Bromance, Kenapa Nggak?
“Dean dan aku berada dalam sebuah hubungan yang kuat.”
~ Castiel, Supernatural Season 6 Episode 3
Buat sebagian besar orang, konsep “bromance” mungkin masih terdengar ambigu. Tidak sedikit yang mungkin bertanya-tanya, kalau istilah “bromance” berasal dari kata brother (saudara laki-laki) dan romance (cinta romantis), lantas apa bedanya dengan gay?
Meski punya unsur kata romance, “bromance” sebetulnya bukan istilah untuk menyebut cinta romantis antarsesama jenis. Justru sebaliknya, istilah “bromance” dipakai untuk menunjukkan hubungan sesama laki-laki yang sangat dekat, bahkan tidak jarang emosional, namun sama sekali terbebas dari cinta romantis. Urban Dictionary sendiri mendefinisikan “bromance” sebagai cinta dan afeksi atau sebuah perasaan yang rumit yang dirasakan oleh dua laki-laki heteroseksual.
Singkatnya, “bromance” bisa dibilang sebagai persahabatan yang sangat dalam antara dua cowok. Saking dalamnya, “bromance” memungkinkan kedua cowok tersebut untuk mengekspresikan emosi mereka satu sama lain, bahkan melalui tindakan-tindakan yang menurut masyarakat umum dianggap kurang macho, seperti menangis atau berpelukan.
Bromance dalam Budaya Populer
Budaya populer mulai abad ke-20 memegang andil besar dalam membentuk persepsi dunia tentang “bromance” melalui konteks situasi yang bervariasi. “Bromance” kerap muncul dalam konteks rekan serumah, seperti yang terjadi pada Holmes dan Watson dalam serial TV Sherlock, Felix dan Oscar dalam The Odd Couple, maupun Joey dan Chandler dalam serial TV era 90-an Friends.
“Bromance” juga banyak digambarkan dalam kisah petualangan, dimana dua atau lebih tokoh laki-laki harus menghadapi tantangan atau menunaikan misi bersama-sama. Beberapa bisa saja bersifat bodoh, seperti kisah Phil, Stu, Doug dan Allan dalam film Amerika, The Hangover, atau Seth dan Evan dalam Superbad. Ada juga yang seperti di film The Bucket List, dimana Edward dan Carter yang sama-sama divonis penyakit mematikan memutuskan bertualang bersama keliling dunia.
Kisah-kisah petualangan lain melibatkan berbagai macam rintangan mematikan dan marabahaya. Beberapa di antaranya menampilkan “bromance” antara tokoh laki-laki yang bahkan bukan manusia, seperti Frodo dan Sam dalam film Lord of the Ring, Dean dan Castiel dalam serial TV Supernatural, serta Kirk dan Spock dalam film yang diangkat dari serial TV, Star Trek. Termasuk pula tokoh-tokoh Disney seperti ‘llama’ Cuzco dan Parcha dalam Emperor’s New Groove serta Woody dan Buzz dalam film Toys Story.
Di Korea Selatan, “bromance” tergambar dalam relasi yang ditunjukkan antara anggota boyband atau aktor-aktor yang dipasangkan sebagai sahabat dalam drama, seperti Lee Jong-Suk dan Kim Woo-bin dalam serial School 2013. Di Jepang, “bromance” digambarkan melalui manga dan anime, seperti Shinichi Kudo dan Heiji Hattori dalam Detective Conan, Kuroko Tetsuya dan Kagami Taiga dalam Kuroko’s Basketball, serta Mashiro Moritaka dan Takagi Akito dalam Bakuman.
Hubungan para tokoh dalam kisah-kisah “bromance” dinilai unik, karena bentuk kedekatan yang ditunjukkan sehari-hari kerap justru berupa keusilan, tukar-menukar umpatan, bahkan tindakan yang bodoh dan kekanak-kanakan. Namun di balik itu semua, masing-masing tokoh akan selalu ada bagi yang lain, menjadi tumpuan di masa sulit, dan terus memberi dukungan dengan luar biasa loyal. Tidak jarang salah satu tokoh rela mengorbankan miliknya yang berharga, bahkan nyawa kalau perlu, bagi sahabatnya.
Bromance di Kehidupan Nyata
Marak dirayakan melalui aneka media populer, nyatanya “bromance” benar-benar ada di sekitar kita. Banyak yang menilai persahabatan intim antarcowok cuma ditemukan di korps militer, asrama putra, atau tim olahraga. Padahal, semua cowok yang normal secara sosial sesungguhnya berkapasitas “mencintai” sesama cowok, tanpa menjadi gay.
Lantas mengapa masyarakat kebanyakan menganggap ucapan sayang, pelukan, atau tangisan sesama cewek itu wajar, sementara buat sesama cowok justru sebaliknya?
Dalam bukunya Deep Secrets: Boy’s Friendships and the Crisis of Connection, sosiolog Niobe Way menemukan bahwa anak laki-laki pra-remaja—secara mengejutkan—mampu membicarakan teman dekat laki-lakinya secara sangat intim. Namun ketika beranjak dewasa, para cowok cenderung kehilangan kedekatan antarteman yang dulu mereka miliki. Alasannya, mereka takut dicap gay atau dikatai feminin.
Robert Garfield, psikoterapis sekaligus penulis buku Breaking the Male Code: Unlocking the Power of Friendship, mencoba menelusuri sejarah dan menemukan adanya perubahan norma sosial yang menentukan bagaimana cowok harus bersikap. Dalam Iliad misalnya, Homer sang penulis Yunani kuno menggambarkan kesetiaan dan ikatan kuat antara Achilles dan sahabatnya, Patroclus.
Bagaimanapun di Zaman Victoria, kaum lelaki dituntut untuk menjadi tumpuan keluarga dengan citra keras. Di Amerika dan Eropa, pria ideal dicitrakan sebagai sosok yang macho, soliter, dan tahan banting. Ketergantungan pada individu lain dan ekspresi terhadap emosi maupun rasa sakit dianggap sebagai kelemahan.
Sebagai pelengkap, industri mulai membuat dikotomi produk ‘feminin’ versus ‘maskulin’. Tema romansa pria dan wanita menjadi salah satu genre terpopuler sepanjang masa, baik untuk film, serial televisi, novel, komik, dan lagu-lagu. Akhirnya, hampir segala bentuk cinta dan kedekatan emosional diasumsikan sebagai cinta secara seksual.
Bromance Itu Sehat
Meski cowok terlahir dengan tingkat agresivitas dan jiwa kompetitif yang relatif lebih tinggi dari cewek, kedua jenis kelamin pada dasarnya mampu dan butuh untuk menjalin pertemanan. Secara ilmiah, interaksi sosial dapat meningkatkan produksi oksitosin, hormon yang mampu memberi rasa senang dan meredam stres. Mungkin itu alasan tingkat kecenderungan bunuh diri remaja putri memasuki abad ke-21 lebih rendah dari tingkat kecenderungan remaja putra.
Belum lama ini, dua penelitian berbeda tentang interaksi pada mammalia jantan juga menyimpulkan bahwa “bromance” itu baik. Penelitian pertama dilakukan oleh University of California, Berkeley, AS pada tikus, sementara penelitian yang lain dilakukan oleh Max Planck Institute Evolutionary Anthropology, Leipzig, Jerman pada simpanse. Peneliti di Berkeley menemukan bahwa dua tikus jantan relatif lebih rileks dan memilih bekerjasama setelah mengalami stimulus stres. Sementara itu, peneliti di Leipzig menemukan bahwa level stres simpanse jantan dalam konfrontasi agresif berkurang drastis ketika ia bertarung bersama partnernya setianya (grooming partner).
Bromance , Kenapa Tidak?
Pada tahun 1960, C.S. Lewis menerbitkan The Four Loves yang menganalisis ulang dan mengimprovisasi jenis-jenis cinta yang konon dikemukakan oleh Aristoteles. Dari jenis cinta yang lain, Lewis merepresentasikan pertemanan sebagai philia, yaitu cinta yang membebaskan seseorang dari status dan atribut sosialnya di hadapan satu sama lain. Karena philia menekankan pada ikatan secara emosi, jenis cinta ini membebaskan seseorang dari segala konteks ragawinya.
Pemikir dan penulis Love Undetectable Andrew Sullivan menyebut bahwa persahabatan yang sesungguhnya dapat mengalahkan keindahan cinta secara seksual. Ketika cinta romantis mensyaratkan kontrol terhadap satu sama lain, cinta dalam pershabatan justru memberi ruang bagi kedua belah pihak untuk tetap memegang kendali. Sementara romantisme bisa saja bertepuk sebelah tangan, persahabatan membutuhkan kemauan yang resiprokal.
Mengutip salah satu bagian tulisan Sullivan, “Persahabatan menyediakan apa yang romantisme janjikan namun gagal untuk dipenuhi… Romantisme datang begitu cepat, seperti dalam lagu-lagu, namun persahabatan semakin matang seiring berjalannya waktu. Jika romantisme paling sempurna di masa mudanya, persahabatan menjadi sangat berharga ketika tahun-tahun telah berlalu.”
Sumber Data Tulisan
Dumenico, S. (2011, November 17). Bromances comes out of the closet. Retrieved July 17, 2016, from The Huffington Post: http://www.huffingtonpost.com/2008/03/26/bromance-comes-out-of-the_n_93560.html
Fletchlives. (2005, May 30). Bromance Top Definition. Retrieved July 16, 2016, from Urban Dictionary: http://www.urbandictionary.com/define.php?term=Bromance
Hancock, N. (2008, April 9). Overanalyzing the “bromance”. Retrieved July 17, 2016, from Gawker: http://gawker.com/378059/overanalyzing-the-bromance
Lewis, C. (1960). The Four Loves. London: Geoffrey Bles.
Metaxas, E. (2014, September 22). Male friendship, not ‘bromance’. Retrieved July 17, 2016, from Life Site News: https://www.lifesitenews.com/opinion/male-friendship-not-bromance
Popova, M. (2014, August 8). C.S. Lewis on true friendship. Retrieved July 17, 2016, from Brainpickings: https://www.brainpickings.org/2014/09/08/c-s-lewis-four-loves-friendship/
Popova, M. (2014, April 23). Love undetectable: Andrew Sullivan on why friendship is a greater git than romantic love. Retrieved July 16, 2016, from Brainpickings: https://www.brainpickings.org/2014/04/23/love-undetectable-andrew-sullivan-friendshiip/&lv=id-ID&s=1&m=386&host
Sanders, R. (2016, March 3). Bromances maybe good for men’s health. Retrieved July 16, 2016, from Berkeley News: http://news.berkeley.edu/2016/03/03/bromances-may-be-good-for-mens-health/
Sarchet, P. (2016, February 26). Bromance helps stressed out warring chimps keep their cool. Retrieved July 16, 2016, from Newscientist: https://www.newscientist.com/article/2078902-bromance-helps-stressed-out-warring-chimps-keep-their-cool/
Signature. (2016, April 29). A Brief History of Bromance. Retrieved July 17, 2016, from Signature Reads: http://www.signature-reads.com/2016/04/a-brief-history-of-bromance/
Featured Image Credit: https://archiveofourown.org/works/1832293
Let others know the importance of mental health !