Apakah Anak Bisa ‘Selamat’ dari Kelas Akselerasi?
“Tuhan telah memberikan saya kemampuan. Selebihnya terserah padaku. Percaya. Percaya. Percaya.” (Billy Mills)
Sebagai orang yang diberi karunia berupa bakat, kecerdasan, dan pemahaman di atas rata-rata, tentu membuat kita ingin menerima pendidikan yang terbaik, salah satunya melalui kelas akselerasi. Banyak alasan anak mengikuti kelas akselerasi, diantaranya karena dorongan orang tua dan meningkatkan status sosial atau gengsi. Jarang sekali sekolah yang bisa memfasilitasi kelas akselerasi seperti metode belajar yang sesuai, tenaga pengajar yang menguasai materi di bidang pengembangan bakat anak, dan lain-lain. Tidak dipungkiri hal yang sering terjadi adalah kelas akselerasi sama saja seperti kelas reguler, yang membedakan hanyalah tugas yang dibebankan untuk anak ‘berbakat’ tersebut lebih berat. Nah, bagi Anda yang berpikir ingin mengikuti suatu kelas akselerasi mungkin informasi berikut ini bisa menjadi bahan pertimbangan.
Menurut data yang dibagikan oleh Direktorat Pendidikan Luar Biasa, ada 135 sekolah dari tingkat pendidikan dasar hingga sekolah menengah ke atas di seluruh Indonesia yang mengadakan program akselerasi2. Namun, tidak semua sekolah bisa menyelenggarakan program ini karena persiapan kelas akselerasi harus ditangani dengan seksama dan memerlukan tenaga pendidik, sarana, serta prasarana yang memadai. Akan tetapi, ternyata di balik semua persiapan yang memadai, siswa akselerasi sangat mungkin mengalami frustasi akibat dari tekanan dan tuntutan yang selalu datang dari segala aspek. Dalam titik tertentu mereka bisa merasa sangat lelah, di mana hal itu menurunkan tingkat apresiasinya. Tidak jarang siswa akselerasi yang akhirnya menjadi siswa underachiever (kurang mampu berprestasi) atau drop out.
Data yang diambil dari sebuah penelitian2 menyebutkan siswa SMP mengalami gangguan kecemasan dan depresi akibat tekanan dari lingkungan sekolah, keluarga, ataupun teman sebaya. Perlu diketahui bahwa kesuksesan yang diharapkan tidak hanya bergantung pada kecerdasan akademis saja, tetapi ketenangan jiwa juga akan mempengaruhi kecerdasan tersebut. Program akselerasi bisa mempengaruhi anak dari aspek teori, sosial-emosional, dan fisik. Mengapa dikatakan demikian? hal itu karena siswa program akselerasi cenderung mengembangkan kedewasaan mereka tanpa adanya pengalaman konkrit yang mereka alami sendiri. Selain itu siswa program akselerasi juga berisiko mengalami gangguan pada emosinya karena sebagian dari mereka hampir tidak memiliki kesempatan luas untuk mengembangkan sisi sosialnya, misalnya melalui kesempatan bermain yang lebih banyak. Sehingga sebagian dari mereka mengalami ketidakseimbangan dalam kehidupan sosialnya. Di samping itu kondisi fisik juga harus mendapat perhatian lebih karena siswa program akselerasi cenderung kurang istirahat. Berdasarkan kurikulum nasional, program pembelajaran akselerasi kebanyakan dilakukan di dalam kelas dan duduk selama berjam-jam. Dampak fisik yang dihasilkan salah satunya adalah risiko kesehatan pada tulang punggung3.
Namun tidak semua orang yang mengikuti program akselerasi mengalami masalah yang sama. Tidak jarang sebagian dari mereka dapat melaluinya dengan sukses tanpa efek psikologis yang berarti sesudahnya. Dengan demikian, suksesnya anak melewati program akselerasi tergantung pada banyak hal. Diantaranya adalah keinginan dan motivasi mereka dari awal mengikuti program akselerasi, sudut pandang mereka saat menjalani hari-hari sebagai siswa akselerasi, dan tentunya dukungan serta perhatian dari orang tua.
Referensi:
1Lesley. 2012. 7 Tips on How to Survive an Accelerated Nursing Program. Johns Hopkins Nursing. http://magazine.nursing.jhu.edu/2012/01/7-tips-on-how-to-survive-an-accelerated-nursing-program/
2Samtim Adhi, Dr. Suprihhartini, Dr. Rahmi Handayani. Perbedaan Tingkat Kecemasan dan Depresi Siswa Kelas Akselerasi dan Kelas Reguler SMP Negeri 2 Semarang. Jurnal. Universitas Muhammadiyah Semarang.
3Waluyo, L. M. 2004. Dampak program akselerasi terhadap rekuperasi tubuh. Dalam R. Akbar-Hawadi. Akselerasi: A-Z informasi program percepatan belajar dan anak berbakat intelektual (161-166). Jakarta: Grasindo Anggota Ikapi.