkat optimisme.

Harga diri atau self-esteem didefinisikan sebagai tingkat penilaian seseorang yang positif maupun negatif yang dihubungkan dengan konsep diri. Konsep diri adalah deskripsi faktual tentang bagaimana kita memandang diri sendiri. Jika persepsi kita terhadap diri sendiri terdistorsi, maka persepsi tersebut belum tentu benar. Namun, itu menjadi persepsi yang kita yakini tentang diri kita sendiri. Self-esteem adalah bagian dari konsep diri yang diketahui berkorelasi positif dengan optimisme.

Tidak hanya self-esteem saja yang erat hubungannya dengan rasa optimis seseorang, self-efficacy atau perasaan yang menggambarkan kepercayaan seseorang bahwa ia dapat mencapai tujuannya. Tidak seperti harga diri yang lebih merupakan penilaian global terhadap diri dan nilainya, self-efficacy lebih kepada penilaian seseorang terkait kompetensinya dalam mencapai tujuan. Perasaan tersebut muncul akibat adanya analisa dan pemahaman diri yang baik tentang apa yang bisa dan tidak bisa dilakukan oleh dirinya. Dengan kata lain, self-efficacy adalah penilaian seseorang mengenai seberapa besar kemampuannya dalam menghadapi suatu situasi.

Self-esteem dan Self-efficacy Berpengaruh Pada Rasa Optimis

Self-esteem dan self-efficacy diketahui dapat mempengaruhi tingkat optimisme seseorang. Mengapa demikian? Sebelum kita mengetahui alasannya, ada baiknya kita memahami apa itu optimisme. Optimisme adalah kecenderungan umum untuk percaya bahwa setiap orang akan selalu dihadapkan pada dua hasil, entah itu hasil yang baik atau hasil yang buruk. Orang yang memiliki optimisme akan cenderung melihat sisi baik dalam hidup serta menganggap hasil yang buruk/kesulitan yang dihadapi sebagai hal yang sementara.

Penelitian menyebutkan bahwa orang dewasa maupun anak-anak yang melihat kehidupan secara lebih optimis cenderung mempunyai tingkat kesehatan yang lebih baik, lebih termotivasi, cenderung tidak mengalami depresi dan mempunyai prestasi yang lebih tinggi di tempat kerja maupun di sekolah dan kegiatan olahraga. Selain itu, karyawan yang optimis juga menunjukkan perilaku positif dalam melihat peluang dan kesempatan di tempat kerja dibandingkan dengan orang yang merasa pesimis.

Lalu mengapa optimisme bisa dipengaruhi oleh harga dan penilaian diri? Seseorang yang memiliki self-efficacy yang baik atau positif akan lebih melihat sebuah kesempatan yang sesuai dengan kemampuannya sebagai cara untuk mengasah kelebihannya. Hal tersebut berdampak pada peningkatan optimisme dalam diri seseorang. Ketika seseorang yang memiliki self-efficacy yang baik atau positif mendapatkan kesempatan yang kurang sesuai dengan kemampuannya, maka orang tersebut akan menolak secara halus atau memberikan kesempatan tersebut kepada orang lain yang dirasa lebih mampu untuk menggunakan kesempatan itu. Begitu pula dengan seseorang yang memiliki self-esteem yang baik atau positif akan lebih merasa optimis dalam menghadapi sesuatu karena dia bisa menilai dengan tepat baik dari sisi positif maupun negatif dari suatu hal berdasarkan penilaian dirinya.

Berdasarkan penelitian di sebuah sekolah di Yogyakarta, siswa yang memiliki harga diri yang baik/positif serta memiliki rasa optimis yang tinggi diketahui berdampak pada peningkatan motivasi belajar. Penelitian lain menyatakan bahwa terdapat korelasi yang sangat signifikan antara dukungan sosial keluarga dengan self-efficacy. Semakin tinggi dukungan sosial keluarga yang dimiliki oleh remaja maka, semakin tinggi pula self-efficacy remaja tersebut. Begitu pula sebaliknya. Dengan begitu, rasa optimis dalam diri seseorang adalah faktor kunci terkait tinggi rendahnya self-esteem dan self-efficacy seseorang.

***

Hidup seringkali membawa kita pada hal-hal yang dapat memicu kita menjadi pesimis. Namun, dengan memiliki perasaan berharga (self-esteem) dan kemampuan dalam menganalisa kemampuan kita (self-efficacy), niscaya kita akan kembali pada titik optimisme dalam menjalani hidup. Semoga hari-hari kita senantiasa diliputi optimisme!