Mengapa Kita Sering Curhat di Media Sosial?

unsplash-image-FPt10LXK0cg.jpg

Media sosial kini seakan tidak bisa dipisahkan dari kehidupan kita. Sejak pagi hari hingga malam tiba, kita bergantung pada media sosial tempat kita berinteraksi dengan teman, sahabat, keluarga maupun orang-orang asing. Kehadiran media sosial sebagai pengganti interaksi langsung, seakan memberikan kebiasaan baru bagi kita untuk selalu membagikan momen dan aktivitas yang sedang kita lakukan. Banyak yang akhirnya tidak sengaja curhat atau membagikan kehidupan pribadi tanpa tahu batasan ranah privat dan ranah publik. Fungsi media sosial kini telah mengalami pergeseran dari sekadar pengganti interaksi langsung menjadi panggung mengekspresikan diri.

***

Media sosial menyediakan fitur bagi kita untuk membagikan pemikiran, pendapat, dan pengalaman yang terkadang atau tidak sengaja masuk ke dalam ranah privat kita sendiri dan terkesan curhat. Penelitian menemukan bahwa kita senang berbicara tentang diri kita sendiri (lebih dari 50% tweet berfokus pada “saya”). Mengapa demikian?  Secara biologis, kita memiliki kecenderungan untuk berbicara tentang diri kita sendiri (pemikiran, pendapat dan pengalaman) karena hal itu sangat menyenangkan. Terlebih, ketika hal itu dibagikan maka, bagian otak yang terkait dengan “mencari penghargaan” mulai aktif. Bagian otak tersebut adalah bagian yang sama ketika kita mendapatkan makanan atau uang. Tidak heran apabila bercerita di media sosial bisa menjadi sesuatu yang candu bagi kita. Namun, di sisi lain fenomena berbagi tentang privasi diri hingga curhat berlebih bisa menyebabkan terjadinya cyber-bullying, pencurian data, membahayakan anak di bawah umur serta penipuan. Lalu, apa sebenarnya alasan seseorang sering curhat di sosial media?

Memberikan Perasaan Menyenangkan

Sejalan dengan hasil penelitian tentang bagaimana bagian otak  “mencari penghargaan” aktif ketika curhat di media sosial, penelitian lain juga menyebutkan bahwa seseorang yang membagikan cerita tentang dirinya akan memengaruhi pelepasan senyawa kimia di otak yang memberikan perasaan senang. Hal ini terkait dengan adanya hubungan positif antara interaksi suportif yang didapatkan ketika curhat di media sosial (apabila dirinya mendapatkan dukungan sosial). Hal ini berimplikasi pada perasaan bahagia, pandangan positif terhadap dukungan sosial, rasa kebersamaan serta kepuasan hidup seseorang.

Kebutuhan untuk Didengarkan

Sebagian orang mungkin merasa tidak mudah untuk menceritakan sesuatu dengan orang lain secara langsung. Namun, fakta sejarah berkata bahwa kita adalah makhluk yang selalu mencari cara untuk memastikan suara kita didengar -dari penemuan telegraf hingga satelit telekomunikasi yang berkeliaran di orbit- adalah upaya manusia untuk saling berbicara, mendengar dan didengarkan. Untuk itu, ketika orang-orang tidak bisa bercerita secara langsung, maka media sosial adalah solusi bagi mereka yang ingin didengarkan tanpa perlu berkomunikasi secara langsung. Hal ini kemudian merujuk pada data riset yang dilakukan oleh NYTimes bahwa sebanyak 81% alasan orang-orang membagikan cerita pribadinya di media sosial karena mereka ingin berinteraksi sosial  dan menyebarkan pendapatnya sehingga didengarkan oleh publik kemudian mereka mendapatkan respon berupa komen.

Kebutuhan untuk didengarkan ternyata menjadi salah satu kebutuhan dasar manusia, bahkan Dale Carnegie, seorang penulis Amerika, dalam penelitiannya menunjukan bahwa kebutuhan manusia untuk didengarkan setara dengan kebutuhan untuk makan, sehat, perlindungan, dan seks.

Kebutuhan untuk Dikenal

Dikagumi, dipuji dan pengakuan atas status sosial dari banyak orang dapat memenuhi kebutuhan manusia akan rasa bangga. Seseorang akan merasa bangga dengan dirinya sendiri ketika ia merasa bahwa  dirinya  telah berbuat sesuatu yang “signifikan” pada satu (atau lebih) platform media sosial yang ia gunakan. Filsuf dan psikolog telah lama sepakat bahwa perasaan bangga dan kata-kata pujian terbukti mampu membangun kebahagiaan bagi seseorang. Pengakuan sosial dari orang-orang di media sosial pada akhirnya mampu memberikan perasaan bahagia bagi seseorang yang menggunakannya. Pengakuan sosial itu bisa didapat ketika seseorang bercerita tentang kehidupan pribadinya (curhat) yang kemudian mendapatkan respon positif dari banyak orang di media sosial.

***

Media sosial adalah sarana kita dalam menjalin komunikasi dan berekspresi di zaman yang minim waktu untuk bertemu secara langsung. Penggunaannya kini makin beragam bentuk dan cara hingga bergeser ke upaya curhat yang bersifat pribadi. Maka dari itu, ada baiknya bagi kita untuk menggunakan media sosial secara bijak dan sadar. Bijak dan sadar dalam proses berbagi tentang apa yang seharusnya dibagikan dan apa yang tidak. Mana yang ranah publik dan aman untuk dibagikan serta mana yang urusan pribadi dan sebaiknya disimpan rapat. Media sosial bukanlah diri kita sebenarnya, karena diri kita adalah manusia sejati yang hidup di dunia nyata dengan kekurangan dan kelebihannya.

Sumber gambar: www.unsplash.com

Heni Andini

Mahasiswa Psikologi Universitas Sriwijaya

Previous
Previous

Apa yang Perlu Diwaspadai tentang Kekerasan dalam Berpacaran?

Next
Next

Mengapa Alam Begitu Menenangkan?