Direktori Psikologi: Gangguan Kecemasan

Definisi

Gangguan kecemasan adalah rasa cemas secara berlebihan terhadap ancaman yang belum tentu nyata. Seringkali istilah cemas itu disamakan dengan rasa takut. Padahal keduanya merupakan hal yang beberda. Takut adalah respon emosional terhadap ancaman yang nyata. Sedangkan cemas adalah perasaan tegang, gelisah, khawatir, dan bimbang yang bersifat subjektif (belum  tentu ada objeknya). Gangguan kecemasan ini bisa termanifestasikan dalam bentuk gejala fisik, emosi, dan pikiran.

Jenis-jenis Gangguan Kecemasan

1. Panic disorder

Perasaan cemas yang sangat kuat dan datang secara mendadak dengan disertai gejala fisik, antara lain detak jantung cepat, berkeringat, dan lemas.

2. Generalize Anxiety Disorder

Perasaan khawatir berlebihan, tidak realistis, dan ketegangan dengan sedikit atau tanpa alasan.

3. Spesific Phobias

Fobia merupakan perasaan takut yang kuat dan tidak masuk akal. Seseorang dengan gangguan ini akan terganggu jika objek ketakutan ada di sekitarnya.

4. Social anxiety disorder

Gangguan ini Juga disebut fobia sosial, di mana seseorang merasa sangat khawatir akan dinilai negatif oleh orang di lain. Perilaku seseorang menjadi terpaku pada orang lain dan merasa malu akan ditertawakan.

Gejala

Orang dengan gangguan kecemasan memiliki 3 gejala yang meliputi fisik, emosi, dan pikiran. Berikut gejala-gejala yang muncul pada setiap aspek:

Fisik

  1. Jantung berdebar-debar

  2. Gemetar

  3. Tegang

  4. Nafas tersengal atau sulit bernafas

  5. Berkeringat

  6. Mulut kering

  7. Tangan dan kaki dingin

  8. Suara bergetar

  9. Pusing

  10. Sembelit atau ingin muntah

Perilaku

  1. Menghindari sumber kecemasan

  2. Bergantung pada orang lain

  3. Perilaku menghasut

Pikiran

  1. Merasa terancam

  2. Sulit berkonsentrasi

  3. Pikiran negative berulang kali

  4. Khawatir terhadap hal-hal kecil

Penyebab

Gangguan kecemasan muncul karena adanya peristiwa yang tidak diinginkannya, seperti kematian orang yang disayangi, perceraian, transisi masa sekolah, bencana alam. Selain factor kondisi atau keadaan, faktor genetika juga bisa menjadi penyebab seseorang memiliki gangguan kecemasan. Orang yang memiliki kerabat dengan gangguan kecemasan memiliki potensi lebih besar untuk terkena gangguan kecemasan.

Penanganan

1. Cognitive behavioral therapy (CBT)

CBT akan membantu orang dengan gangguan kecemasan dalam mengidentifikasi  pikiran-pikiran negatif yang ada dalam dirinya. Setelah memahami asal pikiran negatif tersebut, terapi ini kemudian akan menata ulang pikiran tersebut menjadi pikiran yang positif. Membuat orang dengan gangguan kecemasan berfikir lebih realistis terhadap sesuatu agar tidak merasa cemas.

2. Behavior Therapy

Terapi perilaku bertujuan untuk membiasakan orang dengan kecemasan pada objek atau sesuatu yang ditakutinya. Terapi ini akan terus membuat orang dengan kecemasan mengingat atau berhadapan dengan sesuatu yang membuatnya cemas hingga akhirnya merasa resisten atau kebal.

3. Farmakoterapi

Terapi ini menggunakan obat-obatan seperti antidepresan, yang dapat membuat orang dengan gangguan kecemasan merasa lebih rileks saat muncul pikiran negatif. Terapi ini harus dilakukan oleh professional karena berkaitan dengan obat-obatan yang tidak bisa dikonsumsi sembarangan.

Catatan:

Direktori Psikologi adalah informasi lengkap mengenai gangguan mental yang terdiri dari pembahasan definisi, gejala hingga metode treatment. Semua yang tercantum di direktori ini semata hanya untuk keperluan penambahan pengetahuan. Perlu diketahui, diagnosis gangguan mental tidak bisa diidentifikasi hanya berdasarkan satu atau dua gejala yang dialami. Diagnosis gangguan mental hanya dapat dilakukan oleh psikolog atau psikiater. Jika merasa diri sendiri atau orang terdekat mengalami gejala yang ada disarankan untuk menemui psikolog/psikiater terdekat.

Mirza Iqbal

Mirza. Chief Editor at Kognisia.co, His jargon is “money can’t buy happiness, but it can buy ice cream”

Previous
Previous

6 Aktivitas untuk Membantu Meringankan Postpartum Depression (PPD)

Next
Next

Baby Blues: Samakah dengan Postpartum Depression?