Butuh Berapa Nyawa lagi? In memoriam of Avicii
Satu nyawa lagi hilang, bukan karena tugasnya di bumi sudah usai, namun karena ia tak lagi mampu menahan beban emosi yang dipendamnya sendiri.
Kematian demi kematian, figur publik ataupun orang biasa yang tak dikenal, tetaplah sebuah kematian. Mereka yang memilih mengakhiri hidupnya adalah pengingat bahwa bunuh diri itu nyata. Bahwa seseorang bisa begitu terluka batinnya hingga tak tahu lagi caranya melanjutkan hidup.
Kali ini, yang berpulang adalah Avicii. Setelah pergelutan panjangnya dengan kecemasan dan juga gangguan pankreas, ia juga mengalami kecanduan alkohol untuk melawan kecemasan yang dia hadapi.
Setelah Jonghyun, Mark Sailing, Chester Bennington dan sederet nama figur publik lain yang pernah menjadi kabar duka di media. Belum lagi jika menghitung orang-orang biasa yang tak kita kenal, daftar namanya akan jauh lebih panjang.
Jika kita berbicara data, bunuh diri adalah pembunuh terbesar bagi pria di bawah 45 tahun, entah karena gangguan mental ataupun karena ada kejadian traumatis. Data itu merupakan data di Britania Raya. Di Indonesia, datanya mungkin belum sekomprehensif data di sana, bisa jadi karena memang belum ada pendataan yang komprehensif, atau juga karena tak banyak yang ingin mengakui kejadian yang sebenarnya. Tak sedikit keluarga yang menutupi tentang kematian salah satu anggotanya akibat bunuh diri.
Belum lagi stigma kesehatan mental masih sangat kuat. Jangankan berbicara tentang pikiran bunuh diri. Berbicara tentang gangguan mental seperti depresi juga masih sangat tabu dan menakutkan.
Pada akhirnya, banyak yang memilih diam dengan pikiran bunuh dirinya, hingga pikiran itu perlahan berkembang menjadi keputusan hidup yang nyata.
Semoga tak perlu ada nyawa lagi yang hilang sebelum waktunya. Semoga kita bisa menjadi ruang nyaman untuk orang-orang di sekitar kita yang sedang bergelut dengan gangguan di pikiran dan emosinya.
Let others know the importance of mental health !