Memahami Mereka yang Haus Eksis di Media Sosial

unsplash-image-6udWBRfr0Io.jpg

Social media memang diciptakan untuk membuat penggunannya ketergantungan. Para pencipta sosial media tahu bahwa sosial media berdampak buruk bagi kesehatan mental seseorang. Mereka menciptakan sosial media dan menarget kebutuhan dasar manusia untuk diakui, diterima dan dianggap popular. Maka dari itu ada tombol lovelikescomments dan tombol lainnya yang membuat kebutuhan kita untuk eksis terpenuhi dan sekaligus semakin ingin dan ingin lebih eksis.

Era media sosial membuat kita lupa untuk mengendalikan diri dan membagikan semua yang kita rasakan melalui thread di Twitter, Facebook status, Snapchat video, Instagram stories dan lainnya. Walaupun kita melontarkan kemarahan, kesedihan, atau cerita konflik dengan seeorang, ada saja orang yang memberi komentar dan likes. Hal tersebut akhirnya membuat kita semakin merasa bebas untuk posting apa saja. Terlebih lagi remaja yang belum begitu tahu etika sosial dan sedang dalam puncak hormonal fluctuation. Emosi yang bergejolak memicu mereka untuk semakin sering upload di sosial media. Upload, mendapatkan love, likes dan comments menjadikan mereka semakin eksis dan haus eksis.

Keinginan untuk Eksis

Sebelum berangkat lebih jauh, eksis mungkin kata yang akrab di telinga terutama jika dikaitkan dengan popularitas. Tidak ada yang salah dengan pemahaman ini. Namun jika popularitas dikaitkan dengan eksistensi seseorang, maka ini penerjemahan yang sedikit menyimpang. Eksistensi memiliki makna yang lebih dalam dibanding hanya sekadar populer di kalangan tertentu atau di media sosial. Eksistensi sudah mencakup keberadaan seseorang di dunia ini terkait dengan makna dan tujuan hidupnya.

Keinginan untuk eksis atau populer diterjemahkan sebagai salah satu motivasi seseorang untuk beraktivitas di media sosial. Sebuah penelitian bahkan menyatakan bahwa kebutuhan untuk populer adalah prediktor terkuat yang mendorong orang untuk selalu bermedia sosial. Ada dua karakteristik yang membuat media sosial menjadi platform yang tepat bagi mereka yang ingin eksis atau populer:

  1. Platform media sosial memfasilitasi seseorang untuk menggambarkan dirinya sesuai dengan yang ingin ia tunjukkan kepada orang lain. Seseorang bisa memilih sisi mana dari diri mereka yang ingin mereka tunjukkan di hadapan publik. Berbeda dengan komunikasi tatap langsung yang biasanya “mengumbar” pribadi diri yang dapat terlihat secara langsung. Di media sosial seseorang bisa memilih deskripsi diri yang ingin mereka tunjukkan agar dapat terlihat populer.

  2. Platform media sosial memudahkan peraihan audiens yang lebih luas hanya dengan satu klik.

Haus Eksis Tidak Melulu Narsis

Meskipun tampak seperti terkait dengan kepribadian narsistik, mereka yang memiliki kebutuhan untuk populer berbeda dengan mereka yang memiliki kepribadian narsistik. Orang dengan kepribadian narsistik menganggap diri mereka pribadi yang superior. Orang dengan kepribadian narsistik menganggap diri mereka disukai banyak orang, tapi tidak mencari hubungan yang dekat secara interpersonal. Sementara orang dengan kebutuhan untuk populer hanya ingin dianggap populer. Orang dengan kebutuhan untuk populer akan membentuk banyak hubungan dengan orang lain hanya untuk memenuhi tujuan untuk menjadi lebih terkenal.

Haus Eksis Cukup Sendirian

Orang dengan kebutuhan untuk populer juga berbeda dengan mereka yang memiliki kebutuhan untuk menjadi bagian dari suatu kelompok. Orang dengan kebutuhan untuk populer merasa terdorong untuk melepaskan diri dari tekanan teman sebaya. Sementara mereka yang memiliki need to belong merasa ingin menjadi bagian dari sebuah kelompok dan ingin merasa dibutuhkan. Selain itu, seseorang dengan need to belong yang tinggi akan mencari sebuah hubungan yang bisa bertahan lama, berdampak positif dan signifikan untuk mereka. Sedangkan orang yang butuh untuk eksis atau populer hanya mengutamakan hubungan yang membuat mereka bisa menjadi lebih populer. Alasan dua tipe pribadi ini yang menjadikan aktivitas di media sosial mereka berbeda tujuan.

Haus Eksis untuk Meningkatkan Penghargaan Diri

Self esteem atau penghargaan terhadap diri sendiri juga memengaruhi niatan individu bermedia sosial. Mereka yang memiliki self esteem rendah akan lebih mudah membuka diri di media sosial untuk bisa menerima feedback positif dan membuat diri merasa dikenal. Mereka yang pada dasarnya memiliki self esteem dan percaya diri yang tinggi biasanya juga akan populer di media sosial, akan tetapi mereka yang memiliki self esteem rendah yang merasa mereka tidak populer di dunia offline akan berusaha untuk terlihat populer di media sosial.

***

Selama media sosial masih ada maka fenomena haus eksis di media sosial juga akan terus melekat. Ada banyak hal yang menjadi alasan mengapa seseorang ingin tampak eksis di media sosial. Bisa jadi ia memang tidak memiliki tempat lain untuk menyalurkan keinginannya untuk dikenal orang lain. Mungkin ia memang tidak punya tempat nyaman untuk berbagi. Ada baiknya fenomena haus eksis ini disikapi dengan bijak. Tidak semata digunakan untuk menilai pribadi orang lain berdasarkan apa yang ia lakukan di media sosialnya.

Pijar Psikologi

Pijar Psikologi adalah media non-profit yang menyediakan informasi kesehatan mental di Indonesia.

Previous
Previous

Era Milenial dan “Wabah” Kesepian

Next
Next

CURHAT: Haruskah Saya Pindah Fakultas?