Mengenalkan Baby School, Apakah Baik untuk Anak?
“Dengarkan anakmu, mereka adalah buku-buku, dokter-dokter, sahabat yang sangat berarti, dan keluarga. Kita seharusnya mau mengatakan, ‘Kamu tidak butuh buku. Anakmu adalah buku, tinggal ambil saja dan ‘bacalah’’.” – Mayim Bialik
Sekolah seringkali diidentikkan dengan kurikulum yang banyak dan jadwal yang padat. Dan beberapa tahun belakangan ini sekolah tidak hanya diperuntukkan bagi anak-anak usia enam tahun ke atas. Namun, juga diperuntukkan bagi anak yang usianya di bawah lima tahun (balita). Bahkan beberapa sekolah bayi ini dimulai dari usia 6 bulan. Sebab sekolah tersebut berpendapat bahwa pada usia 6 bulan bayi sudah mulai membedakan orang tua mereka dengan orang lain sehingga bayi dapat disekolahkan. Akan tetapi, apakah sekolah formal seperti itu memang sudah selayaknya diberikan untuk anak yang tergolong masih balita?
Masa bayi merupakan masa awal kehidupan manusia, pun masa awal dimulainya perkembangan manusia. Mulai dari aspek motorik hingga aspek sosial. Dari segi aspek motorik, ahli psikologi perkembangan, Piaget, menyebutkan bahwa masa bayi merupakan masa sensorimotor. Sebab dua tahun pertama masa ini bayi mulai mengembangkan kemampuan motoriknya, baik motorik halus maupun motorik kasar. Mulai dari refleks menggenggam tangan orang lain hingga berjalan secara perlahan. Sementara menurut Erikson, seorang ahli psikologi mengungkapkan bahwa masa bayi merupakan tahap awal munculnya kepercayaan yang diberikan orang lain. Kepercayaan tersebut membuat sang bayi mulai mampu mengembangkan rasa mandiri. Pun pada masa bayi mulai munculnya kelekatan atau ikatan emosional antara dua orang, dalam hal ini antara bayi dengan sang orangtua atau pengasuh.
Menurut Bowlby, seorang psikolog perkembangan mengungkapkan bahwa ada empat konsep kelekatan. Tahap pertama terjadi setelah bayi tersebut lahir hingga usia dua bulan ketika bayi tersebut secara naluriah mencari kelekatan pada orang-orang, baik orang lain maupun keluarganya. Tahap kedua terjadi pada saat bayi berusia dua hingga tujuh bulan, tahap ini bayi sudah memfokuskan kelekatan pada satu orang, terutama pengasuh utamanya atau orang tua. Pun di tahap ini, terutama pada usia 6 bulan, bayi sudah mulai dapat membedakan orangtua dan orang lain. Lalu pada tahap ketiga terjadi pada saat bayi berusia tujuh hingga 24 bulan, tahap ini bayi mampu mengembangkan kelekatan yang khusus. Selain itu, bayi secara rutin mencari kontak dengan pengasuhnya, seperti ibu atau ayahnya.
Berbicara tentang sekolah bayi tidak dapat terlepas dari bagaimana perkembangan bayi tersebut dan kesiapannya untuk bersekolah. Terlebih mengingat kesan ‘sekolah’ yang begitu formal, banyak program dan tugas yang harus dilakukan sang bayi sehingga perlu persiapan yang lebih terutama psikologis bayi tersebut. Selain itu, bagi orangtua juga perlu ditelaah kembali tujuan untuk memasukkan anak mereka ke sekolah, terutama ketika sang anak masih bayi. Apakah memang ingin menstimulasi kemampuan berpikir anak sejak bayi atau sekadar mengikuti tren. Beberapa sekolah bayi memang memiliki program untuk menstimulasi perkembangan bayi. Seperti mengembangkan kemampuan sensorimotor bayi, yaitu dengan menawarkan lingkungan yang dapat menjadi stimulus bagi bayi tersebut. Namun, hal tersebut tidak dapat menjadi patokan untuk memasukkan anak yang masih bayi untuk bersekolah secara formal.
Pada dasarnya masa bayi bukanlah masa seorang anak dipersiapkan untuk bersekolah. Pada masa ini, bayi masih perlu adaptasi dengan dirinya sendiri dan lingkungan sosialnya. Pun masa ini merupakan masa emas pembentukan kelekatan antara bayi dan pengasuhnya. Sementara jika seorang anak yang masih bayi disekolahkan akan mengurangi intensitas kebersamaan bayi tersebut dengan orangtuanya. Selain itu, peran orangtua dalam mendidik bayi tersebut akan berkurang sebab digantikan oleh peran guru sekolah.
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa menyekolahkan anak sejak dini atau bayi tidaklah buruk, bergantung pada niat sang orangtua. Orangtua juga tidak boleh memaksakan anak yang masih bayi untuk bersekolah jika sang anak tidak mau. Pun jika sang anak mau untuk bersekolah, orangtua tidak dapat lepas tangan atau sepenuhnya memberikan tanggung jawab kepada guru sekolah. Sebab, bagaimanapun, anak tetaplah menjadi tanggung jawab orangtua, terlebih ketika anak tersebut masih bayi.
Referensi:
1.Diakses dari https://cantik.tempo.co/read/news/2016/05/13/336770620/tren-sekolah-bayi-penting-enggak-sih, pada tanggal 2 Mei 2017
2.Santrok, John W. Life Span Development 13th Edition.