CURHAT: Ternyata Pasangan Tidak Benar-Benar Mencintai Saya. Saya Ingin Move On dan Berbahagia Lagi.

Curhat

Ini memasuki bulan ketiga setelah saya putus dengan katakanlah kekasih. Hal tersebut karena dari awal kami tidak pernah mengatakan pacaran tapi berkomitmen untuk jalan bersama. Laki-laki ini adalah senior saya yang sudah saya sukai sejak tahun 2014. Sampai saat ini saya masih tidak mengerti kenapa saya bisa suka selarut ini kepadanya. Dari awal suka saya tidak pernah bicara dengannya bahkan saya butuh waktu hampir 1 semester untuk tahu namanya siapa. Benar-benar orang asing. Tapi sejak pertama ketemu saya sudah tertarik. Butuh waktu setahun hingga saya akhirnya mengakui pada diri saya kalau saya suka kepada dia. Tapi saya tetap tidak melakukan apa-apa untuk mendekatinya.

Waktu terus berjalan. Perasaan saya hilang timbul. Ketika lama tak berjumpa saya tidak begitu ingat, tapi ketika tidak sengaja berpapasan, saya ingat lagi kalau saya suka dengan dia. Tak lama setelah itu, saya didekati laki-laki lain, sebut saja A. Lalu saya mencoba menjalani hubungan dengan A. Setahun lebih. Tapi saya sadar, hati saya tidak sungguh-sungguh dengan A. Akhirnya saya sudahi dan saya ceritakan keadaan hati saya sebenarnya kepada A. Saat itu, saya memutuskan untuk move-on terhadap perasaan saya selama ini kepada senior saya tersebut. Saya hubungi dia tanpa berharap apa-apa. Saya hanya ingin berdamai dengan diri sendiri. Karena saya tersiksa bertahun-tahun menyimpan hati tapi tidak melakukan apa-apa.

Di luar ekspektasi saya, dia ternyata merespon. Singkat cerita dia mengatakan kalau dia juga suka pada saya. Saya luar biasa senang dong. Akhirnya cinta sepihak saya selama bertahun sekarang bisa saya genggam tangannya. Sebelum kami memulai bersama, saya sudah tanyakan kepada dia, “yakin mau sama saya?” Karena saya tahu kami berasal dari lingkaran sosial yang berbeda. Dia dan teman-temannyanya berasal dari lingkungan superior di kampus. Sementara saya biasa-biasa saja. Hal ini saya lakukan karena saya merasa insecure. Ini adalah kali pertama saya maju duluan untuk memulai hubungan.

Kurang dari sebulan saya bersama dia, saya diterima kerja dan kami harus menjalani LDR. Sangat berat untuk saya, laki-laki ini yg saya tunggu dan saya doakan selama tiga tahun terakhir, sekarang bersama saya namun harus saya tinggalkan. Dia belum bekerja, baru tamat kuliah waktu itu dan sedang menunggu jadwal wisuda. Kebetulan saya lulus lebih dahulu meskipun saya juniornya.

Satu bulan LDR, saya selalu sempatkan 1-2 bulan untuk pulang. Saat pertama kali saya pulang setelah hampir sebulan LDR,  kami pergi keluar  dalam satu kesempatan. Dia meninggalkan saya pergi sendirian untuk membeli sesuatu di dalam sebuah mall. Sementara ia menunggu di dalam mobil diparkiran mall lainnya (mall tempat saya membeli sesuatu dan ia parkir berseberangan). Jadi ia membiarkan saya menyeberang sendirian. Sebulan setelah kepulangan pertama, saya pulang lagi dan hal seperti itu terjadi kembali (dia membiarkan saya sendirian). Selain itu, di lain kesempatan, kita pergi bersama ke sebuah mall untuk membeli dua barang di dua toko yang berbeda. Setelah turun dari mobil, dia meminta untuk jalan berpisah. Setelah berbelanja masing-masing baru kami bertemu lagi di parkiran mobil. Ketika hal ini terjadi, tentunya saya merasa aneh. Tapi tidak terlalu saya pikirkan, karena saya masih dalam tahap terlalu senang bisa bersama dengan laki-laki yang saya tunggu bertahun-tahun lamanya.

Seiring berjalan hubungan LDR ini, kami jadi sering ribut. Sampai suatu waktu terjadi ribut besar dan akhirnya kami memutuskan untuk putus. Dalam beberapa bulan hubungan tersebut, dia sudah berkata ingin serius dengan saya, ingin menemui keluarga saya, tapi untuk move mencari pekerjaan saja selalu ditunda-tundanya. Akhir bulan April yang lalu saya pulang dan bertemu lagi dengannya. Saya penasaran dan menanyakan kenapa dulu ia suka meminta jalan berpisah dengan saya? Ia katakan ia takut ketahuan teman-temannya. Hati saya benar2-benar hancur babak belur. Saya percaya tidak ada orang lain diantara kami, permasalahannya adalah pada dirinya. Dia dan segala kurang lebihnya bisa saya terima dan baik buruknya saya cintai apa adanya. Tapi, saya ternyata tidak “cukup” untuk dirinya. Saya benar-benar sedih dan hancur. Dia sampai takut ketahuan jika punya hubungan dengan saya. Saya yakin betul saya tidak seburuk itu.

Sejak saat itu kami betul-betul berpisah dan tidak ada kontak lagi. Saya marah dan terluka luar biasa. Tidak sekalipun dia minta maaf atas apa yang dia lakukan, dia berhasil membuat saya merasa buruk, tidak berharga, tidak dicintai, tidak menarik. Dan yang paling parah, saya merasa selama ini saya dibohongi dengan cinta-cinta palsunya. Sehari sebelum bulan Ramadhan yang lalu, dia SMS untuk meminta maaf. Tapi saya masih terluka. Saya tidak membalas SMSnya. Sebenarnya, saya rindu dengannya, tapi saya tidak mungkin bertemu dia. Dia sudah melukai saya dengan begitu jahat.

Kemarin, sebelum saya kembali merantau, saya hubungi dia. Saya minta maaf dan juga menyampaikan saya sudah memaafkan. Saya menghubunginya hanya dengan harapan hati saya bisa merasa lebih baik. Saya tahu saya terlalu baik dan berharga untuk menghabiskan waktu mengharapkan laki-laki seperti dia. Tapi saya terjebak dengan perasaan ingin bersamanya. Ada ketakutan dalam diri saya, jika saya tidak bisa bahagia kalau bukan dengan dia. Saya tidak tahu harus bagaimana menghilangkan perasaan seperti ini. Saya hanya ingin berdamai dengan perasaan dan ketakutan ini, saya ingin bisa hidup bahagia dengan diri saya. Saya ingin perasaan saya yg selalu mengharapkan dia ini hilang. Saya ingin bisa jatuh hati lagi, mencintai dan dicintai dengan bahagia.

Gambaran: Perempuan, 23 tahun, Karyawan

Jawaban Pijar Psikologi

Terimakasih atas kepercayaan kamu untuk terbuka dan bercerita di Pijar Psikologi.

Saya sangat senang dan mengapresiasi keberanian kamu untuk bercerita, serta memiliki keinginan untuk mencari sebuah solusi agar dapat berdamai dengan perasaan yang dimiliki, hidup bahagia, dan tidak takut dengan kesendirian.

Setelah saya membaca cerita mengenai permasalahan yang saat ini sedang kamu hadapi, saya memahami bahwa saat ini kamu merasa sedih, kecewa, bingung, terluka, kesal, dan marah. Saat ini kamu sudah banyak sekali melakukan langkah yang sangat baik, dimana kamu mencoba untuk memaafkan agar dapat berdamai dengan perasaan dan dapat merasa lebih baik. Kemudian kamu juga sudah mencoba bersikap tegas tidak berlarut-larut dalam perasaan dengan menjaga komunikasi yang sewajarnya. Selain itu kamu sudah dapat menyadari mengenai keberhargaan diri dan keinginan perubahan yang hendak dicapai dengan berdamai terhadap perasaan diri sendiri.

Terkadang, saat menjalani suatu hubungan khusus dengan seseorang, tidak selalu berjalan mulus seperti yang kita rencanakan. Hingga akhirnya berpisah dan melepaskan menjadi pilihan yang harus kita lakukan. Berpisah dan melepaskan seseorang pasti rasanya sangat berat untuk diterima. Apalagi bila sosok tersebut memiliki arti yang sangat penting dalam kehidupan kita ya. Meski terasa berat, jauh di lubuk hati kamu sendiri sadar dan mengetahui bahwa kamu perlu melakukannya. Kamu perlu merelakan dan melangkah lagi sebab kamu perlu melanjutkan hidup dan berhak bahagia atas kehidupanmu sendiri.

Kemudian, saat sedang putus cinta dan patah hati seringkali membuat seseorang berusaha keras melepas dan melupakan orang yang pernah dicintai. Terlebih jika orang tersebut pernah menyakiti kita, melepaskannya merupakan pilihan yang tepat. Proses melepaskan atau melupakan orang yang pernah kita cintai seringkali diistilahkan sebagai move-on. Keberhasilan move-on bagi kebanyakan orang saat kita bertemu atau kembali menjalin hubungan khusus dengan seseorang yang baru.

Namun, pada dasarnya move-on tidak sekadar itu. Move-on merupakan akhir suatu proses saat seseorang telah menerima masa lalunya dan siap menghadapi pengalaman baru dan ditandai dengan berkurangnya perasaan dan negatif tentang putus cinta. Lebih dari itu, move-on dapat diartikan dengan penerimaan masa lalu yang kita lakukan. Proses penerimaan masa lalu terhadap diri sendiri dan kejadian yang telah terjadi dapat kamu mulai dengan memaafkan terlebih dahulu. Karena memaafkan diri sendiri merupakan proses awal yang penting, sehingga ketika belum bisa memaafkan diri, kita cenderung lebih sulit mentoleransi kesalahan dan memaafkan orang lain. Proses memaafkan perlu disertai dengan kemauan dan kesiapan. Selain itu, dalam proses memaafkan, seseorang perlu berhenti memberi penilaian negatif terhadap diri dan masalahnya sendiri.

Putus cinta dan patah hati tentu saja dapat berpengaruh negatif terhadap berbagai aktivitas, hubungan dengan keluarga dan teman, bahkan bagaimana kita memandang diri sendiri. Kembali seperti dulu tanpa pasangan memang begitu sulit, tetapi penting bagi kamu untuk mengingatkan diri sendiri bahwa kamu juga berhak ‘hidup’ kembali!

Ketika sedang dalam kondisi patah hati, proses move-on ketika di awal-awal melakukannya memang sulit, tetapi bukan berarti tidak bisa. Berikut terdapat tips yang dapat digunakan untuk move-on:

  1. Belajar untuk berjiwa besar. Pada awalnya, sangat wajar jika kamu merasa bingung, marah dan kecewa akan semua hal dalam satu waktu. Semua hal terjadi begitu cepat, dimana kemarin kamu begitu istimewa, tetapi saat ini sebaliknya. Kamu perlu menerima bahwa perpisahan merupakan proses hidup yang juga dirasakan setiap orang. Berhenti menyalahkan bahwa ‘patah hati atau putus cinta’ lah yang membuat kamu tidak bergairah atas apapun! Perlu kamu ketahui bahwa ada satu hal yang paling kuat daripada rasa takut, yaitu memaafkan. Memaafkan akan menciptakan harapan yang membuat kita percaya bahwa akan datang sesuatu yang lebih baik. Jadikan pengalaman berharga tersebut untuk langkah menjalin hubungan di masa depan kelak.

  2. Alihkan pikiran saat mengingat dirinya. Kenangan bersama dirinya merupakan bagian yang tidak akan mudah untuk dilupakan. Cobalah untuk tidak menghubunginya, berhenti penasaran dengan media sosialnya atau mengecek daftar obrolan kamu dengan dirinya. Hindari setiap obrolan menyangkut dirinya yang bisa membuat kamu semakin kaya infomasi dan semakin sulit menghadapinya. Dengarkanlah musik menyenangkan, menggambar, mulai menulis dan membaca buku humor untuk menyegarkan pikiranmu. Bermeditasi selama 15 menit juga bisa kamu lakukan untuk membuat pikiran lebih rileks. Cara ini tentunya akan membuat langkah kamu semakin lebih baik.

  3. Cintai dirimu dengan berkarya dan bersosialisasi. Jangan coba-coba mengurung diri! Lakukan kegiatan baru dan berkaryalah untuk resolusimu di tahun ini. Mulai untuk bersosialisasi untuk memulai petualanganmu. Rutinitas yang padat dan mengasyikkan tidak akan memberikan celah bagi kamu untuk memikirkan dirinya. Kabar baiknya, kamu siap untuk menjadi diri sendiri lagi.

  4. Membuka hati untuk orang lain. Ketika yang lain pergi, kita berharap akan datang seseorang yang mampu membuat hari-hari kita menjadi lebih istimewa. Membangun sebuah hubungan kembali memang tidak mudah, namun kita harus memberikan kesempatan pada diri kita untuk menemukan yang lebih baik, bukan? Ingat, bahwa sebuah hubungan adalah proses, jika berakhir, belajar untuk membangunnya kembali.

Jatuh cinta akan memberikan efek yang besar bagi kita. Kita menjadi lebih energik, percaya diri dan memiliki perasaan yang menyenangkan sepanjang waktu. Proses move-on bukan berarti melupakan, tapi menerima. Berhentilah memaksa diri kamu untuk melupakan kesedihan dengan terburu-buru. Move-on bukan berarti melupakan hal-hal yang membuat kamu sedih. Hal justru ini akan membuat diri kamu semakin merasa terbebani dengan “kewajiban” untuk melupakan. Terima semua emosi dan perasaan yang sedang kamu rasakan, seperti bersalah, marah, dan kecewa. Karena jika menghindari kamu justru akan semakin tidak baik-baik saja. Semangat untuk berdamai dengan masa lalu dan perasaanmu, serta kembali menjadi pribadi yang damai, bahagia, dan saling mencintai ☺

Kamu juga dapat membaca artikel ini untuk bisa lebih membantu untuk lebih memahami hal yang saat ini sedang terjadi di:

  1. Tips: Siapa Bilang Kalau Move On Itu Tidak Mungkin?

  2. Baru Saja Mengalami Perpisahan? Saatnya Memahami Kembali Makna Move On dan Let Go

Terima kasih telah berbagi.

Salam,

Pijar Psikologi.

Pijar Psikologi

Pijar Psikologi adalah media non-profit yang menyediakan informasi kesehatan mental di Indonesia.

Previous
Previous

CURHAT: Bagaimana Saya Bisa Lepas dari Krisis Kepercayaan Diri?

Next
Next

Inilah yang Terjadi pada Tubuh Saat Kita Berbahagia