Direktori Psikologi: Obsessive Compulsive Disorder

Tidak asingkah kamu dengan OCD? Apa ada hubungannya dengan obsessive corbuzier diet ala Deddy Corbuzier? Jika yang terlintas pertama di benakmu memang itu, maka tidak sepenuhnya salah. Akan tetapi kami dari Pijar Psikologi ingin membahas Obsessive Compulsive Disorder.

Definisi

Obsessive Compulsive Disorder (OCD) adalah kondisi psikologis dengan pikiran obsesif yang memaksa melakukan tindakan kompulsi. Obsesif ditandai dengan munculnya pikiran cemas, gagasan atau ide, atau dorongan yang muncul terus menerus dan tidak terkontrol. Pikiran tersebut akhirnya memaksa seseorang melakukan tindakan tertentu secara berulangkali. Apabila tidak dilakukan akan menimbulkan stress dan mengganggu aktivitas keseharian. Tindakan yang dilakukan seseorang yang berulangkali untuk memastikan pikiran obsesif tersebut tidak terjadi dapat disebut sebagai tindakan kompulsi. Jadi, seseorang dengan OCD akan selalu terjebak dalam suatu siklus pola pikir atau tindakan berulang yang tak berujung.

Menurut psikiater dr. Tania Safitri, Obsessive Compulsive Disorder seringkali muncul saat usia di bawah 20 tahun, terutama pada mereka yang pernah mengalami stres berat dalam hidupnya. Gejala tersebut seringkali dapat diatasi atau dikendalikkan namun tidak dapat dihilangkan.

Gejala

Gejala yang bermunculan sebenarnya adalah sesuatu yang tidak diinginkan oleh seseorang dengan OCD. Hanya saja hal itu cenderung tak dapat dikendalikan diri sendiri, sehingga sering mengganggu produktivitas. Perilaku yang dimunculkan juga bukan efek samping dari penggunaan obat. Berikut ini beberapa gejala OCD:

  1. Munculnya pikiran yang tidak diinginkan, seperti merasa bertanggung jawab terhadap hal-hal buruk yang sudah atau mungkin terjadi, dan pikiran ini muncul terus-menerus.

  2. Melakukan sesuatu dengan pola tertentu berulangkali untuk mengurangi pikiran cemas yang mengganggu tersebut. Beberapa sikap yang bisa memicu pikiran obsesi yang dilanjut tindakan kompulsif, seperti :

  • Keasyikan dengan detail, daftar, perintah, pengaturan, atau jadwal.

  • Menyukai kesempurnaan yang memengaruhi penyelesaian tugas (seperti contoh,relatif menjadi sangat lama atau tidak dapat menyelesaikan proyek karena standar diri sendiri yang sangat kaku).

  • Sangat teliti, kesopanan, dan keteguhan moral, etika, atau nilai.

  • Enggan mendelegasikan atau berbagi tugas atau pekerjaan kepada orang lain.

  • Mempertontonkan sikap kaku dan keras kepala

3. Beberapa contoh perilaku seseorang dengan OCD:

  • Ketika berjalan di atas lantai, ada seseorang dengan OCD menghindari garis antar lantai.

  • Mengurutkan pakaian, sepatu, atau cucian berdasarkan urutan tertentu untuk mengurangi kecemasan.

  • Mencuci tangan berkali-kali karena takut terinfeksi bakteri (meskipun gejala ini tidak selalu terjadi).

Kemudian jika ada pertanyaan, apakah seseorang yang perfeksionis otomatis mengalami OCD? Menurut dr. Marianti sebagai seorang psikiater, orang perfeksionis cenderung rentan, bukan otomatis terdiagnosa mengalami OCD. Di sisi lain perfeksionis memiliki penggolongan sendiri, yakni termasuk ke dalam diagnosa  Obsessive Compulsive Personality Disorder. Sebab orang prerfeksionis berfokus pada suatu hal yang detail, keteraturan, dan keinginan harus mencapai tujuan tertentu.

Penyebab

1. Ketidaknormalan pada Otak

Hasil penelitian pemetaan otak memperlihatkan, adanya ketidaknormalan pada otak orang dengan OCD yang melibatkan serotonin yang tidak seimbang. Padahal, serotonin adalah zat penghantar yang digunakan otak untuk mengkomunikasikan rasa kepastian, sehingga seseorang tidak perlu melakukan tindakan kompulsi.

2. Kepribadian Seseorang

Orang yang berkepribadian rapi, teliti, serta memiliki disiplin tinggi cenderung memiliki risiko lebih besar untuk mengalami OCD.

3.  Pengalaman yang Menekan atau Menimbulkan Stres dan Trauma.

Untuk mengatasi kondisi yang tidak diinginkan tersebut, beberapa orang memunculkan gejala OCD sebagai mekanisme perlindungan. Misalnya seseorang yang mandi berkali-kali dan selalu merasa ‘kotor’ karena pernah menjadi korban kekerasan seksual atau perkosaan.

4. Memiliki orang tua atau kerabat dengan OCD.

Cara Mengatasi

Jika di antara kalian sedang terganggu produktivitasnya akibat OCD, maka hal yang bisa kamu lakukan pertama kali adalah mengubah gaya hidup. Misalnya, rutin berolahraga, memenuhi asupan nutrisi makanan, dan melakukan aktivitas sosial yang disesuaikan dengan minat. Apabila sudah dirasa OCD dalam diri mengganggu, maka segera berkonsultasi ke para ahli, seperti dokter dan psikolog. Ada dua cara untuk mengatasi OCD, yang tentunya harus didampingi para ahli. Berikut ini kedua cara tersebut:

1. Pemberian Obat

Pemberian obat oleh para ahli biasanya dimulai dengan antidepresan dan pengurang stress. Namun, secara keseluruhan obat diberikan untuk membantu seseorang dengan OCD mengurangi tekanan pikiran yang ingin mengulangi pola perilaku tertentu.

2. Terapi Kognitif

Terapi kognitif dapat membantu untuk menemukan kebiasaan bawah sadar yang menyebabkan pikiran itu terjadi. Selanjutnya, terapi tersebut akan menuntun, supaya seseorang yang menjalani menemukan kebiasaan lain yang dapat digunakan untuk menghindari pikiran negatif tersebut. Saat cara berpikir sudah berubah, maka hal tersebut menandakan gejala OCD sudah teratasi.

Catatan:

Direktori Psikologi adalah informasi lengkap mengenai gangguan mental yang terdiri dari pembahasan definisi, gejala hingga metode treatment. Semua yang tercantum di direktori ini semata hanya untuk keperluan penambahan pengetahuan. Perlu diketahui, diagnosis gangguan mental tidak bisa diidentifikasi hanya berdasarkan satu atau dua gejala yang dialami. Diagnosis gangguan mental hanya dapat dilakukan oleh psikolog atau psikiater. Jika merasa diri sendiri atau orang terdekat mengalami gejala yang ada disarankan untuk menemui psikolog/psikiater terdekat.

Teja Ningrum

Dominus Iluminatio Mea

Previous
Previous

Ekstremisme Sebagai Pemenuhan Tuntutan Eksistensi

Next
Next

Memahami Kami yang Berasal dari Broken Home