Autisme dan Terapi Berkuda

“A disability does not have to limit a person from riding horses.”

– PATH International

Disabilitas ternyata memang tidak menghalangi seseorang untuk dapat menunggang kuda. Salah satu contohnya adalah IF (9) yang didiagnosis mengalami kecenderungan autisme ketika usianya dua tahun. IF memiliki masalah dalam berhubungan dengan orang lain, kemampuan ekspresinya sangat buruk, tidak bisa menyebut nama sendiri, dan kesulitan dalam berkomunikasi. Beberapa tahun belakangan ini, ayah IF membawanya ke stable (red : kandang kuda) dan ia bertemu dengan kuda perempuan berwarna cokelat. Sejak saat itu, semuanya berubah. Ayah IF mengakui bahwa anaknya memiliki kemajuan yang sangat signifikan. Ia mampu mengenali namanya sendiri, berbicara dengan kuda dan mengontrol kuda, serta dapat fokus dalam belajar membaca. Selain itu, hal yang mengejutkan adalah IF berhasil memenangkan medali di sebuah kompetisi berkuda bagi individu dengan disabilitas (Carroll, 2013).

Anak dengan Autisme saat terapi berkuda – Sumber: Dokumentasi pribadi

Mengapa bisa demikian?

Anak yang dikenal tidak bisa berkomunikasi dengan baik dan memiliki abnormalitas dalam perkembangannya dapat menunjukkan perkembangan yang pesat dan memenangkan sebuah kompetisi. Mash dan Wolfe (2010) dalam bukunya menyebutkan terdapat beberapa treatment yang dapat diberikan kepada anak-anak dengan kecenderungan Autism Spectrum Disorder (ASD), seperti behavior modification, metode pengajaran individual maupun inklusi, dan beberapa metode lainnya. Namun, terdapat satu cara alternatif yang dapat diberikan kepada anak dengan kecenderungan ASD yang masih belum banyak diketahui masyarakat namanya.

Terapi berkuda – Sumber: Dokumentasi pribadi

Apakah Therapeutic Riding itu?

Therapeutic riding adalah sebuah terapi yang dikhususkan untuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang melibatkan kuda dalam aktivitas terapi guna memunculkan perbaikan dalam kognitif, fisik, emosional, dan social well being seseorang dengan disabilitas (pathintl.org). Selby dan Osborne (2013) mengatakan terapi ini sangat erat hubungannya dengan human-equine bond dan sangat potensial memberikan manfaat dalam hal pembinaan hubungan, rekreasional, pengembangan kemampuan, terapi sekaligus exercise, dan pengembangan beberapa aspek psikososial lainnya.

Euforia terapi berkuda – Sumber: Dokumentasi pribadi

Mengapa harus Therapeutic riding?

Ternyata, terdapat beberapa keuntungan dari terapi dengan kuda ini bagi ABK yang menjalankannya. Pertama, ABK akan memperoleh keuntungan fisik yang didapatkan dari gerakan selama terapi. Tentunya terapi ini pun tergolong olahraga sehingga anak dapat menyalurkan energinya melalui aktivitas ini (Selby & Osborne, 2013). Kedua, keuntungan psikologis dan emosi dapat diperoleh dari rasa senang ketika anak bertemu dan menunggangi hewan tersebut. Selain itu, anak juga bisa memiliki ikatan dengan kuda sehingga anak memiliki emosi yang cukup positif. Anak juga dapat menyalurkan emosi-emosi negatifnya melalui terapi ini karena salah satu manfaat dari berkuda adalah untuk realeasing emotion atau menyalurkan emosi negatif. Terapi ini pun juga bermanfaat untuk melatih kemampuan sosial anak karena anak akan bertemu dan berinteraksi dengan instruktur, sidewalker, dan tentunya kuda yang dipakainya.

Implementasi terapi berkuda – Sumber: Dokumentasi pribadi

Berkuda dapat membantu kita untuk mengasah kemampuan sosial, benarkah?

Hart (dalam Bizub, Joy, & Davidson, 2003) bahwa bekerja dengan kuda ternyata dapat meningkatkan kemampuan interaksi sosial seseorang. De Pauw (dalam Bizub, Joy, & Davidson, 2003) menambahkan program berkuda diketahui dapat membangun self-confidence, self-esteem, dan self-awareness ketika seseorang dengan disabilitas memiliki motivasi untuk berkuda dan mereka memiliki perasaan bangga akan aktivitas yang dilakukan.  Dalam terapi ini, kuda membantu ABK secara fisik dan mental dengan ‘menantang’ mereka meraih sesuatu yang terlihat tidak mungkin dilakukan oleh seseorang dengan disabilitas. Hal tersebut menjadi salah satu alasan mengapa terapi ini dapat membangun kepercayaan diri seorang anak.

Adapula keuntungan kognitif saat instruktur memberikan arahan tentang tugas-tugas yang harus anak lakukan diatas kuda. Pada kegiatan terapi, anak akan mencerna apa yang harus ia lakukan dan ia juga harus memberikan respon dari tugas yang diberikan oleh insturkturnya. Keuntungan rekreasional pun dapat diperoleh anak ketika ia berada diatas kuda ketika anak mendapatkan kesenangan dan kegembiraan (Selby dan Osborne, 2013). Anak dengan kecenderungan ASD juga dapat dilatih untuk lebih adaptif terhadap perubahan. Pada anak ASD, biasanya terdapat pelatihan khusus seperti behavior modification  atau pelatihan agar anak lebih adaptif dengan perubahan seperti setelah beberapa kali ia menaiki kudanya, kuda akan diganti dengan kuda baru yang sama capable untuk dirinya (HETI, 2013). Bayangkan saja, dalam satu kegiatan terapi anak mendapatkan banyak manfaat. Efektif bukan?

Terapi berkuda itu seperti apa?

Kegiatan yang biasa dilakukan setiap satu sesi terapi biasanya dibagi menjadi tiga bagian; pra on horseon horse, pasca on horse. Sebelum menunggang kuda anak dipandu untuk grooming atau membersihkan dan menyiapkan kuda. Di bagian ini diharapkan anak dapat membentuk bonding yang kuat dengan kudanya. Pada bagian on horse, inilah inti dari terapi dilaksanakan. Di awal atau selama bagian on horse, biasanya kuda terus berjalan agar anak dapat mengikuti pergerakan badan kuda. Pada bagian ini juga terdapat kegiatan vaulting games (contoh: melempar bola) dan educational games dari atas kuda (contoh: menebak gambar, tanya jawab). Kegiatan tersebut bertujuan untuk mengembangkan kemampuan kognitif dan komunikasi anak. Kegiatan tersebut mengharuskan anak fokus, memberikan atensi pada instruktur, dan kegiatan yang merangsang anak untuk lebih aktif berkomunikasi. Pada bagian pasca on horse anak akan dibawa berjalan keliling seluruh stable sebagai aktivitas relaksasi dan rekreasi. Namun, dalam satu sesi latihan tidak diharuskan ketiga bagian tersebut dilakukan semua, instruktur akan mempertimbangkan dan merancang kegiatan sesuai dengan kondisi, kapabilitas, dan mood anak.

Therapeutic riding ini tentu tidak hanya dikhususkan untuk anak dengan kecenderungan ASD saja. Anak dengan disabilitas apapun dapat melalukan kegiatan terapi berkuda yang programnya akan disesuaikan dengan disabilitas yang dimiliki. Anak dengan cerebral palsy, traumatic brain injuty, multiple sclereosis, down syndrome, spina bifida, dan  intellectual disability (ID) dapat meminimalisir abnormalitas perkembangannya melalui terapi berkuda ini (Bizub, Joy, & Davidson, 2003). HETI (2013) juga mengatakan  terapi ini juga dikhususkan untuk anak dengan ADHD, cacat fisik, learning disability/disorder, emotional disorder, epilepsi, dan disabilitas lainnya.

There is something about the outside of a horse that is good for the inside of a man

– Winston S.  Churchill


Sumber data tulisan

  1. Bizub, B., Joy, A., Davidson, L. (2003). It’s Like Being in Another World: Demonstrating The Benefits of Therapeutic Riding for Individual with Psychiatric Disability. Psychiatric Rehabilitation Journal, 26(4), pp. 377-384

  2. Carroll, L. (2013). Riding a Horse Brings Autistic Boy Out of His Shell. Diakses melalui http://www.today.com/parents/riding-horse-brings-autistic-boy-out-his-shell-2D11577330

  3. Mash, E., Wolfe, D. (2010). Abnormal Child Psychology (4th ed.). Belmont, USA: Wadsworth Cengage Learning.

  4. Learn About Therapeutic Riding. Diakses melalui http://www.pathintl.org/resources-education/resources/eaat/198-learn-about-therapeutic-riding tanggal 9 Maret 2014 pukul 20.35

  5. Selby, A., Osborne, A. (2013). A Systematic Review of Effectiveness of Complementary and Adjunct Therapies and Intervensions Involving Equines. Journal of Heatlh Psychology. 32(4) pp. 418-432. DOI: 10.1037/a0029188.

  6. The Federation of Horses in Education and Therapy International / HETI (2013). Handbook for Instructor Sertification Course for Therapeutic Riding.

By: Dhisty Azlia Firnady



Pijar Psikologi

Pijar Psikologi adalah media non-profit yang menyediakan informasi kesehatan mental di Indonesia.

Previous
Previous

Lauren Potter: Aktris Sekaligus Aktivis yang Menginspirasi

Next
Next

Cinta tanpa Syarat untuk Individu dengan Down Syndrome