Pijar Psikologi #UnderstandingHuman

View Original

Nelson Mandela: Pemimpin Para Pemimpin

Siapa yang tidak tahu Nelson Mandela? Mantan Presiden Afrika Selatan sekaligus pejuang anti politik apartheid (penindasan kaum kulit putih terhadap kulit hitam) telah menginspirasi beragam orang. Akhirnya, Mandela menutup usia pada Kamis, 5 Desember 2013 dalam usia 95 tahun, dunia internasional berduka.

Selama hidupnya, Mandela dikenal sebagai sosok pemimpin yang pemberani, teguh prinsip, sekaligus penuh cinta. Menjadi seorang pemimpin bagi Nelson Mandela bukan bermakna tidak memiliki kasih sayang dan rasa takut. Mandela pernah berkata bahwa ia tidak bisa berpura-pura berani, atau bahkan mengalahkan segalanya. Tapi, menurutnya, menjadi seorang pemimpin adalah seni bertahan dan tidak membiarkan orang lain tahu tentang rasa takut dalam hatinya. Sebab, seorang pemimpin harus memimpin perjuangan, maka ia tidak boleh terlihat gentar. Stengel, seorang wartawan Amerika yang secara intens mengikuti jejak hidup Mandela berkata, “Dia (Mandela) tahu bahwa dia adalah contoh bagi orang lain, dan itu yang memberinya kekuatan untuk menang atas ketakutan sendiri,”

Beliau juga dikenal tidak pernah mau bernegosiasi soal prinsip dalam perjuangannya menentang ketidakadilan. Hal ini dilihat saat ia mengalami hukuman penjara atas tuduhan pemberontakan dan memobilisasi massa secara ilegal, ia mendapat tawaran untuk bebas, namun dengan syarat bahwa ia tidak boleh bersuara atas ketidakadilan di negerinya lagi. Namun, ia menolak mentah-mentah tawaran tersebut. Ia berujar, “What freedom am I being offered while the organization of the people remains banned? What freedom am I being offered if I must ask permission to live in an urban area?” Yang artinya, kebebasan apakah namanya jika saya ditawarkan kebebasan namun organisasi rakyat tetap dilarang. Kebebasan apakah namanya jika saya ditawarkan kebebasan namun saya harus tetap meminta ijin untuk hidup di tengah masyarakat kota?

Saat ia mengalami masa tahanan penjara selama 27 tahun, ia juga dilarang untuk membaca koran dan hanya diperbolehkan mengirim surat setiap enam bulan sekali. Dalam penjara di Pulau Robben tersebut, ia dikategorikan sebagai tahanan politik dengan level tahanan dengan fasilitas terendah. Oleh karena itu, salah satu konsekuensinya adalah ia tidak boleh membaca buku-buku yang dikirim dari keluarganya.

Akan tetapi, karena Mandela adalah seorang yang sangat haus ilmu dan berjiwa pemimpin, akhirnya ia mendirikan Universitas Pulau Robben (University of Robben Island) dimana sistem yang digunakan adalah saling berbagi. Dalam pertemuan itu para penjara yang terpelajar berkumpul pada waktu tertentu dan saling memberi kuliah tentang apa yang dipahami. Dan dari situlah ia mendapat kepercayaan tahanan untuk menjadi representatif tahanan di penjara tersebut.

Tidak hanya sebagai sosok yang pemberani dan penuh ide. Sosok beliau juga dikenal sebagai sosok pemimpin yang penuh cinta. Hal ini terlihat dari ucapan beliau dalam buku otobiografinya Long Walk to Freedom. Beliau mengatakan, “Tidak ada satu orang pun yang terlahir membenci orang lainnya hanya karena warna kulit, latar belakang, atau agama. Mereka harus belajar untuk membenci dan bila mereka mampu belajar mengenai kebencian, maka mereka juga dapat diajarkan untuk mencintai. Karena cinta muncul lebih alami di dalam hati setiap manusia dibanding kebencian.”

Selain itu, Mandela paham benar bahwa revolusi berdarah Zimbabwe yang diprakarsai oleh Robert Mugabe bisa saja terjadi di Afrika. Namun, beliau lebih memilih untuk melakukan harmonisasi. Ia mengatakan bahwa Afrika bukan milik orang kulit hitam atau kulit putih. Afrika adalah milik bersama orang-orang yang hidup di atas tanahnya.

Bahkan saat ia terpilih menjadi presiden pada tahun 27 April 1994, ia mengundang semua orang yang menyeretnya ke penjara, termasuk para penjaga penjara, secara resmi saat upacara sumpah kepresidenannya. Ia berkeyakinan bahwa kebencian harus dilawan dengan cinta kasih. Selain itu, ia juga merasa perang antarras, termasuk terhadap kulit putih, akan mereda jika para pemimpinnya menghargai dan menghormati satu sama lain.

Hati hangat dan penuh kasih Mandela tempak melalui kebiasaannya yang selalu mendonasikan sepertiga gajinya untuk berbagai kegiatan sosial melalui yayasannya, Nelson Mandela Children’s Fund. Yayasan ini berfokus menangani penyakit pada anak-anak dan penyakit HIV AIDS. Selain itu, anggaran kesejahteraan untuk masyarakat naik sebanyak 13% di bawah kepemimpinannya. Melalui dana tersebut, pemerintah memperkenalkan kesetaraan bantuan untuk masyarakat, termasuk bantuan orang cacat, bantuan perawatan anak, serta dana pensiun lansia, yang sebelumnya diberi tingkatan-tingkatan untuk berbagai kelompok ras Afrika Selatan. Tahun 1994, layanan kesehatan gratis diberikan untuk anak-anak di bawah usia 6 tahun dan ibu hamil, suatu peraturan yang cakupannya diperluas sampai semua pengguna layanan kesehatan sektor publik tingkat dasar pada tahun 1996.

Kepemimpinan Mandela yang tegas sekaligus penuh kasih tidak sepi dari kritik. Kendati demikian, Mandela telah memberikan teladan kepada dunia bahwa ketidakadilan dan kesenjangan harus diberantas. Mandela telah pergi dan tidak akan kembali lagi, namun jejak-jejak kepemimpinannya telah mengubah dunia.

—-

Sumber data tulisan

  1. http://fortune.com/2014/12/05/6-principles-that-made-nelson-mandela-a-renowned-leader/ diakses pada tanggal 28 November 2016

  2. http://www.southafrica.info/mandela/mandela.htm#ixzz4QnoZV8KB diakses pada tanggal 28 November 2016

  3. http://www.southafrica.info/mandela/mandela.htm#ixzz4QnoZV8KB diakses pada tanggal 28 November 2016

  4. http://dunia.news.viva.co.id/news/read/464261-8-pelajaran-berharga-soal-kepemimpinan-dari-mandela diakses pada tanggal 28 November 2016