Pijar Psikologi #UnderstandingHuman

View Original

Mengenal Lebih Dalam Mengenai Fobia

National Institue of Mental Health memperkirakan sekitar 5%-12% orang Amerika memiliki fobia. Ditambah, lebih dari lima puluh juta orang di Amerika dan sepuluh juta orang di Inggris diperkirakan hidup dengan fobia. Hal ini menunjukkan bahwa fenomena fobia tidak bisa dipandang sebelah mata. Bahkan, fobia atau perasaan takut yang irasional diketahui merupakan salah satu gangguan kecemasan yang sering terjadi. Kita pun mungkin pernah merasakan takut yang teramat sangat dengan objek atau situasi tertentu. Lalu, apa sebenarnya fobia itu? Bagaimanakah interpretasi yang tepat dari fobia? Apa yang membedakan fobia dengan ketakutan biasa?

***

Salah satu bentuk emosi dasar manusia adalah rasa takut. Sebagai emosi dasar, takut sangat wajar muncul dan kita rasakan sebagai respon emosi atas objek atau situasi tertentu yang sifatnya mengancam diri kita. Akan tetapi, ketika rasa takut yang kita rasakan sudah mulai tidak wajar, irasional dan bukan sebagai respon emosi saja, maka hal itu perlu kita perhatikan lebih dalam. Hal ini dikarenakan ketika ketakutan yang kita rasakan pada objek atau sitausi tertentu sifatnya berlebihan, tidak rasional, dan terus-menerus, maka ketakutan ini bisa diartikan sebagai fobia. Ketakutan ini dapat mengganggu aktivitas dan kehidupan sosial kita karena seringkali diikuti dengan symptoms gangguan kecemasan yang berat. Inilah yang menyebabkan fobia juga masuk ke dalam gangguan kecemasan atau anxiety disorder. Adapun beberapa gejala kecemasan yang bisa kita lihat adalah gemetar, panik dan takut, detak jantung yang cepat, keinginan kuat untuk melarikan diri, dan sesak napas.

Baca juga: Curhat: Apakah Gejala Cemas (Anxiety) Bisa Hilang Secara Keseluruhan? di sini.

Ada 3 tipe dari gangguan kecemasan fobia. Tiga tipe yang dimaksud adalah fobia khusus (specific phobias), gangguan kecemasan sosial (social anxiety disorder) atau fobia sosial (social phobia), dan agorafobia (agoraphobia). Berikut adalah penjelasan dari ketiga tipe ini.

1. Specific Phobia

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder edisi keempat atau DSM-IV (1994) mendefinisikan fobia spesifik sebagai rasa takut yang terus-menerus yang berlebihan atau tidak masuk akal dan yang disebabkan oleh kehadiran objek atau situasi tertentu. Objek dan situasi tertentu yang dihadapi oleh fobia spesifik dapat diklasifikasikan menjadi lima jenis utama, yaitu:

  • Hewan (misalnya, serangga, ular, anjing)

  • Natural Environment (misalnya, kegelapan, badai, ketinggian)

  • Situasional (misalnya, ruang tertutup, elevator, terbang)

  • Blood-Injection-Injury (misalnya, melihat darah, menerima suntikan atau menyuntik)

  • Lain-lain (misalnya, suara keras, karakter berkostum)

Fobia khusus ini bisa muncul akibat adanya pengalaman traumatis ataupun dari reaksi atas pembelajaran tertentu. Fobia ini bisa ditangani dengan Cognitive Behavioral Therapy (CBT), bantuan medis, serta relaxation therapy.

2. Social Phobia

Seseorang dengan fobia sosial mengalami ketakuan pada situasi sosial atau situasi kerja. Misalnya, ketika berada di sebuah pesta atau berbicara di depan umum. Mereka mengalami ketakutan akan penolakan, dianggap memalukan, atau dinilai secara negatif. Ketakutan inilah yang menghalangi seseorang untuk terlibat dalam aspek sosial kehidupannya. Ketika hal ini dibiarkan berlanjut, ketakutan tersebut dapat menghambat mereka untuk beraktivitas, berkarya, pergi bekerja atau ke sekolah dan menghambat diri menjadi versi terbaiknya. Alhasil, mereka akan kesulitan untuk membangun kepercayaan diri, menciptakan relasi sosial yang sehat serta kesulitan dalam menjaga hubungan pertemanannya dan relasi sosial lainnya.

Baca juga: Direktori Psikologi : Social Anxiety Disorder di sini.

Fobia sosial ini umumnya tidak diketahui sampai seseorang telah beranjak remaja. Namun, perlu diketahui bahwa fenomena ini berakar dari pengalaman rasa malu yang diinternalisasikan sedari kecil. Orang dengan fobia sosial juga cenderung memiliki harga diri yang rendah dan berpotensi mengalami depresi. Dalam penanganannya, dapat diberikan terapi psikologi, pemberian obat, serta menggunakan strategi self-help. Strategi self-help dapat menunjukkan keberhasilan seseorang dalam memahami kekurangan pada dirinya dan memanfaatkannya untuk mengontrol ketakutan berlebihnya.

Baca juga: 7 Cara Mengontrol Social Anxiety Disorder di sini.

3. Agoraphobia

Seseorang dengan agorafobia memiliki ketakutan pada ruang terbuka, keramaian, atau area publik. Selain itu, mereka merasa tidak nyaman ketika berbelanja atau bepergian seorang diri dengan jenis transportasi apapun. Terkadang, mereka bahkan tidak mampu meninggalkan rumah yang menjadi wilayah aman mereka. Orang dengan agorafobia mengalami gejala kecemasan yang signifikan. Terkadang juga merasakan kepanikan seperti sesak nafas, berkeringat, pusing, dan mual. Fobia ini menyebabkan rendahnya harga dan kepercayaan diri serta kondisi depresi. Dalam penanganannya dapat diberikan terapi psikologis yang dikenal dengan Cognitive Behavioral Therapy (CBT)pemberian obat dan strategi self-help.

***

Fobia bisa dikatakan fenomena yang lazim untuk kita temui sehari-hari. Namun, perlu diingat bahwa untuk mengatasi fobia, kita perlu melakukan penjelajahan diri dan penerimaan diri seutuhnya. Memang akan membutuhkan waktu dan tidak instan karena diperlukan proses yang panjang. Dalam proses tersebut, dibutuhkan pemeriksaan oleh psikolog atau psikiater, untuk membantu kita menangani fobia tersebut serta memastikan penegakan prognosisnya. Dalam keadaan apapun, berjuang dan berdamai dengan segala ketakutan yang kita miliki adalah langkah awal yang bisa dilakukan. Jika Anda menemukan orang-orang disekitar yang menunjukkan symptoms fobia, rangkullah dan yakinkan mereka bahwa mereka tidak sendirian. Yakinkan bahwa konsistensi dan kepercayaan pada kemampuan diri sendirilah yang akan membawa perubahan yang luar biasa kedepannya untuk bisa mengatasi ketakutan berlebih.

Baca juga : Sudahkah Anda ‘Menerima’ Diri Anda Sendiri? di sini.


Sumber gambar : www.unsplash.com