Love For Sale: Bukan Menghadirkan Cinta Tapi Menghadapi Sepi
Siapa yang bisa menafsirkan sepi? Semua orang dengan mudah berkata sepi adalah ruang yang kita ciptakan sendiri. Seakan sepi adalah pilihan dan perasaan kosong itu hanyalah mitos. Mereka yang berusaha menipu sepi, menenggelamkan diri dalam keriuhan fana. Hanya untuk lupa bahwa waktu tidak akan berlalu hanya karena dirimu berusaha lari, hanya untuk lupa bahwa hampa selalu punya tempatnya sendiri dalam riuh paling ramai sekalipun.
Balada Richard dan Kesunyian Masa Paruh Baya
Richard, seorang pengusaha percetakan berusia 41 tahun tengah diliputi gelisah. Teman-temannya, yang bisa dihitung dengan jari itu, mencekiknya dengan taruhan (yang konyol sebenarnya). Menantang Richard untuk membawa pasangan ke pesta pernikahan salah satu dari mereka. Taruhan yang terdengar sederhana namun ternyata membuat hidup Richard berubah. Richard memang belum memiliki pasangan. Di usianya yang sudah lebih dari empat dekade, pacar pun tak punya. Di tengah gelisahnya, sebuah jalan keluar darurat hadir.
Arini. Perempuan yang awalnya hanya ingin ia bayar untuk menemaninya ke pesta untuk semalam, namun ternyata mengubah caranya menjalani hidup. Mengenalkan pada Richard bahwa ia bisa meruntuhkan dinding-dinding sunyi yang selama ini dibangun Richard hanya berdua bersama kura-kura peliharaannya. Semua sebenarnya terlihat klise. Arini tak lebih dari perempuan yang ia temukan dari aplikasi kencan, dan bahkan Richard sendiri sebenarnya memahami ini. Namun, Arini berhasil mendobrak dinding pembatas itu. Mengenalkan pada Richard perasaan baru di luar tembok- tembok sunyi yang sudah ia bangun rapi bertahun-tahun.
Gambaran pria single paruh baya yang mendapat tekanan sosial dari teman-temannya untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis, membuat kita tersadar bahwa fenomena tersebut banyak ditemui di dunia sebenarnya. Alasan kesendirian pria-pria paruh baya ini juga beragam. Misalnya, berdasarkan alur cerita di film Love for Sale sendiri, tokoh utama Richard, diceritakan masih sendiri karena ia memiliki masa lalu yang belum bisa ia lupakan. Entah itu karena patah hati atau cinta yang belum selesai di masa lalu. Seakan dia meninggalkan dirinya di masa yang lampau lalu lupa betapa berharganya waktu sekarang untuk dijalaninya dengan sungguh-sungguh.
Fenomena Itu Bukan Hanya Dialami Richard
Fenomena yang dialami Richard sebenarnya adalah hal yang umum. Hal ini dikuatkan dengan adanya sebuah penelitian yang menyatakan bahwa pria tidak mudah sembuh dari patah hati. Mereka merasakan kehilangan secara mendalam dan dalam jangka waktu yang lama. Mereka seakan ‘tenggelam’ dan terlarut akan kehilangan tersebut. Sebagian yang lain mungkin akan bangkit dan melanjutkan hidup dengan ‘mulai berjuang’ lagi untuk menggantikan apa yang telah hilang. Namun, beberapa dari mereka juga ada yang mengalami hal lebih buruk lagi, yaitu mereka sampai pada kesadaran bahwa kehilangan itu tidak (akan) tergantikan.
Menurut penelitian, pria paruh baya yang lama tinggal membujang memiliki kemungkinan gejala penurunan kognitif yang menyebabkan penarikan sosial. Demikian pula yang dialami Richard. Disadari atau tidak, semakin bertambahnya usia, lingkup pertemanan akan semakin terbatas, menyempit, dan tergolong personal. Terbatasnya lingkup sosial terutama pada pria paruh baya dapat memengaruhi kesehatan fisik dan mental mereka. Orang-orang di usia paruh baya disibukkan dengan pekerjaan dan karir mereka masing-masing. Interaksi pun terbatas hanya pada lingkup kantor atau lingkungan karir mereka, selebihnya mungkin hanya lingkup pertemanan sehobi atau teman karib yang sudah lama dipercaya. Hal tersebut secara tidak langsung menghadirkan kekosongan dan kesepian. Di penghujung hari, interaksi yang ada hanyalah dia dengan dirinya sendiri. Seperti hidup Richard sebelum hadirnya Arini, di setiap ujung hari dia hanya menemukan dirinya sendiri, seorang pria single paruh baya yang kesepian.
Love For Sale: Bukan Menghadirkan Cinta Tapi Menghadapi Sepi
Melalui film ini, kita diajak untuk memahami bagaimana menerima masa lalu dan melanjutkan hidup. Seberat dan semenyakitkan apapun masa lalumu, berjalanlah, lanjutkan hidup, karena apa yang kamu cintai belum tentu yang terbaik buatmu begitupun sebaliknya. Selain itu, film ini mencoba berbicara kepada setiap orang untuk keluar dari zona nyaman, zona yang selama ini dirasa aman padahal mungkin kita hanya bersembunyi dari riuhnya kehidupan. Ingatlah, berlari dari kenyataan tak akan mengurangi pahitnya. Hanya membuatmu lelah dan semakin sepi di ujung hari.
Setiap orang butuh seseorang. Tanpa terkecuali. Akan ada titik di dalam harimu yang akan dipenuhi oleh pikiran tak menentu dan yang kamu butuhkan adalah tempat berpulang. Pun Richard. Sejak kehadiran Arini, Richard sadar betapa berpulang kepada seseorang di rumah lebih membahagiakan dibanding berpulang hanya bersambut Kelun si kura kura.
Singkat cerita, film ini bukan untuk kamu yang mencari kisah cinta sejati. Film ini bukan untuk kamu yang ingin merasakan romansa khas dongeng. Film ini ada untuk mengenalkan kamu lebih dekat dengan sunyi. Memahami bahwa sunyi tidak pernah mendiskriminasi. Sunyi bisa menjadi bagian dari hidup siapapun tanpa terkecuali.
Ramai akan tetap menyisakan sepi.
Kerjamu itu akan punya henti. Waktumu itu bisa saja kau tipu seolah kau bukan berlari. Otakmu bisa saja berkata kau tak apa sendiri. Tapi kau tahu benar, sudut di hatimu adalah tempat kau memasrahkan diri ditelan sunyi.