Pahit dan Sakit Sebuah Kegagalan
Kegagalan adalah proses manusiawi. Proses tersebut mengajarkan kita untuk menjadi manusia yang dapat menerima kenyataan yang terjadi di hidup kita. Karena hidup tidak selamanya sesuai dengan yang kita inginkan, maka dari itu kegagalan ada sebagai bagian dari eksistensi manusia. Yang menjadikan kegagalan sebagai proses yang sakit dan pahit adalah respons kita terhadap peristiwa tersebut.
Kegagalan seringkali dianggap sebagai suatu hal yang menakutkan dan menyedihkan. Menjadi menakutkan karena merasa betapa sulitnya untuk mencapai apa yang kita inginkan. Sementara itu, gagal juga menjadi hal yang menyedihkan karena saat itu terjadi, kita merasa diri kita adalah orang yang tidak berguna.
Perlahan kita pun merasa keberhasilan sebagai sesuatu yang sulit dijangkau dan menyebabkan kita cenderung mudah untuk menyerah. Kegagalan juga membuat kita merasa begitu lemah, tidak berdaya, serta tidak ingin berbuat apa-apa. Ditambah lagi, dalam keadaan yang begitu tertekan dan berada di ambang kebingungan membuat diri kita sulit berpikir jernih untuk menyikapi kegagalan secara tepat.
Kegagalan dirasa bisa sejahat itu memengaruhi diri manusia, dengan meninggalkan luka dan sakit yang sedemikian membekas bagi kita. Kegagalan juga seolah menjadi hal yang tabu untuk dibicarakan. Seringkali kita tidak berani mengeluh atau berkata sedih bahwa kita gagal. Akhirnya kita hanya diam, murung sendiri, atau berpura-pura baik-baik saja. Padahal, ketika menyimpan luka itu dalam diam, maka luka akan semakin lebar, menjadi tidak terawat dan mengacaukan fungsi kita sebagai manusia.
Akan tetapi, tanpa disadari kita pun mengabaikan sakit maupun luka yang timbul ketika tidak berhasil. Semakin kita tidak menyadarinya, semakin besar pula dampak itu menyakiti diri kita di kemudian hari.
Ada tiga luka psikologis yang timbul akibat sebuah kegagalan, yaitu:
Merusak Harga Diri Kita
Ketika seseorang gagal, seringkali melabeli dirinya seperti, "saya memang bodoh", "saya memang gak pantas untuk sukses", "dasar pecundang", "dasar cuma bisa malu-maluin aja", serta pernyataan negatif lainnya yang serupa. Pelabelan negatif seperti itu malah semakin melukai harga diri kita. Pelabelan seperti itu juga menggambarkan bahwa seringkali kita menyimpulkan suatu kegagalan sebagai suatu hal yang negatif.
Ada yang menganggap, dengan memberi pelabelan berupa pernyataan seperti itu mampu melepaskan emosi dari kegagalan. Akan tetapi, semakin sering kita memenuhi diri dengan pikiran yang mengacaukan, semakin mudah untuk terinternalisasi dalam diri kita. Seakan-akan kita memberikan pembenaran pada diri bahwa memang kita adalah pribadi yang bodoh, memalukan, dan menyedihkan.
Mungkin kita sering mengingatkan rekan kita untuk tidak mengutuk dirinya saat mengalami keterpurukan, termasuk kegagalan. Namun, tanpa disadari kita juga sering mengutuk diri ketika belum memperoleh apa yang diinginkan. Kita malah lupa untuk mencintai diri sendiri.
Melemahkan Harapan
Kegagalan yang dialami dapat membuat diri kita kehilangan harapan. Hilangnya harapan membuat kita ingin menyerah dan melupakan adanya kemungkinan untuk berhasil di masa depan. Kita pun menjadi pesimis untuk berusaha mengejar keinginan karena merasa keinginan tersebut sulit diraih oleh diri kita.
Pernahkan diri kita menyadari bahwa kegagalan begitu persuasif mematikan harapan kita? Pengalaman kita yang pernah gagal meyakinkan kita bahwa sudah tidak ada kesempatan lagi untuk berbahagia, untuk hidup sempurna. Setelah memercayai itu, kita pun berhenti untuk berusaha.
Sebagai tambahan, kegagalan juga dapat menyesatkan. Dapat menyesatkan karena kita menilai kisah yang belum berhasil dalam hidup kita bukan sebagai kekurangan atau cobaan atas kegigihan kita dalam berjuang, melainkan sebagai konfirmasi bahwa keberhasilan memang suatu hal yang tidak mungkin didapatkan.
Semakin kita mengizinkan diri tenggelam dalam perasaan pesimis dan ketidakberdayaan, maka semakin kita membuat diri tersakiti.
Melemahkan Rasa Percaya Diri dan Motivasi
Kita hidup di tengah berbagai macam tekanan dan ekspektasi, baik dari dalam maupun luar diri sendiri. Tekanan yang memenuhi kehidupan kita turut mendorong munculnya rasa takut bila tidak berhasil kelak. Ditambah lagi, adanya ekspektasi dari diri sendiri atau orang terdekat juga ikut menambah kekhawatiran pada diri kita. Kita pun menjadi lebih berfokus pada rasa takut dan khawatir daripada usaha serta pikiran positif untuk meraih apa yang kita inginkan.
Ketika kita gagal, hal yang membuat kita takut dan khawatir menjadi kenyataan. Kemudian, hal itu berdampak pada melemahnya rasa percaya diri dan motivasi yang ada pada diri kita. Kita melihat diri sebagai pribadi yang tidak becus untuk mencapai keberhasilan, penuh kelemahan, dan memiliki mimpi yang terlalu besar.Kita seakan-akan menyabotase kemampuan diri bahwa kita memang tidak akan pernah bisa mencapai apa yang diinginkan dan sudah tidak ada gunanya lagi untuk berusaha.
——-
Manusia Pintar Mencari Alasan
Kita sebagai manusia ternyata piawai dalam membuat alasan, termasuk saat mengalami kegagalan. Berbagai alasan kita buat untuk meyakinkan diri bahwa gagal adalah hal yang biasa. Dengan demikian, kita sedikit merasa lebih lega dan mengurangi rasa takut pada kegagalan.
Misalnya, seseorang telah melamar kerja kedua tempat namun belum ada yang berhasil. Ia pun menilai banyak pengaruh yang membuatnya tidak berhasil. Saat mengikuti tes di tempat pertama, ternyata tubuhnya tidak begitu sehat sehingga dia tidak bisa maksimal. Sementara itu, saat dalam perjalanan menuju tempat kedua, kemacetan terjadi karena ada yang mengalami kecelakan. Hal ini pun membuat ia telat datang dan merasa tidak cukup konsentrasi selama tes berlangsung. Dan beberapa alasan lainnya yang mungkin tidak kita sadari tetapi telah kita buat saat mengalami kegagalan.
Kegagalan Tidak Selamanya Buruk
Semakin kita terbiasa mencari alasan di balik kegagalan, kita akan lupa untuk menilai makna di balik peristiwa seutuhnya. Menelaah apa yang kurang dan salah dari diri kita, yang nantinya perlu kita ubah dan kembangkan untuk selanjutnya. Mungkin saja juga bukan diri kita yang salah, tetapi apa yang kita inginkan memang tidak cocok dengan diri kita. Masih banyak hal lain yang belum kita ketahui dan coba, yang dapat menjadi referensi perubahan atas kegagalan kita.
Kegagalan memang selalu menyakitkan dan mengecewakan, namun bisa menjadi pengalaman berharga. Kita perlu menyadari pengaruh yang diberikan, merasakan luka dan sakit yang disebabkan, lalu mencari cara untuk menghadapinya. Dengan demikian, kita mampu mempertebal kekuatan diri terhadap kegagalan.
Selamat berjuang untuk kita semua, yang sedang atau pernah mengalami ketidakberhasilan. Anggaplah pengalaman yang pahit ini akan menjadi kumpulan titik menuju hal yang lebih baik nantinya.
Tulisan ini disadur dari buku Guy Winch, berjudul “First Aid Emotional Healing”.