Mengenal Lebih Dekat CBT: Sebuah Terapi untuk Depresi

Depresi, gangguan kecemasan, fobia, trauma, bipolar, schizophrenia

Walaupun tidak familiar dengan dunia psikologi, pasti kamu pernah mendengar istilah-istilah di atas entah dari percakapan sehari-hari, mendengar dari media massa atau bacaan yang kamu punya.

Memiliki masalah psikologis, apapun itu bentuknya, sama lumrahnya dengan mengalami sakit fisik. Nah, seperti halnya kamu pergi ke dokter atau minum obat saat terkena penyakit flu atau sakit fisik lainnya, tentu saja datang ke psikolog/psikiater, menjalani terapi atau mengonsumsi obat psikotropika adalah langkah yang disarankan agar kondisi psikis lebih baik.

Salah satu terapi psikologis yang banyak dikenal adalah Cognitive Behaviour Therapy (CBT) atau terapi kognitif dan perilaku. CBT juga banyak digunakan untuk menangani depresi karena memiliki tingkat keberhasilan yang baik serta tingkat relapse (kemungkinan kambuh) yang rendah. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di Universitas Pennsylvania, disebutkan bahwa CBT memiliki efek keberhasilan lebih tinggi dibanding konsumsi antidepresan pada depresi orang dewasa. Satu penelitian lainnya yang dilakukan di University of Texas, juga menyebutkan bahwa terapi CBT menurunkan gejala-gelaja depresi.

CBT, seperti namanya, berfokus pada memahami pola pikir seseorang serta mengubahnya menjadi lebih baik. Melalui CBT, seseorang dapat dapat belajar mengenali serta mengendalikan gejala-gejala gangguan psikologis yang mungkin muncul. Misalnya, saat gejala depresi seperti menarik diri, mudah tersinggung, serta perasaan sedih yang berkelanjutan muncul, kita jadi bisa lebih waspada dan tahu apa yang sedang terjadi dengan diri kita. Pada depresi, CBT berfokus pada 2 hal, yaitu intervensi kognitif dan intervensi pada perilaku. Intervensi sendiri adalah pemberian perlakuan yang digunakan untuk mengurangi gangguan psikologis

  1. Intervensi kognitif

Walaupun otak adalah organ yang luar biasa keren, terkadang proses dalam berpikir kita masih belum sempurna ataupun obyektif. Saat dihadapkan pada situasi tertentu, terkadang tanpa disadari kita langsung melompat ke simpulan akhir tanpa menimbang fakta yang ada, sering menggeneralisir sesuatu, ataupun kecenderungan melihat sisi negatif dari suatu hal. Hal inilah yang disebut dengan distorsi kognitif, yaitu kesalahan logika kita dalam berpikir. Apabila dibiarkan, kesalahan ini akan semakin berlarut-larut dan termanifestasi ke perilaku. Nah, langkah awal CBT adalah melatih kita untuk mengenali distorsi kognitif yang ada di pikiran, yang biasanya dipengaruhi oleh kesalahan kita dalam berlogika. Kemudian, kita akan dibimbing untuk berlatih menyanggah dan merubah pemikiran tadi menjadi lebih rasional serta obyektif. Seiring berjalannya waktu, proses ini akan berbuah pemikiran yang lebih sehat serta adaptif.

2. Intervensi perilaku

Manusia adalah produk dari kebiasaan. Setelah proses berpikir kita dibiasakan dengan cara yang lebih sehat, tentu harus ditunjang dengan kebiasaan dalam berperilaku yang sehat pula untuk keadaan psikis. Pada CBT, psikolog akan membimbing kita untuk belajar mengenali diri sendiri dengan cara menentukan target capaian rutin dengan bimbingan psikolog, membuat catatan aktivitas harian, mendorong klien untuk melakukan kegiatan menyenangkan, serta pelatihan ketrampilan psikologis yang mungkin kita butuhkan (misalnya relaksasi, peningkatan ketrampilan sosial, melatih cara berkomunikasi, dan keterampilan lainnya).

Di CBT, psikolog bertugas untuk membimbing serta mengarahkan proses terapi yang kita jalani. Karena itu penting untuk membangun rasa percaya dengan psikolog agar hasil terapi menjadi maksimal. Walaupun menjadi salah satu terapi untuk menangani depresi atau gangguan psikologis lainnya, fungsi CBT tidak berhenti saat ganggaun psikologis tadi telah teratasi. CBT juga dapat menjadi mekanisme pertahanan kita untuk lebih mengenali diri sendiri. Apa yang kita pelajari ketika CBT dapat digunakan apabila suatu saat nanti di masa depan, kita menghadapi masalah atau hal-hal yang dapat memicu pikiran negatif, perasaan cemas, atau gejala depresi. Ketika kita tahu lebih banyak tentang diri kita, kita tahu apa yang seharusnya dilakukan sehingga harapannya kita akan lebih siap menghadapi apapun yang mungkin terjadi dalam hidup.

Jadi, selamat berproses dengan diri sendiri!

Azizah Suli Kawalian

Lulusan S2 Universitas Leiden. Hobinya adalah memutar lagu yang sama di spotify hingga ratusan kali.

Previous
Previous

Cerita Kami: 42 Kali ke Psikolog, Apa yang Saya Dapatkan?

Next
Next

Direktori Psikologi: Gangguan Pedofilia