Memahami Rasa di Balik Benci

unsplash-image-C7VgFKQBi7g.jpg

 “Aku nggak suka sama dia. Orangnya sok hebat, suka tebar pesona sana-sini. Gitu doang aku juga bisa”

Perkataan semacam itu tidak asing dalam kehidupan kita sehari-hari. Kalimat itu juga banyak terdengar dari teman satu sekolah, teman kerja atau teman satu organisasi. Sebenarnya, kebencian itu bisa beragam bentuknya. Bisa sekadar dalam pikiran, terucap oleh lisan, hingga sampai pada tindakan.

Salah satu alasan tidak menyukai seseorang adalah ada bagian dari dirinya sendiri yang belum diterima. Rasa khawatir akan kekurangan-kekurangannya, ketakutan akan masa depan, iri, rendah diri, dan sebagainya. Membenci orang akan membuat dirinya merasa aman karena ia merasa ada orang yang lebih rendah darinya. Membandingkan diri dengan orang lain secara kontras memang bisa meningkatkan harga diri, tapi itu tidak selamanya baik. Jika dibiarkan terus-menerus bisa menimbulkan berbagai emosi buruk yang lain.

Secara emosi, membenci orang menimbulkan berbagai gejolak dalam diri seseorang. Misalnya, emosi-emosi negatif yang dapat mengikis diri sendiri. Marah tidak berkesudahan, lelah secara emosi karena terus memikirkannya, sensitif dan tidak tenang. Membenci itu sangat melelahkan hati dan membuat sebagian orang merasa tidak tenang (insecure). Membenci juga bisa jadi mengacaukan emosi dan mood seseorang sehari-hari dalam setiap aktivitas.

Memang, menghalau perasaan tidak suka terhadap seseorang itu tidak mudah. Saat membenci orang, kita akan risih ketika mendengar suaranya atau muak untuk sekadar melihat wajahnya. Selain itu, membenci seseorang juga tidak menyehatkan bagi otak manusia. Kebencian itu menimbulkan kelelahan hati dan pikiran dan berdampak negatif bagi emosi. Dari membenci, seseorang akan selalu berpikir negatif kepada orang lain. Berawal dari kebencian tersebut, seseorang akan lebih sering berpasangka buruk.

Kebencian Menimbulkan Prasangka Buruk

Seseorang semakin mudah berprasangka buruk saat membenci orang lain. Tidak peduli apapun yang dilakukan orang yang dibenci, seolah-olah itu salah di mata orang yang membenci. Tidak ada yang tahu isi hati seseorang kecuali dirinya sendiri. Seringkali manusia terlalu yakin menilai orang lain dari apa yang dia lakukan, padahal baru sekali menyaksikannya. Belum tentu seseorang tahu bagaimana keseharian dan kebiasaannya sebelum itu. Mulailah sikapi pikiran-pikiran negatif itu dengan baik. Coba sadari situasi tertentu saat mulai muncul banyak pikiran negatif. Saat sudah sadar mulai banyak pikiran negatif yang muncul, kita bisa lebih mengontrol pemikiran kita. Mencegah diri untuk terjebak dalam labirin pikiran kita sendiri.

Membenci Hanya Akan Menambah Luka

Jika kita membenci, sebenarnya itu hanya akan menambah luka setiap harinya. Sebab, setiap orang akan menyimpan beragam kejengkelan yang membuat hatinya tidak lepas dari emosi negatif. Seperti prasangka, perasaan dongkol, iri hati, nyinyir, dan semacamnya. Hal tersebut tidak baik untuk kondisi psikologis. Menolaknya juga hanya akan membuat kita terluka. Bukankah lebih baik jika berdamai dengan orang atau sesuatu yang kita benci?

Bukankah Lebih Baik Kita Berdamai dengan Orang yang Kita Benci?

Kita harus selesai dengan diri sendiri sebelum mengembangkan potensi yang kita dimiliki. Saat membenci orang lain, itu menunjukkan bahwa seseorang hanya bisa melihat kesalahan-kesalahannya ketimbang kebaikan-kebaikannya. Sebaiknya, cobalah melihat kesalahan-kesalahan yang ada dalam diri kita sendiri dahulu. Agar kita juga sadar bahwa sebagai manusia biasa tidak bisa luput dari kesalahan.

Oleh karena itu, berdamailah dengan orang yang kita benci. Jika seseorang meyakitimu, membuat hatimu sakit, kesal, marah, cobalah melihat alasan di balik perlakuan mereka dan berlatih untuk berpikir positif. Lebih baik menengok ke dalam diri sendiri terlebih dahulu. Berbuat baik kepada orang yang kita benci dan berusaha sekuat tenaga untuk memaafkan, lalu mendoakan dia agar berubah. Memang, itu tidak mudah. Tapi, yakinlah itu bisa dilakukan.

Mirza Iqbal

Mirza. Chief Editor at Kognisia.co, His jargon is “money can’t buy happiness, but it can buy ice cream”

Previous
Previous

LIPUTAN: Bertumbuh Setelah Patah Hati

Next
Next

Menulis Ekspresif: Cara Mudah Lepas dari Stres