A Reason to Live: Tentang Memaafkan dan Mengikhlaskan

a reason to live.jpg

“Anak yang membunuh Sang-Woo, anak yang aku maafkan sudah membunuh orang lain. Itu berarti aku juga membunuh orang itu,”

-Da Hye

Judul: A Reason to Live

Pemain: Song Hye-Kyo (Da Hae/Clara), Nam Ji-Hyeon (Ji Min), Ki Tae-Yeong (Sang Woo)

Genre: Drama

Sutradara: Lee Jeong-Hyang

Tanggal Rilis: 27 Oktober 2011

Durasi: 119 menit

Distributor: Lotte Entertainment

 

Memaafkan, bukanlah perkara yang mudah untuk dilakukan. Terutama jika kita harus memaafkan orang yang melukai orang yang kita sayangi. Bahkan hingga membunuhnya. Namun, hal itu tidak berlaku dalam film ini.

A Reason to Live, sebuah film yang disutradarai oleh Lee Jeong-Hyang, bercerita tentang forgiveness atau memaafkan. Film ini dibuka dengan percakapan romantis antara Da Hye dengan Sang Woo tentang arti sebuah payung kuning yang menjadi hadiah dari Sang Woo sebelum mereka bertunangan. Da Hye selalu menganggap bahwa percakapan di bawah payung saat hujan adalah masa-masa romantis. Namun, siapa sangka jika percakapan tersebut merupakan percakapan terakhir yang mereka lakukan.

Sebuah kejadian terpaksa harus memisahkan sepasang tunangan tersebut. Hari itu, tepat di hari ulang tahun Sang Woo, seorang pemuda tidak sengaja menabraknya. Namun, karena ketakutan pemuda tersebut berbalik arah sengaja melindas Sang Woo. Hari-hari berikutnya, saat proses hukum berjalan, Da Hye memutuskan memaafkan pemuda tersebut. Dia memberikan petisi bebas kepada si pemuda tanpa pernah menemuinya. Dia yakin jika dapat memaafkan pemuda tersebut, Sang Woo akan lebih tenang.

Semenjak kematian Sang Woo, Da Hye berhenti dari tempat kerjanya dan melakukan sebuah pekerjaan atas permintaan gereja. Pihak gereja meminta Da hye untuk membuat film tentang orang-orang yang juga memberikan petisi bebas kepada para pelaku yang telah melukai mereka. Mendengar kisah mereka membuat Da Hye ragu untuk memberikan maaf pada pemuda yang membunuh tunangannya. Membuatnya terus mempertanyakan kembali apakah sikapnya sudah tepat atau tidak. Keraguannya pun menjadi benar saat dia menemui salah satu keluarga korban pembunuhan, seorang siswa berprestasi. Tidak disangka pembunuh siswa tersebut sama dengan orang yang membunuh tunangannya. Hal ini membuat Da Hye merasa begitu menyesal telah membebaskan pemuda tersebut.

Secara keseluruhan film ini terasa membingungkan karena alurnya yang maju-mundur. Namun, banyak pesan moral yang dapat dipetik dalam film ini, terutama mengenai memafkan dan mengikhlaskan. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, memaafkan bukanlah hal yang mudah. Sebab memaafkan merupakan proses atau hasil proses mengubah emosi dan sikap kita terhadap orang yang telah menyakiti kita atau orang yang kita sayang. Mengubah emosi negatif kita dengan sikap yang positif1.

Memaafkan memang hal yang mudah dikatakan, tetapi sulit untuk dilakukan. Memaafkan tidak sekadar kata-kata, tetapi lebih KE bagaimana kita mampu memaafkan seseorang dengan tulus dan ikhlas. Jika Tuhan mau memaafkan umat-Nya dengan mudah, mengapa kita sulit untuk memaafkan orang lain. Bahkan seringkali menyimpan dendam atas kesalahan seseorang.


Sumber Data Tulisan

1American Psychological Association. 2008. Forgiveness: A Sampling of Research Results. Washington DC: Office of International Affairs.

Image Featured Credit: http://www.hancinema.net/

Apriastiana Dian Fikroti

Introvert, penyuka warna biru, ailuropbilia, penikmat kata dan kopi.

Previous
Previous

Adele : Seorang Penyanyi yang Terancam Kehilangan Suara

Next
Next

Memaafkan = Membebaskan